Mohon tunggu...
Hasan Aspahani
Hasan Aspahani Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Penulis, Penyair.

MM Strategis dari Universitas Prasetiya Mulya. Berkarir di Jawa Pos Grup. Lahir di Sei Raden, Samboja, Kutai Kartanegara, Kaltim, 1971. Menulis novel (a.l. "Persimpangan", Gagasmedia, 2019), nonfiksi (a.l. "Chairil Anwar" sebuah Biografi, Gagasmedia 2016), puisi (a.l. "Aviarium", Gramedia, 2019), story developer (a.l. untuk skenario "Bumi Manusia", Falcon, 2019). Kerjasama hubungi www.kreatorkonten.com.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Apa yang Kulihat di Linimasa

9 Agustus 2019   00:02 Diperbarui: 11 Agustus 2019   21:07 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

1. ADA seseorang yang entah di mana, dia melihat kebun binatang langit, dan awan-awan adalah hewan jinak yang lucu.  Apakah kau melihat langit dan awan-awan itu juga? Di jendelaku, langit seperti kanvas di sudut kamar, lukisan yang gagal. Dan awan adalah bercak-bercak lumpur besar, atau gagak yang menabrakkan diri ke dinding kaca gedung besar.

2. Ada seseorang yang entah di mana,  dia yang melihat seorang karyawan dan seorang karyawan lain, bergunjing tentang seorang karyawan lainnya.  Siapa yang sedang sendiri engkau gunjingkan? Pasti itu bukan aku.  Aku adalah beban nama yang mudah sekali terlupa. Sedang sepi di kamar ini pun tak mengakui bahwa aku ada, apakah lagi membicarakanku.

3. Ada seseorang yang entah di mana, dia melihat anak-anak kecil bermain, berkejar-kejaran dengan bayangan mereka sendiri.  Kita belum sepakati, kau adalah bayanganku? Atau aku adalah bayanganmu? Kita saling membayangi, dan lalu jauh lari. Aku tak mengejar engkau. Dan engkau tak mengejar aku.  Jarak pun gembira bersorak!

4. Ada seseorang yang entah di mana, dia melihat  seekor burung dan seekor burung lainnya  terbang, saling susul. Lalu dedaunan menyembunyikan mereka, seperti sapu tangan tukang sulap di sebuah pertunkan sirkus yang pernah kita tonton.  "Aku ingin, kita hilang," katamu, dulu. "Lalu kita menjelma jadi sepasang orang lain, dengan cinta yang sama," kataku. Engkau, amat ragu, mengiyakannya. Dan aku tidak memaksa.

5. Ada seseorang yang entah di mana, dia melihat gubuk kayu di samping musala yang juga kayu dan disekitari oleh sehamparan sawah.  Kalau misalnya kita tersesat juga ke sana, itu bukan tersesat namanya. Itu seperti terdampar di sebuah surga. Aku akan betah saja. Tapi, kau? Kau ingin Tuhan mengutuk dan mengusir kita. Itu sebabnya kau begitu ingin berdosa.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun