Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Robohnya Kantor-kantor Kita di Era New Normal

29 Mei 2020   12:30 Diperbarui: 29 Mei 2020   12:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remote working (sumber : hcamag.com)

Rentetan efek domino bekerja jarak jauh (remote working) meniti new normal telah dimulai. Genderang ditabuh. Domino pertama telah jatuh. Oleh CEO Twitter, Jack Dorsey. Jack mengumumkan bila perusahaan membolehkan karyawan aplikasi media sosial itu bekerja dari rumah secara permanen. Jack memberlakukan kebijakan yang sama di Square. Perusahaan teknologi keuangan dimana Jack juga menjadi CEO.

Setali tiga uang, Facebook juga mengumumkan menerapkan kebijakan remote working secara permanen. Dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, Facebook memproyeksikan separuh dari total 48.000 karyawannya saat ini dapat bekerja dari mana saja. Meneruskan work from home yang telah diterapkan sejak pandemi Covid-19.

Bagi institusi pemerintah atau perusahaan swasta yang berbasis pada sektor teknologi informasi, adopsi remote working bukan pilihan yang sulit. Mereka sudah memiliki fondasi dasar untuk melangkah. Mengembangkan metode maupun platform remote working. Dengan tetap mempertahankan, bahkan berpotensi memacu produktivitas.

Babak Baru
Keputusan mengadopsi remote working secara masif menggiring kita meniti babak anyar. Memasuki era ketika tembok-tembok dan partisi kantor yang mengelilingi bongkahan meja, kursi, dan tumpukan berkas, mulai roboh. Dunia yang benar-benar berbeda dan mengejutkan bagi banyak orang.

Sebelum Covid-19, kita sebetulnya berharap peralihan ke remote working murni didorong oleh teknologi. Faktanya, Covid-19 yang menjelma jadi pandemi adalah faktor utama yang memaksa kita mulai belajar meninggalkan kantor. Bermigrasi mengadopsi remote working secara massif. Beralih ke kantor virtual berbasis aplikasi yang ada di gawai. Bekerja dari rumah.

Remote working, sudah diramalkan oleh futurolog Alvin Toffler 40 tahun silam. Dalam bukunya berjudul Third Wave (1980), Alvin Toffler menulis bahwa manusia akan mampu menciptakan teknologi yang dapat mengubah budaya kerja. Kantor dapat peroperasi dengan biaya murah dari rumah dan tempat manapun. Disokong oleh perangkat teknologi, komputer hingga peralatan telekonferensi.

Secara historis, remote working diperkenalkan pada tahun 1979 melalui tulisan berjudul "Working at Home Can Save Gasoline" yang terbit di The Washington Post. Di tahun yang sama, IBM mengujicoba remote working lima orang karyawan. Pada tahun 1983, sekitar 2.000 karyawan raksasa teknologi itu melakoni remote working. IBM didaulat sebagai pionir remote working di era industri modern.

Kendati telah dipraktikkan empat dekade, remote working masih sayup-sayup di kancah industri kerja. Diterapkan terbatas. Sehingga tidak menimbulkan gegap gempita. Tanpa tepuk sorai trending topic seperti ketika pertama kali kebijakan #KerjaDariRumah diumumkan.

Remote working bahkan sempat dipandang sebagai opsi kebijakan berisiko. Sebab belum ada model paten serta data empirik yang dapat membuktikan efektivitas remote working. Sehingga muncul joke "remote working is not working."

Multi Benefit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun