Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jenis Mobil Listrik yang Segera Mengaspal di Indonesia

21 Agustus 2019   13:32 Diperbarui: 29 Agustus 2019   13:39 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengisian daya mobil listrik keluaran Tesla dapat dipantau dan disetop menggunakan gawai (sumber: Tesla.com)

Selamat datang babak baru industri otomotif. Indonesia resmi memasuki era kendaraan ramah lingkungan. Pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 55/2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan. Beleid itu ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Lampu hijau bagi mobil listrik untuk melaju di jalanan.

Pelaku industri pun menyambut semringah. Pasalnya, aturan tersebut bakal memuluskan pabrikan otomotif untuk memboyong lineup mobil listriknya ke Indonesia. Sebelumnya, hanya menunggu dengan kepastian yang tak tentu. Sementara di tingkat dunia, berbagai negara telah memberi karpet merah.

Regulasi mobil listrik mengingatkan kita pada letupan ekonomi digital yang dipelopori oleh ride hailing (ojek dan taksi online) serta ecommerce beberapa tahun lalu. Dimana aturan terkait industri digital ini berburu waktu dengan arus ekonomi berbasis internet yang tak terbendung. Era mobil listrik memang merupakan bagian dari derap revolusi industri 4.0 yang riuh dibicarakan.

Pengisian daya mobil listrik keluaran Tesla dapat dipantau dan disetop menggunakan gawai (sumber: Tesla.com)
Pengisian daya mobil listrik keluaran Tesla dapat dipantau dan disetop menggunakan gawai (sumber: Tesla.com)
Kendaraan ramah lingkungan adalah tren global. Terlihat dari armada mobil listrik yang tumbuh eksponensial. Per 2019, populasi mobil listrik yang lalu lalang di seantero dunia sudah menembus angka 5,6 juta unit.

Jumlah itu merangsek naik 64 persen dari jumlah tahun 2018. Demikian dilansir oleh yayasan non profit, Centre for Solar Energy and Hydrogen Research Baden-Wrttemberg yang berbasis di Stuttgart, Jerman.

Ada banyak konsekuensi dari Perpres mobil listrik. Harga lebih terjangkau. Itu harapan utama konsumen. Mobil listrik memang harusnya lebih murah. Agar jadi mobil rakyat. Mobil sejuta umat. Sehingga dampaknya masif. Termasuk dalam mengurangi polusi. Juga menurunkan konsumsi BBM yang membebani neraca perdagangan (impor) dan APBN karena subsidi.

Perpres 55/2019 yang memuat banyak insentif diharapkan mendorong pabrikan memproduksi mobil listrik sesuai dengan profil pendapatan masyarakat Indonesia. Tanpa struktur pajak berlapis yang membuat harganya wah. Sebab di tingkat global pun, mobil listrik yang dijual saat ini sebetulnya termasuk masih berharga premium.

Kabar baiknya, Perpres mobil listrik sudah berbicara secara komplit dalam skala industri. Termasuk mendorong manufaktur sebagai elemen pendukung. Sehingga supply chain industri mobil listrik dapat diandalkan berkontribusi bagi perekonomian.

Dalam beleid itu juga tertuang secara rigid angka Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pabrikan otomotif harus memenuhi angka 80% kandungan lokal hingga tahun 2029. Di masa transisi 2019 sampai 2021 bahkan, TKDN sudah harus mencapai angka minimum 35%.

Artinya, pabrikan harus konkret menyatakan komitmen investasinya di industri ini. Agar dapat menikmati serangkaian insentif yang diberikan oleh pemerintah. Termasuk pembebasan aneka jenis pajak yang berpengaruh terhadap harga (pasar).

Sebagai benchmark, TKDN mobil bermesin bakar saat ini mencapai 85%. Angka itu diperoleh ssetelah puluhan tahun. Membangun industri otomotif dari hulu ke hilir, memang butuh waktu dan periode transisi.

Ilustrasi sederhana mekanisme kerja mobil listrik. (Sumber: wsj.com, dengan sedikit modifikasi)
Ilustrasi sederhana mekanisme kerja mobil listrik. (Sumber: wsj.com, dengan sedikit modifikasi)
Jenis Mobil Listrik
Masa peralihan merupakan ajang edukasi bagi masyarakat dalam mengenal teknologi mobil listrik. Teknologi yang sama sekali berbeda dengan era mobil mesin bakar. Termasuk bakal mengubah pola perilaku masyarakat selaku pengguna kendaraan. Kita mengenal empat jenis mobil listrik.

