Mohon tunggu...
JURNIATI
JURNIATI Mohon Tunggu... Guru - Guru SMKN 1 Mamuju

Saya adalah guru Mata Pelajaran Teknik Ketenagalistrikan yang juga ditugaskan sebagai Fasilitator guru penggerak angkatan 7 Kemendikbud dan sekaligus sebagai Peserta calon guru penggerak rekognisi Balai Guru Penggerak Provinsi Sumatera Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manfaat Coaching untuk Meningkatkan Semangat Belajar Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Ogan Komering Ulu Sumsel

11 Desember 2023   17:04 Diperbarui: 11 Desember 2023   17:17 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokakarya 7 CGP A7.10 Sumsel, dokpri

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Dengan pendapat-pendapat tersebut maka dapat didefinisikan bahwa coaching adalah metode  pengembangan diri dan pencarian solusi atas masalah yang dihadapi oleh seseorang, dimana coach memberikan kesempatan luas kepada coachee untuk mengutarakan masalah yang dihadapi, kemudian menggali potensi coachee untuk menemukan sendiri solusi yang terbaik yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, kapan rencana aksi akan dilakukan serta hambatan yang kemungkinan akan muncul. Selain itu coach juga perlu untuk menanyakan orang terdekat yang bisa diajak untuk berkolaborasi dengan coachee untuk membantu melakukan rencana aksinya. Penting diingat bahwa coach tidak boleh bersikap menggurui saat menggali potensi dari coachee, biarkan mereka nyaman untuk menceritakan semua masalah, usahakan mereka mengeluarkan pendapat dengan hati yang tenang tanpa tekanan, tanpa merasa bersalah dan intinya mereka tetp dihargai mulai dari awal sampai akhir sesi coaching.

Metode coaching ini saya terapkan sebagai seorang Fasilitator Guru Penggerak angkatan 7 yang membersamai 18 orang Calon Guru Penggerak (CGP) kelas A7.10 Balai Guru Penggerak Sumatera Selatan selama kurang lebih 5 bulan dan berhasil menyelesaikan pendampingan kepada mereka dimana mereka semua memperoleh kelulusan dengan predikat Amat Baik. Pertanyaan yang akan muncul adalah apakah sangat mudah mendampingi para guru yang notabene adalah orang dewasa yang mempunyai berbagai macam kesibukan dan tantangan hidupnya masing-masing? Jawabannya adalah tidak segampang yang kita bayangkan. Pembelajaran orang dewasa (andragogi) jauh berbeda dengan pembelajaran remaja setingkat SMP maupun SMA/SMK yang maka untuk anak sekolah memang fokus untuk belajar dan tidak terlalu banyak terbebani dengan kehidupan dan tanggung jawab terhadap keluarga dan lingkungan sekitar.  Orang dewasa yang didampingi pada kegiatan ini adalah orang yang sudah disibukkan dengan pekerjaan utama sebagai guru di sekolah, mengurus anak di rumah, mengurus organisasi kemasyarakatan serta berbagai kesibukan lainnya. Belum lagi hambatan pembelajaran daring karena kegiatan ini sebagian besar dilaksanakan secara daring, khususnya untuk kegiatan fasilitator semua dilakukan secara online. Beberapa guru yang tinggal di pelosok akah sangat terkendala dengan jaringan internet yang susah, belum lagi pemadaman listrik yang kerap terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dengan adanya kendala yang beragam ini maka sangat penting seorang fasilitator menerapkan metode terbaik untuk membangkitkan semangat para calon guru penggerak yang didampingi agar mereka tidak putus asa bahkan mundur dari program. Fasilitator berperan aktif untuk mendampingi, membantu sekuat tenaga mengatasi persoalan yang dihadapi oleh mereka dan selalu berupaya membuat hati mereka tenang dan bersemangat untuk menuntaskan pembelajaran modul demi modul. 

Metode pengembangan diri terbaik yang diterapkan adalah metode coaching seperti yang dijelaskan diatas, dimana CGP merasa diberdayakan, tidak merasa bersalah dan merasa dihargai pendapatnya oleh coach atau fasilitatornya.  Dalam proses fasilitasi ke-18 orang CGP yang saya dampingi, dapat saya rangkum beberapa hambatan berat yang CGP saya alami selama 5 bulan proses pembelajaran yaitu:

