Dua Tantangan Menyelamatkan Masa Depan Indonesia
 Ada dua tantangan yang harus dilampaui Indonesia saat ini untuk menjadi negara maju dalam beberapa tahun kedepan. Pertama, yaitu mengelola sumber daya manusia yang melimpah. Kedua, menciptakan konektivitas antara wilayah untuk mendorong percepatan, pemerataan dan ekonomi berbiaya murah.
Dengan menyelesaikan dua problem kunci tersebut, kita berharap Indonesia setidak-tidaknya bisa bersaing dengan negara lain di kancah global. Ini sebenarnya mimpi lawas yang selalu diperbaharui di setiap periode pemerintahan. Siapapun, dari partai manapun, saya kira akan selalu menjadikan obsesi sebagai negara maju sebagai pijakan dan pemantik harapan rakyat.
Menurut nasihat Bank Dunia, negara-negara kelompok pendapatan menengah seperti Indonesia mesti fokus pada investasi sumber daya manusia (SDM). Investasi SDM itu mencakup pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial. Tiga hal tersebut diklaim paling efektif memangkas kesenjangan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi disaat yang sama.
Bagi Indonesia, membangun SDM tentu tak bisa ditawar lagi. Pasalnya, Indonesia punya bonus demografi. Potensi bonus demografi belum tentu datang dua kali. Begitu generasi milenial ini menua dan masa keemasannya berlalu, ia tak bisa ditarik mundur lagi. Karena itu, generasi milenial yang merupakan bonus demografi Indonesia, harus dioptimalkan menjadi kekuatan nasional dan membawa Indonesia ke kancah global.
Sebagaimana nasihat Bank Dunia, sebetulnya kita telah melihat ada komtimen dan langkah nyata seluruh pemangku kebijakan untuk mengelola potensi SDM tersebut. Komitmen membangun manusia Indonesia diwujudkan dengan dukungan UU Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan sejak tahun 2003. Pemerintah diamanatkan untuk mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan.
Perhatian terhadap SDM tak berhenti sampai disitu. Ada juga UU Kesehatan Nomor 36 disahkan tahun 2009 yang mengamanatkan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN. Praktis, anggaran pembangunan SDM Indonesia menelan biaya jumbo, sebesar 25 persen dari APBN. Meski belum direalisasikan secara penuh.Â
Artinya, dari Rp 2.221 triliun belanja negara tahun 2018 mendatang, paling tidak ada Rp 555 triliun yang dialokasikan untuk membangun manusia Indonesia.
Khusus anggaran pendidikan yang 20 persen, diharapkan bisa melahirkan generasi berdaya saing. Pasalnya, tahun 2020 penduduk usia produktif Indonesia berjumlah 50 hingga 60 persen. Menjadi masalah jika hanya usianya yang terbilang produktif namun manusianya tidak benar-benar produktif secara aktual. Disinilah pentingnya anggaran 20 persen digunakan tepat sasaran membangun manusia Indonesia.
Kunci kedua, yaitu mengenai persoalan infrastruktur. Ini bukan urusan sederhana. Indonesia adalah negara kepulauan yang harus dihubungkan satu sama lain. Melalui jalur laut, darat hingga udara.
Bagi Indonesia dengan sebaran aktivitas yang berpencar hingga kepelosok, nfrastuktur adalah urat nadi yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi Indonesia. Juga bahkan jadi instrument pemerataan dan keadilan. Sebelum pemerintah gencar membangun infrastruktur di kawasan timur Indonesia, daerah terdepan dan terluar, Â hidup di negara besar namun rasanya terisolasi.
Dengan infrastruktur, cakrawala kita lebih jauh. Mobiltias tak lagi terhalang kendala yang berarti. Jalan, jembatan, pelabuhan, stasiun hingga bandara ada. Pemain industri transportasi tentu jadi prefer menjalanan roda bisnis dengan infrastruktur memadai. Cost of production lebih rendah sehingg bisnis menguntungkan. Investor datang, daerah berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H