Dua tahun belakangan, saya dipercaya memimpin digital crisis management beberapa merek (perusahaan) nasional. Baik melalui agensi maupun secara personal sebagai konsultan independen. Klien kami, ada yang krisisnya memang bermula dari kanal digital, tak sedikit pula yang berawal dari krisis offline yang lantas merembet ke internet. Dari berbagai kasus yang saya tangani tersebut, satu pegangan yang selalu saya jadikan acuan adalah jangan cari masalah dengan netizen! Netizenlah penguasa sesungguhnya di era digital ini.
Di berbagai kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa kita hidup di era gelombang digital yang penuh kejutan. Salah satu kejutan terbaru tersebut datang dari kesepakatan damai antara pelawak tunggal Mukhadkly Acho dan Apartemen Green Pramuka. Â Netizen mengadvokasi Acho secara spontan. Temali emosi membentuk jejaring pembelaan di media sosial menggelinding tak terbendung hingga dikawal langsung ke penegak hukum. Gerakan spontan yang mampu mengubah arah angin. Acho dan Green Pramuka berdamai, kasus hukumnya dicabut. Melegakan.
Memang, sejarah mencatat betapa bertenaganya gelombang digital. Gelombang ini mampu mengubah konstelasi sosial bahkan politik. Arab Spring merupakan fakta monumental yang mendukung tesis tersebut. Tak cuma itu, dinamika politik di negara kiblat demorkasi macam Amerika Serikat, bahkan juga tak lepas dari keriuhan di berbagai ruang-ruang digital. Kemenangan Donald Trump meraih tampuk kekuasaan negara adi daya, bahkan ditengarai terkatrol berbagai info hoax yang berkelindan di kanal-kanal digital.
Kembali ke polemik Acho dan Green Pramuka yang sangat menarik kita telaah. Perkaranya bermula dari kanal digital. Yaitu ketika Acho mengeritik melalui blog dan media sosial miliknya. Lalu kasus ini juga selesai secara damai setelah menuai perhatian khalayak netizen. Terutama digital activist. Karena memang, kasus yang menyangkut hak-hak konsumen seperti ini memiliki sentiment publik yang sangat kuat.
Krisis yang merambah ke ranah digital adalah bencana bagi pelaku usaha  Daya rusaknya masif dan tak terbendung jika salah kelola. Maka gerak cepat tim manajemen krisis Apartemen Green Pramuka dengan membuka pintu komunikasi dan damai buat Acho, merupakan langkah tepat. Apartemen Green Pramuka mengakui kekeliruan, mencabut laporan dan berjanji akan melakukan pembenahan pasca resolusi damai dengan Acho. Resolusi damai itu tidak bisa dilepaskan dari tekanan gelombang digital.
Cukup mengesankan karena direspons sebelum kadung menggeliding liar dan menimbulkan efek destruktif lebih lanjut. Menurut pengakuan Apartemen Green Pramuka, kasus itu berdampak ke penurunan penjualan unit apartemen. Tapi setelah kasus ditutup, tentu akan pulih kembali.
Maka langkah damai adalah keputusan yang patut diacungi jempol bila dilihat dari aspek crisis management. Damai bukan berarti kalah. Sebaliknya, akan menjadi berkah. Polemik di kanal-kanal digital mereda. Sebuah capaian dari crisis management era digital yang saya kira sangat taktis dan patut dijadikan rujukan bila nanti terjadi kasus serupa. Terutama jadi pelajaran bagi para pelaku usaha.
Dari kasus ini, Apartemen Green Pramuka dan pengembang atau pengelola apartemen lainnya di Indonesia bisa jadi terinspirasi membuka kanal digital khusus sebagai saluran komunikasi. Yang lebih praktis tentu saja mengoptimalkan saluran digital seperti aneka sosial media yang tersedia secara cuma-cuma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H