[caption caption="lightsailed.com"][/caption]Penutupan sejumlah media cetak bukan sesuatu yang mengejutkan lagi bagi industri media. Kompas dalam satu artikelnya menerbitkan tulisan mengenai Senjakala Surat Kabar di Indonesia memberikan gambaran mengenai kondisi media cetak saat ini. Sejumlah media cetak Indonesia seperti Sinar Harapan membuktikan hal tersebut memang benar-benar terjadi.
Menurut Maryadi, media baru di Indonesia berkembang pesat. Selama lima tahun terakhir tercatat pengakses internet terus melonjak seiring dengan ketersediaan infrastruktur yang makin meluas, terjangkau, dan murah. Pada tahun 2011, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 55,23 juta, meningkat dari 42,16 juta orang di tahun 2010. Itu artinya, seperempat penduduk Indonesia sudah kenal internet. (Maryadi, hlm 8).
Tidak hanya media di Indonesia, bahkan koran legendaris, The Washington Post mengalami hal tersebut. Saya rasa ini dapat menjadi suatu kajian menarik. Seperti apa bila media cetak kemudian melakukan transformasi menjadi media online. Saya memperhatikan ini tidak hanya mencakup pergeseran dari media cetak ke online tetapi juga merujuk pada konvergensi media. Era media digital ini kemudian merujuk pada suatu sistem baru yang disebut konvergensi. Konvergensi merupakan proses penyatuan dalam satu ketertarikan atau fokus yang sama. Konvergensi menjadi tren komunikasi masa depan. (Mc Quail : hlm 20).
Tentu banyak terjadi pergerakan dan perubahan tampilan, penyajian berita bahkan mungkin rutinitas media The Washington Post. Disini pembahasan saya fokuskan pada konten yang tersaji pada situs Washington Post.
Sejarah Washington Post
The Washington Post, merupakan koran harian pagi yang diterbitkan di Washington, DC. Koran ini dominan di ibukota AS dan terhitung sebagai salah satu surat kabar terbesar di negara itu. The Washington Post didirikan pada tahun 1877. Mulanya terdiri atas empat halaman dari Partai Demokrat. Selama lebih dari setengah abad The Washington Post menghadapi masalah ekonomi. Meskipun pernah berafiliasi dengan Demokrat, The Washington Post berkembang dan kemudian dikenal sebagai publikasi sangat konservatif.
The Washington Post sempat berganti-ganti sistem manajerial. Hal tersebut juga membuat The Washington Post merubah corak. Salah satu manajer bernama Warren G. Harding yang kebijakannya dianggap banyak tercermin koran The Washington Post. Dibawa manajemen Ned McLean The Washington Post mengalami kebangkrutan.
Seorang tokoh bernama Meyer mulai membangun kembali karakter The Washington Post. Meyer memberi penekanan terhadap sikap editorial suara dan independen dan menyeluruh, akurat, dan ditulis dengan baik pelaporan. The Post menjadi terkenal karena pelaporan interpretatif nya, dan kartun dari Herbert L. Block (Herblock) memberi halaman editorial bermata, menarik banyak tepuk tangan (dicampur dengan pembatalan dari target Herblock) dan pembaca yang luas. Meyer berbalik kertas ke anak-iparnya, Philip L. Graham, pada tahun 1946, dan Graham terus memperluas dan memperbaiki itu.
Pada tanggal 18 Juni 1971 The Washington Post mulai menerbitkan kutipan rahasia dari Departmen Pertahanan. Data tersebut kemudian dirilis dalam bentuk buku “The Pentagon Papers” (1971). Dalam buku tersebut diungkapkan sejarah keterlibatan AS di Indocina dari Perang Dunia II sampai 1968, termasuk perannya dalam Perang Vietnam. Penemuan berikutnya mengungkapan keterlibatan presiden dalam skandal Watergate. Kala itu, Richard Nixon menjabat sebagai presiden. Skandal politik ini juga dikelilingi banyak kegiatan ilegal di bagian administrasi Amerika Serikat. Richard Nixon akhirnya mengundurkan diri. Akibat insiden pengungkapan tersebut, tahun 1973 The Washington Post memenangkan penghargaan.