Saat ini kebanyakan tayangan videoklip terutama musisi lokal tidak ada yang bersih dari iklan RBT (Ring Back Tone) lagu tersebut. Termasuk ketika musisi tampil live pada program musik reguler harian/ mingguan (seperti inbox, dahsyat, derings) atau pada tayangan siaran tunda. Selama sang musisi tampil, selama itu pula di layar TV kita akan terselip iklan RBT-nya. Tertera di situ berbagai macam kode untuk mengunduh RBT dari beberapa operator seluler.
Bisnis RBT sebenarnya bisnis receh. Harga 1 unitnya cuma Rp 3000 untuk masa pakai 7 hari. Tapi jika dilihat dari sisi unduhnya, RBT menjelma menjadi bisnis ratusan juta hanya dalam 1 hari saja. Kita ambil contoh band Wali yang mencetak rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk unduh RBT terbanyak dan tercepat. RBT single “Baik-baik Sayang”nya berhasil diunduh 8 juta kali dalam 2 bulan (November-Desember 2009). Jika dirata-ratakan, dalam 1 jam terdapat 5555 kali unduh dan hanya dalam 1 jam sudah dapat membukukan penjualan Rp. 16,7 juta. Dengan 1 single saja, Wali sudah mencetak Rp 24 miliar dalam 2 bulan.
Contoh sukses lain dari bisnis RBT adalah grup Samsons. Sebagai band pendatang baru di tahun 2006, singlenya yang berjudul “Kenangan Terindah” mencetak pendapatan Rp 32 miliar dengan 4 juta unduh. Kemudian pada 2008, grup D'Masiv menghasilkan Rp 48 miliar dari single “Cinta Ini Membunuhku”. Pada 2009, single “Tak Gendong” dari almarhum Mbah Surip menghasilkan Rp 9 miliar, dengan angka bersih untuk pribadi almarhum sebesar Rp 4,5 miliar. Begitu menggiurkan bukan. Dari beberapa kisah sukses tersebut, tidak terlihat nama musisi atau grup yang sering mengikuti kontes musik tingkat dunia. Tidak terlihat juga nama musisi yang sudah lama berkiprah di blantika musik Indonesia. Sehingga tidak dapat disalahkan jika produser sekarang lebih suka mencari musisi yang mampu membuat lagu ‘racun’. Lagu yang mudah dicerna baik lirik maupun nadanya, yang mudah disenandungkan oleh masyarakat dalam setiap kesempatan yang ada.
Karena bisnis RBT, musisi tidak lagi harus menyepi bertahun-tahun untuk mendapatkan inspirasi pembuatan 1 album lagu. Cukup buat 1 single, rilis dan raup pendapatan yang besar. Bahkan banyak yang berpikir ‘kreatif’ bahwa sukses di dunia musik tidak perlu lagi dengan meniti karir berlama-lama. Cukup unggah video ke YouTube, ciptakan pesan berantai melalui situs jejaring sosial, dan nikmati pengalaman menjadi selebriti dadakan. Sehingga sangat bisa dipahami jika ada yang sampai berseteru hanya untuk menjadi produser dari seorang Briptu Norman, yang awalnya hanya melakukan lipsync untuk sebuah lagu India.
Bisnis RBT dari sisi operator seluler juga merupakan sebuah lahan yang menjanjikan. Telkomsel - pemimpin pasar seluler Indonesia - menyatakan 5,5 % pendapatannya atau sekitar Rp 500 miliar berasal dari RBT dengan 9 juta pelanggan. Tahun 2011, Telkomsel menargetkan pertumbuhan revenue dari RBT hingga Rp 800 miliar dari sekitar 20 juta pelanggan. Saat ini Telkomsel bekerjsama dengan sekira 100 mitra label rekaman, content provider, digital store provider, dan platform provider yang menyediakan 72.000 NSP (Nada Sambung Pribadi), 15.000 lagu full, 3.000 mini song, dan 1.000 videoclip. Ini baru dari satu operator seluler saja.
Bisnis RBT adalah rising star business. Bagi operator seluler, bisnis konten berbentuk musik ini menjadi salah satu angin segar di saat pendapatan dari produk voice dan text semakin menurun. Bagi musisi, setiap single yang diciptakan memiliki kesempatan yang sama untuk mencetak pendapatan yang besar. Tidak seperti dahulu, dari 1 album yang dirilis mungkin hanya 1 atau 2 single saja yang menjadi hits.
Akhirnya, meski hanya dapat menciptakan 1 single, namun jika single tersebut bisa menciptakan jutaan unduh, sangat mungkin jika saat itu juga sang musisi memutuskan untuk berhenti bermusik. Hasil jutaan unduh RBT tersebut rasanya cukup untuk menjadi modal membuka usaha skala menengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H