  • Salah seorang CGP harus mendampingi orang tuanya (ayahnya) ke kota Palembang untuk melakukan operasi mata.
  • Salah seorang CGP saya mengalami sakit parah di awal-awal pembelajaran modul 1.1 dan berniat mengundurkan diri karena merasa banyak tertinggal dalam pembelajaran.
  • Beberapa CGP harus mendampingi anaknya dan suaminya opname di rumah sakit.
  • Beberapa orang CGP yang tinggal di pedesaan mengalami mati lampu akibat hujan keras dan petir yang sambar menyambar.
  • Beberapa CGP harus mencari titik lokasi yang bagus untuk mendapatkan signal yang lebih baik.
  • Beberapa CGP yang merupakan wakil kepala sekolah mempunyai beban berat dalam pekerjaan mereka hingga terkadang harus lembur di sekolahnya sambil menuntaskan modul pembelajaran.
  • Salah seorang CGP mengajar di salah satu SLB yang letaknya merupakan daerah texas (berbahaya) sehingga tidak boleh pulang larut malam, sedangkan di rumahnya tidak ada jaringan internet.

Dengan berbagai persoalan yang dihadapi seperti terangkum di atas, maka akan sulit rasanya bisa menuntaskan pembelajaran 18 orang CGP 100 % jika tidak melakukan metode pengembangan diri yang tepat. Jika saya memberikan solusi untuk mereka jalankan maka belum tentu itu tepat menurut mereka. demikian juga jika saya menerapkan disiplin yang tinggi dengan memberlakukan punishment kepada mereka, tentu mereka akan kabur dari program. Nah dengan menerapkan metode coaching kepada mereka satu per satu, maka tindakan ini sangat efektif membantu mereka melewaati rintangan belajar satu demi satu sehingga dapat lulus 100 % menjadi guru penggerak Angkatan 7. Coaching tentu tidak dilakukan secara langsung dan tatap muka karena jarak kami jauh dan tidak memungkinkan, tetapi coaching dilakukan melalui komunikasi whatsapp messenger, telepon, maupun komunikasi antara CGP dan fasilitator di LMS. Semua media yang bisa digunakan kami maksimalkan untuk memperlancar komunikasi. Jika CGP minta saran dan pendapat maka dengan senang hati saya akan membantu, tetapi sekali lagi saya sangat menghindri kesan menggurui.

Alur coaching yang saya gunakan adalah alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana aksi, TAnggung jawab). Dalam tahapan Tujuan, saya meminta CGP menjelaskan maksud dan tujuannya melakukan percakapan. Tahap identifikasi masalah saya tanyakan potensi yang dimiliki CGP dan nilai potensi tersebut menurut mereka (penilaian diri), apa hambatan yang muncul dan apa solusi yang menurut CGP terbaik dan mudah dilaksanakan.  Selanjutnya untuk tahap Rencana aksi saya tanyakan ke CGP  apa rencana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan coaching yang telah dikemukakan, kapan rencana tersebut akan dijalankan dan berapa lama waktu yang digunakan untuk menjalankan rencana aksi tersebut, apa ukuran keberhasilan dari rencana aksi tersebut dan bagaimana CGP mengatasi gangguan yang muncul. . Untuk Tahap TAnggung jawab  ditanyakan komitmen CGP terhadap rencana aksi yang dilakukan, siapa yang dapat berkolaborasi dengan CGP untuk menjaga komitmen, dan bagaimana rindak lanjut dari sesi coaching ini.

Alur pembicaraan TIRTA ini tidak harus runut dan sistematis, tetapi intinya dalam percakapan tersebut mengandung semua alur TIRTA. Kunci utama melakukan metode coaching adalah "Mendengarkan dengan RASA" agar coachee kita senang dan merasa didengarkan dan diperhatikan. R (receive) artinya mendengarkan dengan seksama semua informasi yang disampaikan coachee, A (Appreciate) memberikan tanda atau bahasa tubuh yang menandakan kita mendengarkan coachee, S (Summarize)  saat coachee selesai bercerita maka kita merangkum hasil pembicaraan dan mengonfirmasi kembali ke coachee untuk menyamakan persepsi, A (Ask) yaitu mempunyai keterampilan bertanya kepada coachee dengan mengajukan pertanyaan berbobot agar coachee lebih memahami situasinya., memberikan pertanyaan terbuka (apa, bagaimana, kapan, dimana, seberapa) dan menghindari pertanyaan tertutup (mengapa, apakah, sudahkah) untuk menghindari kesan menggurui. 

Setelah 5 bulan mendampingi CGP A&.10 Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan dengan lebih banyak melakukan metode coaching saat pendampingan, maka terbukti metode ini sangat efektif diterapkan khususnya pada pembelajaran andragogi  ke guru-guru di Ogan Komering Ulu tersebut. Dengan berbagai rintangan yang muncul mereka bisa lalui dengan baik dan menemukan jalanmkeluar yang tepat, sehingga mereka bisa menyelesaikan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 dengan sukses. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun