[caption id="attachment_167649" align="aligncenter" width="502" caption="FOTO: Ilustrasi diambil dari abieomar.wordpress.com"][/caption] Dear Pak SBY, Namaku adalah Panca.  Aku adalah makhluk biasa yang berjalan mengikuti irama dunia.  Aku bukan pejabat yang lahir dalam kehidupan orang kaya, dan aku juga bukan orang terkenal yang memiliki banyak fans untuk digandrungi dan dimintai tanda tangan. aku hanyalah makhluk Tuhan yang berusaha taat dibawah pemerintahanmu,  hukummu, dan keputusan-keputusanmu yang engkau katakan bijaksana itu. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah,  aku ini SAHABATMU. Berjalannya waktu dari tahun ke tahun, aku tetap setia dibawah pemerintahanmu dari engkau mulai memimpin. Aku tak pernah meninggalkanmu walaupun engkau terlihat meninggalkan aku. Dalam hidupku, aku memiliki prinsip yang tidak akan pernah aku ubah dalam hidupku. Dan engkau pun tahu itu karena engkau pernah membaca dan menglafalkannya. Tetapi kini, aku mau mengingatkannya lagi untukmu. Karena aku melihat engkau mulai melupakan prinsip itu dalam tindak lakumu. Padahal engkau pernah berjanji kepadaku untuk terus memegangnya. Tetapi sebelumnya, tidakkah kau lihat kerut di dahiku? Itu disebabkan oleh tindakan semena-mena yang dilakukan orang-orang kepercayaanmu. Dan tidakkah kau lihat juga tajamnya tatapan mataku? Itu karena ketidakadilan yang sudah tidak ada harganya lagi di bawah pemerintahanmu. Sehingga seringkali muncul keinginan dariku untuk terbang meninggalkanmu dan negaramu serta tidak kembali lagi. Tetapi aku tidak mau. Karena rasa cintaku sangat besar ada di negeri ini. Ketika kulihat berita televisi dan dengar radio berita tentangmu, aku mencoba untuk mengacuhkan berita miring tentangmu, dan kutepiskan keegoisan dalam batinku. Hanya untuk melihatmu dari sudut pandangku yang berbeda tentangmu. Tapi sekarang, mengapa engkau memudarkan kepercayaanku terhadapmu? Engkau membuat aku bersedih dan menangis tanpa henti. Mata dan pipiku basah bukan karena apa yang engkau buat terhadap diriku tetapi apa yang engkau buat terhadap rakyatmu? Yaitu mereka yang membawamu naik dan berhasil sampai saat ini, yaitu mereka yang mendoakanmu disaat engkau sedang berjuang dan dalam masalah. Kesusahan apa lagi yang akan dialami oleh rakyatmu akibat keputusan egomu? Jangan samakan mereka dengan teman-teman barumu yang berdasi dan ber-jas itu dalam meminta pendapat! Tetapi dengarkanlah suara, jeritan, teriakan, dan permohonan dari rakyatmu yang pernah mendukung dan membawamu sampai saat ini di istana yang megah. Mereka adalah teman, sahabat, dan saudaramu yang sebenarnya. Kalaupun mereka turun ke jalan untuk memprotesmu itu bukan karena mereka membencimu. Tetapi karena mereka sangat perhatian terhadapmu. Mereka mengingatkanmu agar engkau tidak melupakan mereka yang telah jauh dibawahmu. Mereka sayang...mereka cinta...dan mereka peduli  terhadapmu sama seperti diriku kepadamu. Kini, aku tidak bisa terus berdiam. Rasa percayaku membuatku sepi dan terpana akan wibawamu. Sehingga membuat aku terus membisu tanpa kata-kata dan harapan keluar dari mulutku. Hatiku capek dan terus mengguncang diriku untuk berkata-kata dari sikap diamku kepadamu. Sehingga kali ini, aku datang kepadamu dengan suara hati dalam surat ini. Dan dengarkanlah permohonanku:
"JANGANLAH KIRANYA ENGKAU NAIKKAN HARGA BBM BAGI RAKYATMU, WAHAI ENGKAU SAHABATKU"
Hanya satu ini saja permohonanku darimu.
Aku memohon dan meminta saat ini bukan untuk diriku sendiri. Tetapi untuk mereka yang berada di bawah kepemimpinanmu. Aku tidak peduli akan diriku sendiri asalkan rakyatmu sejahtera dan hidup dengan harmonis. Hanya ini permohonanku kepadamu, dan aku harap engkau mendengarkannya dan mengabulkannya.
Aku tidak ingin integritasmu hilang sebagai seorang pemimpin di mata rakyatmu. Karena tidak ada salahnya untuk membungkuk kembali setelah sekian lama menegakkan badan dan kepalamu di depan rakyatmu dan teman-teman barumu. Engkau tidak akan terlihat rendah dan plin-plan bila keputusanmu didasarkan kesejahteraan bersama dalam negaramu, yaitu rakyatmu. Mereka membutuhkan engkau, dan engkau membutuhkan mereka.
Aku harap engkau mau membuka hatimu dan telingamu akan permohonanku yang satu ini. Dan aku harap juga engkau mau membuka matamu melihat kehidupan ekonomi rakyatmu diluar istanamu itu. Ingatlah: Mereka sayang dan cinta kepadamu.
Dan mengakhiri permohonan dalam suratku ini, aku ingin engkau mendengar harapanku kepadamu:
1. Bersikaplah adil dalam memimpin
2. Berhikmatlah dalam memutuskan segala sesuatu,
3. Bijaksanalah dalam menghadapi masalah.
4. Dan junjunglah nilai demokrasi bukan sepihak.