[caption id="attachment_79304" align="alignnone" width="312" caption="Ilustrasi/inmagine.com"][/caption]
.
“Sabrina, sabar dulu! Jangan kau larut dalam emosimu!”
“Bertahun-tahun aku harus berusaha sabar! Sementara kau terus bemain cinta dengan wanita murahan itu! kesabaranku ada batasnya, Hans!”
“Aku akui aku memang bersalah. Izinkan aku untuk berubah. Kumohon Sabrina. Letakkan psitol itu.”
“Lima tahun, Hans! Lima tahun kau hianati pernikahan kita! Lima tahun pula harus kurasakan tamparan dan bentakanmu tiap kali kutanyakan pelacur yang kerap bersamamu! Sekarang kau minta kesempatan dariku? Tidak Hans. Aku takkan memberikanmu kesempatan itu!”
“Sabrina... Jangan berbuat bodoh. Sa.....”
[suara tembakan]
*
Lelaki itu tumbang dengan satu butir peluru bersarang di kepalanya. Menyisakan isak perempuan dalam nanarnya. Didekati jasad lelaki yang pernah menjadi suaminya itu. menangis ia.
“Aku mencintaimu, Hans. Kau dengar itu. Aku mencintaimu Hans! Selama pernikahan kita tak pernah kubiarkan sedetikpun laki-laki lain hadir di dalam kehidupanku. Aku selalu setia padamu! Aku masih ingat sumpah itu. aku ingat ketika aku akan mendampingimu sehidup semati. Aku ingat itu!”
Diarahkan pistol yag masih digenggamnya. Tepat di sebelah kanan keningnya. Hening. Disusul suara tembakan untuk kedua kalinya. Terjatuh tepat di dada lelaki itu. tak ada lagi air mata. Suasana di kamar itu kembali hening.
Disaksikan sepasang mata lainnya yang tak berkedip menatap. Di atas kursi berwarana hitam yang bertuliskan ‘Sutradara’.
*
Salam
*
Catatan:
Berdasarkan pertimbangan tertentu, telah dilakukan penyutingan pada paragraf terakhir.
(sebelumnya) ....menatap. Di atas kursi yang bertuliskan ‘Sutradara’. “Cut!!” katanya.
.
Cerita Manis lainnya :
.
Pisau : Sepotong Daging Untuk Suamiku
Panji : Sepasang Sayap Yang Dijanjikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H