Bermula dari pinggiran jalanan di Jepara, fenomena Om Telolet Om kini mendunia. Suara khas klakson bus antar kota dan antar provinsi tersebut, tak hanya popular di jalan raya, namun juga menggema di seantero jagat maya. Di sosial media terutama, netizen demam Om Telolet Om.
Setelah beberapa artis elektronik dance music alias DJ papan atas memosting Om Telolet Om, maka tak menunggu lama suara khas yang memang mirip olahan musik elektronik pada DJ tersebut meledak di dunia maya. Terjadi viral. Bak virus, penyebaran Om Telolet Om tak terbendung. Om Telolet Om bertransformasi dari mainan anak-anak remaja tanggung di kampung, menjadi hiburan generasi millenial hingga pengaduk irama musik elektronik kelas dunia.
Lantas, apa yang membuat Om Telolet Om ini viral? Pertanyaan itu menarik diajukan untuk sampai pada pertanyaan berikutnya yang penulis kira tak kalah penting. Yaitu, apa benefit yang bisa dipetik dari viral Om Telolet Om?
Dalam perspektif komunikasi digital, viral terjadi ketika intensitas sebuah konten dibagikan (shares per views) terdongkrak oleh intensitas mengakses konten tersebut (click per shares). Konten viral menjadi semacam bola salju yang terus membesar tak terbendung, hingga menciptakan sebuah trend.
Secara umum, syarat konten viral yaitu berisi informasi, edukasi atau hiburan. Menurut studi yang dipublikasikan oleh The New York Times, konten-konten tersebut membentuk situasi emosi : marah atau terhibur yang lantas mendorong manusia untuk melakukan action membagikan (sharing) informasi yang mempengaruhi kondisi emosi mereka.
Fenomena Om Tolelot Om yang viral ke seantero penjuru internet, dilatari oleh suasana emosi yang terhibur. Ada faktor entertain dari irama khas bus yang “ditemukan” oleh sekelompok anak-anak kampung di Jepara tersebut. Tapi memang belum ada yang berani mendefinisikan secara pasti, apakah lakon anak-anak yang menunggu bus lalu bersorak-sorai ketika mendengar suara klakson tersebut, atau suara klakson itu sendiri sebagai objek hiburan bagi netizen.
Yang kita ketahui, merebaknya Om Telolet Om ke penjuru jagad internet, terjadi organik. Tidak melalui rekayasa dan perencanaan. Fenomena ini tidak seperti viral campaign produk komersil yang sejak awal disusun berdasarkan timeline dengan setting klimaks yang ditetapkan sebagai momentum melepaskan pesan-pesan ke publik. Om telolet Om terjadi alamiah.
Om Telolet Om ini seperti Gangnam Style yang dipopulerkan oleh seniman Korea Selatan, Park Jae Sang atau Psy. Dalam pidatonya di Harvard, Psy mengaku tidak pernah kepikiran bahwa goyang khas bak penunggang kuda tersebut bakal viral apalagi melejitkan namanya. Video Gangnam Style diposting seperti video-video lain milik penyanyi tersebut.
Namun pada akhirnya, Gangnam Style ditonton milyaran kali. Termasuk memegang rekor di Youtube sebagai video dengan views tertinggi. Yaitu sebanyak 2.7 milyar kali atau terpaut 500 juta views dari video terbanyak kedua ditonton di laman video sharing tersebut.
Setelah Gangnam Style viral, banyak benefit yang dikantongi oleh Psy dan Korea secara umum. Gangnam Style semakin memperkuat arus gelombang Budaya Korea atau Hallyu ke penjuru dunia. Penetrasi Korean Wave makin mencengkram di berbagai bangsa, termasuk Indonesia. Demam Korea yang melanda dunia meneguhkan brand nation Korea yang disebut sebagai coolest brand. Produk-produk berbau Korea, mulai dari teknologi, wisata, hiburan hingga pernak-pernik laku keras. Dunia keranjingan Korea.
Gangnam Style memang bukan elemen satu-satunya Korean Wave. Ada elemen lain dari dunia entertaimen Korea yang sebelumnya telah eksis. Namun ledakan Gangnam Style tidak bisa dilepaskan dari megalomania ekspor Budaya Korea yang dikonversi secara cantik sehingga menghasilkan valuasi tinggi.