Mohon tunggu...
Juru Martani
Juru Martani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@jurumartani.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Masih Relevankah Istilah PKL?

19 Mei 2014   21:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400486234735006373

[caption id="attachment_324482" align="alignnone" width="702" caption="ilustrasi : Kompas.com"][/caption]

Istilah PKL makin populer terutama ketika Gubernur DKI Jakarta, Jokowi melakukan sejumlah kegiatan untuk menertibkan para pengusaha kecil yang menjalankan usaha dengan menempati lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.

Sehubungan dengan hal ini, penertiban PKL di lokasi pasar Tanah Abang Jakarta, bukanlah yang pertama. Semenjak menjabat sebagai wali kota Solo, Jokowi sudah giat melakukan hal serupa dengan maksud selain melakukan pembinaan kepada para PKL juga sebagai upaya normalisasi fungsi sebuah lokasi agar kembali sesuai dengan aturan tata kota.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin menyoroti penggunaan istilah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menurut saya makin hari, makin salah kaprah dan semakin tidak jelas dan bias.

Asal Muasal Istilah Pedagang Kaki Lima

Saya mencoba menelusuri beberapa literatur dan catatan perihal istilah PKL ini. Ada sebagian sumber yang menyatakan bahwa istilah PKL diambil dari sejarah masa lalu, yaitu pada masa pemerintahan kolonial Belanda, yang mana pada saat itu diterapkan sebuah aturan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki atau biasa disebut trotoir. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki (kaki = feet) (1 feet = 30.48 cm, maka 5 feet = 152,4 cm) atau sekitar satu setengah meter. Namun bila sekedar mencomot cuplikan cerita tersebut sebagai dasar penggunaan istilah PKL, saya masih belum bisa menemukan relevansinya. Apa kaitannya lebar ruas trotoir yang 5 feet (1,5 meter) itu, dengan istilah PKL?

Saya kemudian menelusuri lebih jauh lagi dan saya temukan beberapa sumber yang mengatakan bahwa istilah PKL digunakan untuk menyebut pengusaha kecil yang berdagang menggunakan gerobak sebagai perangkat usahanya. Sebuah gerobak dianggap memiliki 3 kaki, yaitu sepasang roda dan sebuah penyangga ketika gerobak berhenti dan ditambah 2 kaki milik pedagang itu sendiri. Dengan demikian genaplah 5 kaki.

Bila memperhatikan kedua cerita di atas,lalu apa masalahnya dengan PKL?
Apakah hanya karena seorang warga negara yang kurang beruntung kemudian ingin mengubah nasibnya agar lebih baik dengan berjualan menggunakan gerobak musti disebut Pedagang Kaki Lima?
Lalu bagaimana dengan para konglomerat yang menggunakan perlengkapan usahanya yang sebagian juga berkaki tiga, semacam troli di hypermarket, mall dan bandara dll.? Apakah mereka juga mau atau masih boleh disebut Pedagang Kaki Lima?

Bila tidak, mengapa istilah PKL harus pilih pilih sasaran, yaitu untuk menyebut para pengusaha ekonomi lemah saja? Mengapa istilah pedagang selalu saja dikonotasikan sebagai kaum ekonomi lemah, sedangkan para konglomerat disebutnya dengan pengusaha? Lalu apa yang berbeda antara istilah Pedagang dan Pengusaha? Bukankah keduanya melakukan kegiatan yang sama? Satu-satunya yang membedakan hanyalah besarnya modal usaha yang mereka gunakan.

Istilah PKL yang semakin bias

Bila saya bertanya kepada Anda, siapa yang disebut PKL? Sebagian besar pastilah menjawab bahwa mereka adalah para pedagang kecil yang menempati lokasi yang tidak sesuai peruntukannya. Ada juga yang menyebutkan bahwa mereka adalah para pedagang keliling yang menggunakan gerobak. Apakah benar bahwa PKL hanya yang menggunakan gerobak dan menempati lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun