Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Hatta Rajasa dan Soliditas Koalisi Merah Putih

3 September 2014   13:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:45 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14096993992035389686

[caption id="attachment_340824" align="alignleft" width="300" caption="Calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto dan calon Wakil Presiden Hatta Rajasa menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri acara penandatanganan Koalisi Merah Putih Permanen di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2014). Ketua dan Sekjen Partai Politik pendukung pasangan Prabowo-Hatta yaitu Gerindra, PKS, PPP, Golkar, PBB, PAN, dan Demokrat, untuk menguatkan komitmennya menandatangani nota kesepahaman Koalisi Permanen mendukung Prabowo-Hatta. (Tribunnews/Danny Permana)"][/caption]

Pertemuan Hatta Rajasa dengan Presiden terpilih, Joko Widodo di Rumah Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh Senin (1/9/2014) malam, menjadi isu politik paling hangat saat ini. Gonjang-ganjing perihal soliditas Koalisi Merah Putih pun mencuat ke publik. Muncul spekulasi bila pertemuan tersebut menjadi babak baru dalam politik yang kini mengerucut dalam dua kekuatan, yakni Koalisi Merah Putih vs koalisi parpol pengusung Jokowi-JK. Ada dugaan Hatta Rajasa bakal membawa PAN menyeberang ke Jokowi-JK dan sekaligus ini berarti Koalisi Merah Putih retak. Bagi kubu Jokowi-JK, keretakan Koalisi Merah Putih bisa jadi membawa “berkah politik”.

Namun dugaan ini tentu teka teki yang sangat liar, mengingat Hatta Rajasa adalah calon Wakil Presiden pendamping Capres Prabowo Subianto yang pernah diusung bersama oleh Koalisi Merah. Ada beban moral yang sangat besar di pundak Hatta Rajasa untuk tetap menjaga soliditsa Koalisi Merah Putih dan komitmen itu sekaligus menjadi pertaruhan integritasnya sebagai politisi. Menerka langkah politik Hatta Rajasa untuk kemudian ditafsirkan bakal memecah Koalisi Merah Putih adalah pandangan yang terlalu dini dan prematur. Mengukur soliditas Koalisi Merah Putih dari manuver Hatta Rajasa sangatlah sepihak. Sebab faktanya, hingga kini Koalisi Merah Putih dalam dua isu besar dan strategis di DPR telah memperlihatkan soliditasnya.

Terbaru, untuk kedua kalinya, partai-partai pengusung Prabowo-Hatta ini mengalahkan koalisi parpol pendukung Jokowi-JK dalam drama politik di Senayan Rabu (27/8/2014) siang. Koalisi Merah Putih berhasil menguasai Panitia Khusus Tata Tertib yang bertugas membuat aturan detail sebagai turunan Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPRD atau UU MD3. Empat orang pimpinan Pansus ini berasal dari Koalisi Merah Putih. Benny K. Harman dari Partai Demokrat dipilih sebagai ketua. Sedangkan Aziz Syamsuddin dari Partai Golkar, Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera, dan Toto Daryanto dari Partai Amanat Nasional didapuk sebagai Wakil Ketua.

Salah satu tugas Pansus Tatib ini adalah menerjemahkan UU MD3 terkait pemilihan Ketua DPR. PDIP dan PKB, dua parpol pendukung Jokowi-JK sempat mengajukan wakilnya untuk duduk dalam kepemimpinan Pansus, namun upaya itu kandas. Ini adalah kekalahan untuk kali kedua bagi partai koalisi pengusung Jokowi-JK di Senayan. Skor di Senayan 2-0 untuk kemenangan Koalisi Merah Putih.

Sebelumnya, mimpi PDIP mendudukkan kadernya sebagai Ketua DPR juga buyar setelah Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen menyetujui perubahan UU MD3. Bila periode terdahulu Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR dipilih berdasarkan perolehan suara dalam pemilu, setelah UU MD3 direvisi, pemilihan Ketua DPR secara musyawarah mufakat dan bila tidak tercapai, maka dilakukan dengan cara voting.

Revisi UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau biasa disebut UU MD3 merupakan transformasi dari patronase parpol ke adu kapasitas personal. Sebelumnya, Ketua dan Wakil Ketua DPR otomatis menjadi hak parpol pemenang pemilu secara berurutan berdasarkan jumlah suara di parlemen. Artinya, UU MD3 sebelum direvisi memungkinkan bagi siapapun untuk bisa menjadi Ketua dan Wakil Ketua DPR tanpa memperhitungkan kapasitas kepemimpinan.

