Tempo hari saya membaca sebuah berita yang membuat saya trenyuh yaitu ada seorang anak yatim berumur 9 tahun yang sedang mencari ibunya. Apa yang membuat saya trenyuh ? Sebab anak itu tanpa ditemani siapapun mencari cari ibunya selama kurang lebih selama sebulan dan belum juga dia menemukan ibunya.
Kisah memilukan ini dimulai pada suatu malam, Muhammad Afrizal, seorang anak laki-laki yang masih duduk dibangku SMP kelas 2 itu sudah tertidur pada sekitar jam 20.00 dan ibunya masih ada dirumah. Namun entah apa yang terjadi, pada tengah malam dia terbangun dan mendapati rumahnya dalam keadaan kosong. Semua barang barang sudah dipindahkan dan yang membuatnya bertanya-tanya adalah ibunya juga tidak ada di rumah.
Namanya juga masih anak-anak, Afrizalpun kemudian mencoba mencari ibunya ke pasar Ciracas, dimana ibunya biasa berbelanja. Memang rumah kontrakannya tidak terlampau jauh dari pasar itu, dan diapun sendirian bergegas mencari ibunya. Tiap sudut pasar dia telusuri berharap segera bertemu dengan ibunya, namun tak juga bisa dia temukan, hingga akhirnya diapun kembali pulang ke rumah. Namun sesampainya di rumah, Afrizal semakin bingung, sebab dirumah bukannya ibu yang ditemui, malah sudah ada orang lain yang menempati. Diapun bertanya kepada tetangga sekitar rumah, tapi tak ada jawaban yang pasti.
Afrizal makin galau, dan diapun nekad pergi dari rumah dengan satu tujuan, mencari ibu yang dicintainya. Dia berjalan kaki sendiri menyusuri jalan tanpa tahu kearah mana dia menuju, demi keinginannya untuk bertemu dengan sang ibu.
Dalam usaha mencari ibunya, anak itu tak pernah putus asa. Berhari-hari dia terus berjalan kaki sejak dari rumahnya di Ciracas, Pasar Rebo, Cilandak, Lebak Bulus, Senayan, Slipi, Tanah Abang, Grogol, Blok M, Mampang, Senen, dan sampai di Pademangan. Afrizal hanya bisa makan dan minum dari pemberian orang yang merasa kasihan kepadanya. Bila malam tiba, diapun tidur di emperan toko dan halte bus. Orang pasti mengira bahwa dia adalah anak gelandangan, dan tak satupun yang tahu bahwa anak itu bagai anak ayam kehilangan induknya.
Perjalanan panjang Afrizal akhirnya terhenti di depan rumah seorang Ketua RT 4 daerah Pademangan Barat. Ketika suatu pagi, Afrizal yang tertidur pulas, tiba tiba dibangunkan oleh Pak RT.
Setelah dia ditanya, barulah diketahui permasalahan sebenarnya dan Pak RT segera meminta bantuan kepada pihak kepolisian dengan mengantarnya ke Kantor Polsek terdekat.
Mungkin Ini hanyalah sebuah kisah di jantung ibukota, diantara sekian banyak cerita memilukan dimana anak anak yang menjadi korban akibat ulah orang tuanya. Sebelumnya juga beredar berita di Palembang tentang 3 orang anak yang masih berumur 12, 6 dan 4 tahun, harus tidur semalaman disamping mayat kedua orang tuanya yang terbunuh dirumahnya sendiri. Ketiga anak itu semalaman tak berani keluar rumah, dan memilih tidur di ruang tamu desamping kedua orang tuanya yang tewas bersimbah darah, karena menjadi korban pembunuhan.
Sungguh memilukan dan saya miris membaca berita-berita itu. Apa yang sesungguhnya terjadi pada kondisi masyarakat kita yang sudah tak peka lagi terhadap permasalahan kemanusiaan ?
Dalam kasus Afrizal diatas, bila merunut cerita yang mana anak itu berjalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya, dan tentu sudah bertemu puluhan bahkan ratusan orang, namun tak ada satupun yang peduli.
Kepedulian masyarakat di kota kota besar terhadap permasalahn sosial kemanusiaan, apalagi di Jakarta saat ini sudah sangat memperihatinkan. Mereka seakan tak mau tau lagi dengan kehidupan dan masalah orang lain bahkan kepada anak-anak sekalipun.
Yang mengherankan bagi saya adalah dari sekian puluh atau bahkan ratus orang yang bertemu dengan Afrizal, tak ada satupun yang sekedar mau bertanya pada anak tsb, tentang apa yang dideritanya.
Seandainya saja ada seseorang yang mau tahu kondisi masalah yang menimpa Afrizal, tentulah anak itu tak perlu menggelandang selama berpuluh-puluh hari berjalan kaki menyusuri jalanan di pusat kota Jakarta, hanya untuk mencari ibunya.