Batik telah naik kelas. Dari pakaian tradisional yang terkesan jadul dan ketinggalan zaman, menjadi ikon fashion baru yang mengagumkan. Betapa tidak, batik tampil di berbagai ajang fashion bergengsi, bahkan di tingkat dunia.
Misalnya saja, di New York Fahion Week 2016 yang digelar pada September tahun ini, batik turut tampil di catwalk. Adalah Anniesa Hasibuan, perancang busana muslim yang memboyong karya seni dan budaya Indonesia tersebut ke salah satu ajang fashion paling bergengsi di planet ini. Bila memang ‘batik go internasional’ dianggap sebagai parameter kesuksesan, maka prestasi tersebut tak lepas dari sukses desainer-desainer muda Indonesia menembus belantara fashion dunia.
Selain Anniesa Hasibuan, masih ada nama lain yang berperan membawa batik ke kancah fashion dunia. Seperti Dian Pelangi, Denny Wirawan, Sabbatha Rahzuardi Maya Dwianto, Delia von Rueti, Didit Prasetyo dan Tex Saverio yang karya-karya fashion mereka berkibar dan diminati di panggung catwalk dunia.
Eksistensi para desainer asal Indonesia di industri fashion kancah dunia, sudah pasti turut membuka jalan batik semakin dikenal dan diterima sebagai arus baru di industri fashion. Ini terbukti dengan semakin banyaknya selebriti Hollywood (sebagai rujukan fashion) mengenakan batik sebagai busana harian mereka. Mulai dari Tom Cruise, Dakota Fanning, Reese Whiterspoon, Julia Roberts, Rachel Bilson dan Jessica Alba.
Sangat banyak manfaat dituai dengan batik yang semakin mendunia dan masuk ke pusaran industri fashion global. Antara lain untuk diplomasi budaya mengenalkan Indonesia lebih luas, manfaat ekonomi yang juga berdampak ke para pengrajin batik di kampung-kampung dan tentu membantu melestarikan budaya bangsa.
Dalam aspek ekonomi misalnya, Kementrian Prindustrian mencatat nilai ekspor batik pada tahun 2015 mencapai Rp USD 156 juta atau setara Rp 2,1 triliun. Setiap tahun kenaikan rata-rata nilai ekspor batik di atas 10%.
Di dalam negeri sendiri, skala ekonomi batik semakin ekspansif. Batik telah menjadi satu ekosistem industri yang memberdayakan dan menggerakkan ekonomi. Mulai dari pengrajin batik di daerah-daerah hingga pengusaha butik dan toko batik di trade mal, ikut merasakan manisnya geliat bisnis batik.
Jika dulu batik sangat sulit didapat dan harus dicari hingga ke pelosok, kini batik ada dimana-mana. Di internet, ada ratusan atau mungkin ribuan toko online yang khusus menjual batik. Di kota-kota besar, batik telah masuk ke mal.
Di Jakarta, bahkan ada trade mal yang dikenal sebagai pusat batik. Seperti Blok B Tanah Abang, Mangga Dua Square dan Thamrin City. Trade mal tersebut, memberanding diri sebagaia pusat batik. Aneka macam corak batik dari berbagai penjuru nusantara ditawarkan di Thamrin City, Blok B Tanah Abang dan Mangga Dua Square. Harganya pun bervariasi mulai dari yang premium hingga yang murah.
Kehadiran batik di trade mal akhirnya membentuk itra positif batik di mata anak-anak muda. Batik dihargai dan dipandang sebagai produk fashion yang berkelas. Sukses batik masuk ke pusaran industri fashion, tentu saja menjadi berkah bagi para pelaku UKM. Sebab industri ini sepenuhnya ditopang dan dijalankan oleh ekonomi rakyat yang padat karya.
ReferensiÂ