DPR sebagai lembaga perwakilan, tempat kristalisasi berbagai kepentingan politik bertemu, membutuhkan pemimpin yang cakap dan mampu mengakomodir ragam aspirasi. Tak mudah mengkompromikan banyak kepentingan politik serta menangkap ekspektasi publik yang kerap dilontarkan secara random di wilayah bebas, butuh kecakapan sebagai seorang pemimpin. Namun karena penentuan Ketua DPR jadi hak mutlak parpol, kadangkala kualifikasi tidak diperhatikan. Yang biasanya mendapat posisi Ketua DPR adalah orang penting di parpol, kerabat atau orang dekat Ketua Umum parpol pemenang pemilu.

Nah, dengan UU MD3 yang telah direvisi, penentuan Ketua dan Pimpinan-Pimpinan DPR menjadi hak semua Anggota sebagaimana tertuang di dalam pasal 84 ayat 1-6 UU MD3, penentuan Ketua dan Wakil Ketua Parpol bukan lagi jadi wilayah yang dihegemoni parpol. Berikut kutipan Pasal 84 ayat 1-6 UU MD3 :


“(ayat 1) Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orangwakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR. (ayat 2) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari danoleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap. (ayat 3) Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikandalam rapat paripurna DPR. (ayat 4) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan DPR. (ayat 5) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. (ayat 6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.

Kini, setiap Anggota bisa memilih Ketua DPR karena pemilihan bisa dilakukan dengan cara voting atau suara terbanyak. Selain mengembalikan hak memilih, pun dengan hak untuk dipilih kembali ke marwahnya. Setiap Anggota DPR memungkinkan dirinya dipilih menjadi Ketua dan Pimpinan-Pimpinan DPR. Dua hak ini sebelumnya, sama sekali tidak diperhitungkan dalam hal penentuan Ketua dan Wakil Ketua DPR. Setelah revisi UU MD3, hak tersebut dikembalikan, walaupun nanti tentu saja tetap terjadi di namikan di internal parpol perihal siapa yang pantas mereka usung.

Berubahnya mekanisme pemilihan pimpinan DPR, komisi, dan alat kelengkapan DPR lainnya kita harapkan berdampak positif, mengubah wajah dewan yang selama ini selalu dipandang nyinyir oleh rakyat yang diwakilinya sendiri, menjadi dewan yang berwibawa, dihargai dan betul-betul merepresentasikan aspirasi rakyat. Posisi Pimpinan DPR memiliki peran krusial untuk mendorong terbangunnya citra DPR yang diidam-idamkan masyarakat. Karena DPR adalah terminal pertemuan dari berbagai kepentingan berlatar politik, agama, suku, rasa, hingga wilayah, maka Pimpinan DPR mendatang harus memiliki kapsitas raksasa yang mungkin dalam imajinasi kita, mereka adalah betul-betul menjadi representasi Indonesia. Personifikasi manusia Indonesia bisa kita jumpai pada diri Pimpinan DPR. Ini harapan kita bersama.

Selain secara internal kelembagaan bisa berdampak positif pada kepemimpinan dan untuk jangka panjang dapat mengubah wajah DPR, UU MD3 juga turut mengubah lanskap politik secara nasional. Terbuka peluang besar bagi proses konsolidasi kekuatan parpol menjadi hanya dua kutub, setidaknya untuk jangka waktu lima tahun kedepan yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Pengusung Jokowi-JK. Hal telah diamini oleh Koalisi Merah Putih dan digagas di beberapa daerah untuk diimplementasikan dalam tataran legislatif eksekutif dengan mengusung kepala daerah dari parpol Koalisi Merah Putih.

Tekad untuk menyatukan menyatukan barisan Koalisi Merah Putih hingga menggurita ke daerah-daerah telah diamini oleh anggota koalisi pendukung Prabowo-Hatta ini. Seperti diutarakan Bima Arya Sugiharto : PAN Mau Koalisi Merah Putih Terjalin hingga Daerah, hal senada diungkapkan oleh PKS yang ingin Perkuat Koalisi Merah Putih di Daerah. Di Jawa Barat, Ketua DPD Golkar Irianto MS Syafiuddin, mengatakan Koalisi Merah Putih di Daerah Harus Tetap Solid. Untuk Pilkada terdekat yaitu Pilgub Sumatera Barat, bahkan sudah mulai mengalir dukungan bagi Irwan Prayitno, Gubernur petahana dari PKS untuk menjadi calon tunggal dari Koalisi Merah Putih pada Pilgub mendatang. Pentolan Koalisi Merah Putih Sumbar, Zulkifli Djailani memastikan Irwan Prayitno sebagai calon tunggal Gubernur dari koalasinya pada Pilgub Sumbar 2015. "Dalam Koalisi Merah Putih itu ada Partai Gerindra, Golkar, PKS, PAN dan PBB, calon tunggalnya gubernur sekarang, yaitu Irwan Prayitno," ujar politisi Partai Gerindra ini sebagaimana diwartakan portal kliksumbar.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun