Kalau ditanya, koran apa yang paling hebat di Indonesia saat ini? Jawabnya adalah Kompas. Terus, kalau majalah yang paling berpengaruh dan disegani? Jawabnya adalah Tempo. Lah kalau obat mabuk kendaraan? Itu sih gampang. Ya Antimo.
Merek-merek tersebut begitu kuat melekat di benak masyarakat Indonesia, terutama di daerah saya di Bengkulu. Kompas dan Tempo, seolah telah menjadi barometer media cetak. Bahkan ada kawan berpendapat, kalo belum pernah jadi wartawan Kompas atau Tempo, berarti belum menjadi wartawan hebat.
Kalo saya pikir-pikir, ada benarnya juga sih. Tapi, ini semua kan relatif. Tergantung. Dari sudut pandang mana orang melihatnya.
Saya pribadi memang sangat mengagumi kedua media tersebut. Kompas misalnya. Dari dulu menyajikan karya jurnalistik berkelas, gampang dimengerti dan menetapkan standar tinggi bagi wartawannya untuk mencari berita-berita bernilai. Apalagi features-nya. Rubrik seperti Sosok, Nama dan Peristiwa, adalah halaman favorit saya. Bagi saya pribadi, cerita tentang orang selalu menarik bahkan terkadang mencerahkan.
Selain itu, kalo berkarier di grup Kompas, kayaknya sangat menjanjikan. “Gajinya memang besar, belum lagi tunjangan-tunjangan lainnya,” kata Yal Azis, mantan wartawan Kompas periode tahun 90-an, sekaligus salah seorang guru saya menulis.
Kemudian, Tempo, tentunya majalah. Saya melihat, majalah ini juga menjadi rujukan bagi media lain yang terbitnya bukan harian. Katakanlah mingguan atau bulanan. Saya sangat senang membaca tulisan-tulisan majalah ini yang disajikan dengan gaya, kalo menurut saya sih Jurnalisme Sastra. Ini yang menarik dari Tempo.
Tempo tahu betul cara bersaing dengan koran yang terbit harian, media online, radio dan televisi, yang mengutamakan kecepatan informasi. Tapi, bagi Tempo, itu bukan persoalan. Dengan SDM yang telah memiliki jam terbang tinggi, semua rubrik memang betul-betul diperhatikan.
Intinya kalo saya melihat, kekuatan Tempo ini, selain oplah, yakni konten. Tempo dikenal sebagai pelopor media invetigasi. Ini yang menjadi daya tarik Tempo di mata pembaca. Buktinya, meskipun sebuah peristiwa sudah ditayangkan di televisi, ketika Tempo terbit seminggu setelahnya, orang masih geger saja. Tempo memang luar biasa.
Kemudian, Tempo tahu betul cara menyajikan konten yang tak mudah basi seperti features yang ditulis dengan gaya nyastra pula. Oplah tinggi, konten menarik, dan enak pula dibaca. Sekali lagi, untuk Kompas dan Tempo, saya sepakat kalo disebut-sebut sebagai barometer atau kiblat dunia jurnalistik nasional.
Itu kalo bicara media. Bagaimana dengan Antimo yang obat anti mabuk? Rasa-rasanya, memang baru inilah obat anti mabuk kendaraan yang ada dan dipercaya masyarakat kita saat ini. Mungkin kompetitor belum punya nyali kalo mau bersaing dengan merek ini.
Demikian pula merek seperti Sasa, Supermi, Honda, dan masih banyak lagi. Bahkan, di Sumatera Barat, orang menyebut sepeda motor dengan sebutan Honda. Padahal mereknya bisa saja Yamaha, KTM atau lainnya.
Intinya dalam tulisan ini saya mau mengatakan, produk-produk tersebut telah sangat sukses menanamkan citranya, mempengaruhi benak masyarakat Indonesia, sehingga, ketika orang menyebut atau membutuhkan sesuatu, orang langsung menyebut dan memercayakan merek itu. Sebuah strategi pemasaran yang hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H