Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Merah Putih Penentu Berjalannya Mekanisme Check and Balances

28 Agustus 2014   16:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:17 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_339923" align="aligncenter" width="405" caption="Amerika Serikat sebagai negara demorkasi modern menerapkan pemisahan kekuasaan untuk memaastikan berjalannya mekanisme check and balances (sumber : congressforkids.net)"][/caption]

Etape politik pascapilpres kian menarik. Barangkali banyak yang menduga bila putusan MK menguatkan putusan KPU yang memenangkan Jokowi-JK atas Prabowo-Hatta dalam kontestasi Pilpres 2014 adalah akhir dan puncak dari kemenangan besar Jokowi-JK. Namun bila kita telisik lebih dalam dan untuk jangka panjang kepemimpinan Jokowi-JK kedepan, nyatanya tak demikian. Duet tokoh yang memiliki gaya kepemimpinan serupa ini, diyakini malah bakal banyak menghadapi persoalan dalam mengelola pemerintahan dan terutama dinamika politik, mengingat keduanya tidak didukung mayoritas parpol di DPR.

Di dalam politik Indonesia yang menerapkan sistem presidensialisme setengah hati seperti diistilahakan oleh pengamat politik Hanta Yuda, menguasai eksekutif tidak berarti bisa menjamin stabilitas pemerintahan, terutama ketika mengahadapi turbulensi politik di DPR. Sebab pada kenyataannya eksekutif yang semestinya di dalam sistem presidensial memiliki kekuatan penuh, di Indonesia justru amat sangat bergantung pada DPR. Di Indonesia walaupun menerapakan presidensialisme, karena menganut multi partai, maka DPR menjadi sentrum kekuatan dalam pentas politik nasional. Artinya, apapun proposal atau keinginan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR.

Persetujuan DPR di sini tentu saja amat sangat berbeda dengan jaman orde baru ketika persetujuan DPR hanya sekadar formalitas karena DPR juga telah dikuasai oleh rezim berkuasa. DPR di era Orde Baru hanya jadi tukang stempel. Berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, dimana terjadikecendrungan legaislative heavey, yaitu sangat dominannya peran legislatif dalam pembagian kekuasaan. Sehingga bisa diterka, apapun kebijakan pemerintah bisa saja kandas bila tak diteken oleh para wakil rakyat.

Positifnya, lembaga legislatif yang lebih kuat dari eksekutif bisa kita andalkan untuk menciptakan mekanisme check and balances antar lembaga Negara sehingga mencegah terjadinya hegemoni kebijakan pada satu sentral kekuasaan. Misalnya soal rencana Jokowi-JK untuk menaikkan harga BBM, kebijakan yang tidak pro rakyat kecil dan bisa memperbesar angka kemiskinan ini tentu saja hanya bisa digagalkan oleh DPR melalui penyusunan UU APBN yang memihak pada rakyat. Bila saja DPR dikuasai juga oleh partai pemerintah, maka kebijakan sebagaimana yang dicontohkan soal kenaikan BBM, akan melenggang mulus.

Esensi dari check and balances yang diterapkan oleh Negara-negara modern adalah tidak boleh ada satu kekuatan dominan. Check and balances ini muncul sebagai tindak lanjut dari pemisahan kekuasaan dalam sebuah sistem ketatanegaraan. Mengutip dari Jimly Asshiddiqie (2000:2), konsep pemisahan kekuasaan secara akademis dapat dibedakan antara pengertian sempit dan pengertian luas. Dalam pengertian luas, konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) mencakup pengertian pembagian kekuasaanyang biasa disebut dengan istilah division power (distribution of power). Pemisahan kekuasaan merupakan konsep hubungan yang bersifat horizontal, sedangkan konsep pembagian kekuasaan bersifat vertikal.

Secara horizontal, kekuasaan negara dapat dibagi ke dalam beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan fungsi lembaga-lembaga negara tertentu, yaitu legislatif, eksekutif, dan judikatif. Sedangkan dalam konsep pembagian kekuasaan (distribution of power atau division of power) kekuasaan negara dibagikan secara vertikal dalam hubungan “atas-bawah”. Nah, antara DPR dan pemerintah merupakan pemisahan kekuasaan.

Karena itu, sekali lagi, rakyat sangat mengharapkan soliditas koalisi Merah Putih untuk menjadi penyeimbang dan mengawal pemerintah agar tidak semena-mena. DPR sebagai lembaga yang merepresentasi hak, harapan dan kehendak akyat, harus betul-betul menunjukkan keberpihakan pada rakyat. Kesalahanmasa lampau, ketika DPR hanya menjadi tukang stempel dan berada di bawah ketiak rezim penguasa, jangan sampai terulang lagi. DPR harus menunjukkan wibawa sebagai representasi kekuatan 250 juta rakyat Indonesia. Saatnya DPR yang dikuasai oleh mayoritas Koalaisi Merah Putih ini, berganti wajah. Menjadi sang penentu berjalannya mekanisme check and balances, sebuah ciri Negara demokrasi modern. Di tangan Koalisi Merah Putih, salah satu anasir berdemorkasi secara modern kini dikendalikan. Kita tunggu peran koalisi 7 parpol besar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun