Mohon tunggu...
Jusnawati As syifa
Jusnawati As syifa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saat ini menyandang status sebagai mahasiswi pascasarjana Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Muhammad Iqbal

1 September 2014   15:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:55 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok fenomenal yang muncul ditengah peradaban baru, peradaban yang lahir dari rahim Barat dan menjadi tinjauan kritis sang Muhammad Iqbal. Iqbal lahir di Sialkot (India), 9 November 1877. Ayahnya bernama Syaikh Nur Muhammad yang memiliki kedekatan dengan kalangan sufi, dan ibunya bernama imam Bibi yang juga dikenal sangat religius. Dibawah didikan kedua orang tuanya yang penuh kasih sayang, Iqbal tumbuh menjadi sosok yang saleh dan cerdas serta rasa ingintahu ilmiah yang tinggi. Dimata teman-temannya, iqbal mendapat sebutan sebagai “Sang Filosof tanpa guru”.

Menjajaki usia dewasanya, Iqbal mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dari seorang ulama besar bernama Mir Hasan, lalu ia kemudian belajar kepada Sir Thomas Arnold. Pertualangan Iqbal dalam dunia pendidikan tidak berakhir pada kedua tokoh tersebut, perjalanan panjangnya kemudian bermuara ke Inggris, lalu ke Jerman dan Eropah. Di Barat ia dipengaruhi beberapa filosof sekuler yakni Nietzsche, Kant, Heidegger, Sartre, Hegel dan Bergson. Diantara beberapa filosof sekuler tersebut, pemikiran Iqbal sangat dipengaruhi oleh Nietzsche dan Bergson. selain filosof barat ini, pemikiran Iqbal juga terinspirasi dari beberapa filosof muslim mulai dari pemikiran Sufistik Al-hallaj, Jalaluddin Rumi dan Al-Ghazali.

Menempuh pendidikan di dunia Barat memberi banyak sumbangsih terhadap perkembangbiakan benih kejeniusan dalam dirinya untuk melihat sesuatu yang berbeda. ia tidak serta merta menutup mata dari segala perbedaan yang ditemukannya tapi secara kiritis membedahnya melalui alasan-alasan yang argumentatif dan rasional. Kekhasan sosok Iqbal juga terpancar dari kebijaksanaannya “menikmati perjamuan” pemikiran ala barat yang dikonsumsinya selama bertahun-tahun namun tidak lantas menjadikan api keislaman dalam dirinya padam.

Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsep tentang hidup sebagai kehendak kreatif manusia yang terus bergerak menuju realisasi. Bagi Nietzsche keberadaan takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum penciptaan dan hukum mekanis menjadi penjara bagi manusia, karena hidup adalah kehendak untuk penguasaan. Begitupun dengan moralitas, baginya keberadaan moralitas adalah tanda kepengecutan manusia menghadapi hidup dengan mensubordinasikan hidup dibawah kendali rasionalitas dan kehendak Tuhan. Nietzsche dan Bergson menganggap bahwa kehendak kreatif manusia sebagai sesuatu yang khaotis, buta dan tanpa tujuan. Menanggapi hal ini Iqbal memunculkan argument tandingannya sebagai upaya untuk menepis kekeliruan berfikir dari kedua tokoh tersebut. Bagi Iqbal, Tuhan bukan pencipta seperti halnya pencipta sepatu. Tuhan mencipta secara tak terbatas-kreatif terus menerus dimana posisi manusia bukanlah boneka pasif bagi kehendak Tuhan, melainkan ko-kreatif yang aktif berpartisipasi dalam penciptaan kreatif Tuhan. Tuhan tidak menempatkan manusia dalam belenggu kepasrahan total kepadaNya, dan Tuhan juga tidak “cuci tangan” setelah menghasilkan ciptaannya, dalam hal ini Tuhan imanen sekaligus transenden.

Sehubungan dengan kehendak kreatif, Iqbal mengatakan bahwa kehendak kreatif manusia adalah sesuatu yang bertujuan, karena jika tidak maka buat apa manusia berkehendak?. baginya sesuatu yang bertujuan itu adalah diri yang selalu bergerak ke satu arah. Begitupun dengan moralitas yang selalu didengungkan oleh ajaran-ajaran agama, bagi Iqbal agama bukan sekedar perkumpulan ajaran untuk menekan aktivitas nafsu instigtif manusia (agama sebagai instrument moral) seperti yang diklaim oleh para psikoanalisis, tapi lebih dari itu agama adalah mendorong proses evolusi ego manusia dimana etika dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu merindukan kesempurnaan. Disisi lain Bergson, memantik pemikiran Iqbal lewat konsep intuisi. menurut Iqbal, intuisi adalah pandangan ke dalam, yakni pengetahuan tentang adanya diri (self). Melalui pengetahuan ini pula manusia mengadakan relasi dengan realitas ultim.

Filsafat Iqbal pada intinya adalah filsafat manusia yang berbicara tentang diri atau ego.baginya ego adalah sesuatu yang bergerak dinamis, nyata, dan merupakan kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil bagian dalam kehidupan dan kebebasan ego mutlak. Sementara itu, aliran kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego kea lam. Sehingga ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan inilah ego mutlak membiarkan munculnya ego relative yang sanggup memprakarsai sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang teerletak pada kedalaman sifatnya. Sehingga dengan demikian hal ini juga menepis pernyataan Nietzsche tentang hidup hanya sebagai realisasi insting kuasa.

Menurut Iqbal, manusia sebagai makhluk yang berkehendak kreatif selalu merindu pada kesempurnaan dan untuk mencapai hal tersebut diperlukan cinta (intuisi) dan menjalani tiga tahap berikut: pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hokum-hukum ilahiah. Kedua, belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya melalui rasa takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung kepada dunia. Ketiga, menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempuranaan spiritual (insan kamil)

Kehadiran dan penjelajahan intelektual sosok Iqbal ditengah semarak peradaban Barat, tidak hanya sekedar ingin mengungkapkan kelemahan akan berbagai hal tentang materialisme-mekanis, mistisisme maupun konservatisme islam yang tidak sejalan dengan sosok manusia sebagai pelaku kreatif, tetapi dengan semangatnya yang tinggi ia ingin mengubah wajah islam menjadi agama tindakan yang menekankan “Sikap kritis penganutnya terhadap tradisi, sikap aktif manusia dalam mengubah realitas dengan kesadaran akan posisinya sebagai ko-kreator kreatif Tuhan, sikap penghargaan terhadap dunia sebagai lahan bagi realisasi kratifitas manusia dalam menjalankan perannya sebagai ko-kreator Tuhan.”

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun