Mohon tunggu...
Agnes Friska Cyntia
Agnes Friska Cyntia Mohon Tunggu... Konsultan - AFC | Digital Marketing, Agnes Friska Cyntia 🦄Micro Influencer #DigitalNomadsLyfe ✨I show people how to get income through social media

@agnesfcyntia | Menulislah, jika engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dunia dan dari pusaran sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalis Tanpa Kartu Pers

17 Juni 2016   01:34 Diperbarui: 17 Juni 2016   01:57 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi yang cukup pesat ditambah lagi adaptasi yang cukup baik memungkinkan penduduk Asia khususnya Indonesia memanfaatkan gadget sebagai sarana penunjang kehidupan. Hal ini tidak hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja tetapi berbagai kalangan dapat menikmatinya, tetapi tentu saja ketersediaannya sesuai dengan budget masing-masing. Hal ini akan terasa betul terlebih jika anda tinggal di perkotaan. Gadget yang dilengkapi dengan koneksi internet memungkinkan anda mampu mengakses berbagai informasi dan menemukan berbagai hal baru. Tidak hanya berupa informasi tetapi bahkan jejaring pertemanan dan komunitas baru dapat ditemui di media sosial. Media sosial dapat berupa facebook, twitter, instagram, dll.

Belakangan, rupanya fasilitas yang tersedia dalam media sosial dapat juga berupa informasi yang berkaitan dengan bidang jurnalistik. Dikatakan berita karena informasi memuat 5W+1H dan terdapat pula nilai berita didalamnya. Jurnalisme media sosial ini pada akhirnya dapat diterima dengan mudah oleh berbagai kalangan seiring dengan perkembangan media sosial. Feedback dari pembaca yang diterima oleh penulis juga lebih cepat dapat diakses dan memunculkan interaksi antara pembaca dan penulis. Siapapun dapat menjadi seorang jurnalis dan memberikan informasi. Jurnalisme media sosial ini yang saya sebut jurnalis tanpa kartu pers. Mereka tak resmi, tapi mereka ada.  Gaya jurnalisme ini mampu merangkul masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam penyebaran informasi meski aturan tidak terlalu bersifat mengikat. Dari data menjadi sebuah berita. 

Tetapi tidak selamanya hal ini justru baik. Banyak juga diantara penulis yang sebenarnya tidak memahami hakikat penulisan berita berbais jurnalistik. Ini yang justru jadi persoalan. Akibatnya muncul berbagai penyimpangan seperti : Judul tidak sesuai dengan isi berita dan bahkan hanya menonjolkan kesan sensasional . Hal ini memunculkan pertanyaan Lalu dimanakah peranan institusi media?”atau apakah masyarakat sekarang justru lebih percaya pada jurnalis tanpa title?  Apakah institusi pers sudah kehilangan martabatnya sebagai pemberi informasi? 

Saya rasa, justru pers tidak mati dan sedikitpun kehilangan martabatnya. Hadirnya jurnalisme media sosial ini memang mempermudah, tetapi untuk memastikan informasi tersebut valid atau tidak maka masyarakat tetap butuh sumber terpercaya. Siapakah sumber terpercaya itu? Tentu saja harapannya media tetap menjadi pemegang kunci tertinggi sebagai penentu validitas informasi yang berkembang dalam masyarakat. Validitas suatu data lebih dapat dijangkau oleh seorang jurnalis yang bekerja disebuah  institusi pers. Hal ini masih menjadi tugas dan tanggung jawab utama seorang jurnalis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun