Mohon tunggu...
Juru Martani
Juru Martani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@jurumartani.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

UPS untuk Sekolah: Apa Urgensinya?

27 Februari 2015   22:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:24 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila pasokan listrik PLN tiba-tiba mati, maka UPS secara otomatis akan bekerja menggantikannya, sehingga sama sekali tidak menganggu kinerja server yang ada. Bayangkan saja bila tidak ada UPS dan tiba-tiba listrik mati maka semua server tak lagi berfungsi dan tentu saja data website tidak akan dapat diakses.

Contoh lain adalah penyanyi pop terkenal Michael Jackson juga selalu menggunakan perangkat UPS saat mengadakan pertunjukan konser musik secara live. Mungkin Michael Jackson tak ingin pertunjukannya terhenti, gara-gara listrik mati.

Kembali pada pokok permasalahan yaitu keberadaan UPS di lingkungan sekolah yang patut dipertanyakan yaitu sejauh mana tingkat urgensi penggunaan alat tersebut. Peralatan elektronik yang diperlukan di dalam proses belajar mengajar di sekolah, terkait dengan pasokan listrik tidaklah banyak. Bahkan selain penggunaan peralatan seletronik di ruang lab, nyaris tidak diperlukan lagi tambahan peralatan elektronik lain, kecuali komputer dan perangat untuk menunjang presentasi di ruangan kelas. Sedangkan penggunaan Laptop, tidak perlu lagi UPS sebab telah menggunakan cadangan baterai bawaan.

Apabila terjadi pasokan listrik PLN tiba-tiba mati, maka cukuplah diganti dengan seperangkat Genset yang sementara dapat digunakan terutama untuk memberi penerangan di dalam ruang kelas, sehingga proses belajar dan mengajar tetap bisa berjalan.

Penggunaan UPS untuk sekolah, apalagi dengan spesifikasi tinggi (digital/computerized) dinilai tidak efisien dan terkesan ada pihak tertentu yang telah merancang dan memaksakan program pengadaannya. Bukankah Sekolah masih membutuhkan biaya untuk memperbaiki atau menambah fasilitas yang lebih penting, misalnya saja tambahan unit komputer untuk praktek siswa, perbaikan gedung dan sarana sekolah, pengadaan alat bantu pendidikan dll.

Terkait dengan pengadaan UPS tersebut, Gubernur DKI Jakarta Ahok mempersoalkan adanya anggaran pada tahun 2014 lalu, dimana setiap sekolah menerima seperangkat UPS hingga senilai Rp. 6 Milyar per Sekolah.

Sebagaimana yang telah saya jabarkan diatas, maka sungguh tidak masuk akal bila setiap sekolah menyerap biaya sebesar itu hanya untuk keperluan pengadaan UPS yang sama sekali tidak ada urgensinya. Kalaupun diperlukan pengadaan UPS tentu tidak akan menghabiskan biaya sampai milyaran rupiah.

Sebegaimana diketahui, penyusunan anggaran pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah di Jakarta pada tahun anggaran 2014 lalu, tentu sudah melalui persetujuan dari anggota dewan (DPRD DKI) sebelum direaliasikan.

Namun demikian dari keterangan pihak sekolah yang justru mempertanyakan mengapa sekolah tiba-tiba menerima kiriman seperangat UPS, makin menambah nyata bahwa telah terjadi semacam konspirasi dikalangan elite yang sengaja mengatur penggelembungan mata anggaran untuk kepentingan pihak tertentu. Tujuannya adalah mencari keuntungan yang diperoleh dari transaksi pengadaan peralatan UPS tersebut. Bukan transaksi fiktip, tetapi menggunakan teknik mark up.

Sekenario yang diperlukan sederhana saja. Ada pihak yang sengaja mencari celah untuk memasukkan anggaran sehubungan dengan bisnis pengadaan UPS. Agar dapat memperoleh keuntungan besar, maka dilakukan mark up harga yang sangat significant. Dicarilah berbagai alasan sebagai pertimbangan yang seolah sangat mendesak diperlukan pengadaan UPS di sekolah-sekolah. Hal ini jelas sangat merugikan keuangan daerah sampai triliunan rupiah, sehingga tidak heran bila Ahok menuduh pihak Legislatif telah berperan serta di dalam merealisasikan mata anggaran yang digelembungkan tersebut.

Mungkin karena dianggap sukses dan lancar dalam menjalankan konspirasi mereka pada tahun 2014 lalu, tahun ini skenario yang sama tampaknya akan dicoba untuk dilakukan lagi dengan menyelipkan mata anggaran dalam APBD 2015, namun pada pelaksanaanya tidak semulus tahun lalu. Ternyata Ahok berhasil mencium adanya indikasi penyelewengan pada anggaran tersebut yang kemudian diangkat ke ranah publik dan menjadi sorotan yang mengarah kepada anggota Dewan untuk bertanggung jawab atas terjadinya indikasi penyelewengan dana APBD 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun