Padahal, disaat proses pemakaman, pasien positif tersebut dikuburkan oleh petugas tanpa pelayat dan keluarga yang mendampingi. Tapi jurnalis malah ke lokasi untuk meliput.
Alat Pelindung Diri (APD) juga sangat diperlukan, namun untuk menggunakannya sangat repot dan untuk memperolehnya juga susah. Jurnalis memiliki mobilitas tinggi, biasanya menggunakan sepeda motor kesana kemari. Menggunakan APD sangatlah sulit, mobilitas terbatas.
Bahkan banyak jurnalis media nasional sekalipun tidak dilengkapi APD. Lalu, bagaimana jaminan keselamatan jurnalis?. Berbagai organisasi profesi jurnalis sudah mengeluarkan panduan keselamatan peliputan, salah satunya menjaga kebersihan dengan sesering mungkin mencuci tangan pakai sabun dan selalu membawa hand sanitizer.
Lantas, bagaimana jika sebuah negara berstatus lockdown. Apakah jurnalis dan tenaga medis ikut lockdown? Tentu tidak, petugas medis harus tetap bekerja. Jurnalis juga harus terus melaporkan perkembangan di lapangan untuk berita yang dibaca oleh masyarakat.
Bayangkan, bagaimana jika jurnalis ikut stay at home, maka bisa jadi di internet, televisi maupun radio tidak ada sama sekali berita yang muncul. Jurnalis sendiri memiliki filosofi, "Jika kiamat sekalipun terjadi, jurnalis akan tetap bekerja meliput."
Lalu, bagaimana jaminan sosial terhadap kedua profesi diatas. Kedua profesi itu sangat rentan tertular dan menularkan. Namun, bagaimana jaminan sosial terhadap mereka khususnya dari negara.
Pak Presiden, jurnalis dan tenaga medis perlu lebih diperhatikan lagi jaminan sosial mereka. Mereka hanya manusia biasa yang memiliki keluarga dan kebutuhan hidup. Pak Presiden bisa memberikan stimulus khusus ataupun jaminan sosial dalam bentuk lain terhadap kedua profesi ini.***