Hari besar seperti Imlek merupakan masa-masa penuh kebahagiaan. Dalam banyak aspek, hari besar yang ditandai dengan alamanak merah alias terbebas dari bekerja, selalu dinanti dan didamba. Dalam kasus berbeda tapi serupa, kita dapat menggunakan temuan Gallup di Amerika Serikat sebagai benchmark.
Di negeri yang kini jadi sorotan karena kebijakan rasis presiden barunya itu, pada hari-hari libur seperti Thanksgiving, Hari Kemerdekaan Natal dan termasuk akhir pekan, warga mengakui memiliki tingkat kebahagiaan tinggi dan nyaris tanpa stress. Selain tidak masuk kerja, pada hari-hari tersebut pusat perbelanjaan juga mengayomi perasaan masyarakat dengan aneka program diskon nan menggiurkan. Yang paling fenomenal tentu saja Black Friday, penanda masuknya musim belanja menyongsong natal di AS.
Menyitir studi yang dipublikasikan oleh Journal of Psychology and Marketing pada tahun 2011, ditemukan bahwa 62% orang berbelanja sebagai bentuk ekspresi menghibur diri alias mencari kebahagiaan. Menurut studi ini, shopping (baca : uang) bisa membeli kebahagiaan. Tampak jelas, bahwa maraknya promo penjualan macam diskon jelang hari-hari besar, merupakan bagian dari upaya menyambung kebahagiaan yang dipicu secara beruntun oleh hari libur dan pemanjaan hasrat belanja.
Maka datang dan berkunjung ke pusat-pusat perbelanjaan penghujung Januari, kita akan menyaksikan nuansa imlek menghiasi seluru ruangan mall. Bentuk partisipasi pengelola pusat perbelanjaan mulai dari skala besar dan modern hingga skala menengah macam supermarket memeriahkan tahun baru China. Nuansa tematik juga kita jumpai di hari-hari besar lain, seperti jelang Ramadhan hingga Idul Fitri serta jelang natal dan tahun baru.
Mengangkat tema khusus berdasarkan momentum-momentum tertentu itu, merupakan bentuk partisipasi pengelola pusat-pusat perbelanjaan untuk memeriahkan, memelihara dan menghormati budaya bangsa maupun keyakinan yang ada di Indonesia. Ada kekuatan yang berdampak asimilatif terhadap keanekaragaman keyakinan dan budaya di Indonesia di balik berdandannya pusat-pusat perbelanjaan dengan aneka pernak-pernik tematik.
Di luar itu, yang tak kalah penting, hari besar merupakan ajang untuk menguatkan program marketing dan meraup selling yang tinggi. Ya, hari besar adalah high season yang berarti panen untung. Maka kita menyaksikan, ada banyak program marketing jelang hari besar yang biasanya disertai hari libur. Diskon, bonus, cash back hingga doorprize, hanyalah segelintir program yang mungkin juga kita sangat gemari.
Ditilik dari kacamata psikologi, tepatnya consumers behavior, diskon dan program penjualan yang sejenis, merupakan magnet yang memiliki magis dalam mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan transaksi. Ini selaras dengan temuan ilmiah yang menyatakan bahwa tingkat kebahagiaan kita naik ketika berbelanja. Hal senada yang menyusup ke dalam batin ketika manusia menemukan hari libur dan diskon yang berkelindan menggoda.
Diskon merupakan bagian dari penyempurna kebahagiaan di hari besar. Jika hari besar mungkin hanya dinikmati oleh penganut keyakinan tertentu, misalnya Imlek bagi etnis Tionghoa atau 1 Muharram bagi umat Islam, tidak demikian dengan diskon. Hari-hari yang bertabur diskon adalah hari besar bagi semua golongan.
Diskon yang biasanya berlangsung sebulan suntuk, telah bermutasi menjadi mata rantai dari program pemasaran hasil peleburan dengan budaya pop dan budaya warisan leluhur seperti dilakukan Mall Kuningan City yang akan kita beda lebih lanjut. Ini satu konfigurasi inovasi modern sarat identitas.