Pertama, Mild hybrid. Ini sistem paling sederhana dari adopsi mobil listrik. Beberapa pabrikan sudah menerapkan teknologi ini. Namun bahkan tidak mengklaim sebagai mobil listrik. Sebab memang hanya merekayasa aspek kelistrikan internal yang tak terkait langsung ke mesin penggerak. Misalnya di Mazda 3 terbaru yang mengusung mesin Skyactive G dan Skyactive X. Lineup Mercedes Benz pun sudah menerapkan teknologi mild hybrid.

Mild hybrid ditanam dan bekerja pada kendaraan berbahan bakar minyak. Ia menyimpan listrik dari energi yang terbuang seperti saat pengereman. Energi tersimpan tersebut akan digunakan ketika mobil butuh elektrifikasi ringan. Misalnya untuk menyalakan komponen kelistrikan seperti lampu, AC hingga menjaga mesin tetap on di lampu merah (idle). Atau saat jalan menurun dimana mobil tidak memerlukan tenaga dari mesin.

Kedua, hybrid. Yaitu sistem yang sebetulnya tidak sesederhana mobil elektrik penuh. Hybrid mengombinasikan mesin listrik yang ditenagai baterai dengan mesin bakar. Kelebihannya, mobil hybrid dapat beradaptasi di situasi lalu lintas beragam.

Di kemacetan, kendaraan hybrid mengandalkan mesin listrik. Ketika akselerasi, mesin bakar menyuplai tenaga paralel dengan mesin elektrik. Pengisian daya juga terjadi secara internal. Diregenerasi dari energi terbuang. Mesin bakar berfungsi sebagai generator pengisi daya.

Namun, kendaraan jenis ini tak luput dari kekurangan. Yaitu dari aspek komponen yang lebih kompleks daripada mobil yang murni mesin bakar atau elektrik penuh. Sebab mobil ini secara teknikal menggendong dua mesin : listrik dan bensin. Output dari mesin bakar umumnya jauh lebih besar dari mesin listrik.

Ketiga, plug in hybrid. Mobil listrik yang dapat dicharge. Namun tetap menggendong mesin bakar. Mobil jenis ini paling mendekati mobil full elektrik. Dapat melaju dengan hanya mengandalkan motor listrik. Mesin bakar di mobil plug in hybrid tak ubahnya sekadar cadangan. Sebab energi dari baterai punya jarak tempuh yang lebih jauh dari mobil hibrid biasa. Mesin bakar dapat digunakan ketika daya baterai habis.

Keempat, mobil full elektrik. Inilah mobil listrik murni. Mobil yang tak meminum BBM sama sekali. Mobil ini tak punya mesin bakar. Hanya mesin listrik yang sistem kerjanyan amat ringkas. Beda dengan mobil mesin bakar yang melibatkan ratusan komponen bergerak. Di mobil listrik, yang bergerak hanya rotor. Tanpa silinder, valve, alternator, cincin piston, dan lusinan elemen lainnya.

Meski terdengar paling menggoda, mobil ful elektrik tak lepas dari kekurangan. Terutama soal bobot yang lebih berat. Juga life cycle baterai yang belum terjawab. Wet Lithium Ion adalah grade tertinggi dari rechargeable battery. Saat ini digunakan di mobil-mobil listrik.

Menurut berbagai riset, siklus hidup baterai yang dikembangkan dari bahan dasar kobal/nikel ini 300-500 kali isi ulang. Setelah itu, daya penyimpanannya merosot. Hingga hanya dapat menyimpan daya maksimum 70%.

Jika setiap mobil listrik diisi ulang sebanyak dua kali seminggu, artinya setelah 10 tahun, baterai mobil listrik siap diganti.

Dan kita percaya, akan ada perkembangan teknologi untuk mereduksi limbah baterai. Konsekuensi yang mulai dibicarakan. 

Misalnya diolah kembali menjadi energy storage untuk sumber energi bertenaga matahari (solar power electric) yang dapat digunakan untuk penerangan hunian hingga lampu jalan.

Menariknya, perkembangan teknologi baterai mobil listrik semakin spektakuler. Terbaru, Innolith, startup dari Swiss menciptakan baterai yang memiliki jarak tempuh hingga 1.000 Km sekali pengecasan. Ini rekor yang mengalahkan baterai buatan Tesla bersama Panasonic. Kedua perusahaan tersebut saat ini "baru mampu" menciptakan baterai dengan jarak tempuh 532 Km. Dibenamkan ke mobil Tesla Model S varian falgship. 

Kebayang practicality yang ditawarkan mobil listrik. Sekali isi, jarak tempuh 1.000 Km. Bisa jalan dari Jakarta ke Surabaya dengan tenang. Itupun masih tersisa buat jalan-jalan di dalam kota. 

Tanpa risau baterai habis. Tak repot mencari stasiun pengecasan.

Sebab mobil listrik membuat kita seperti punya "pom bensin" pribadi. Isi daya di rumah sendiri. Tinggal colok. Praktis. Juga ekonomis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun