Sinema Asia dalam beberapa tahun terakhir ini menawaran menarik karena inovasinya. Secara sinematografi memang nuansa Hollywwod kuat, tetapi para sineas Asia ini mampu mengadaptasinya dengan cerita Asia. Â Tiga di antaranya saya bahas dalam tulisan kali ini.
Train to Busan (Bahasa Korea  Buasanhaeng) rilis 2016 merupakan upaya sineas Korea mengadaptasi horor zombie. Sutradara Sang Ho Yeon memindahkan drama teror zombie ke atas kereta dari Seoul ke Busan.  Ketegangan dibangun penumpang yang selamat tidak terjangkit dari zombie bertahan di satu gerbong dan ada yang harus melewati gerbong yang penuh zombie. Sementara di luar juga ada serangan zombie. Satu-satunya jalan ialah harus tiba di Busan dengan utuh, karena itu satu-satunya yang tidak terinfeksi zombie.Â
Tokoh utamanya seorang ayah yang berprofesi sebagai manajer keuangan bernama Seok Woo (Gong Yoo) mengantar putrinya Soo An (Kim Su An) ke mantan isterinya ke Busan. Tokoh-tokoh lainnya seorang suami dan istrinya yang hamil, Â dua kakak beradik berusia senja, satu tim bisbol sebuah SMA, seorang CEO yang egois dan seorang gelandangan yang tiba-tiba masuk kereta karena menyadari "sesuatu bakal terjadi".Â
Tidak terlalu istimewa sebetulnya. Tanda-tanda awal serangan zombie sudah ada di awal cerita, rusa yang hidup lagi setelah tertabrak mobil, gedung yang terbakar, kemudian berita soal kerusuhan dengan sebab misterius ditayangkan televisi dalam kereta. Cara zombie menyerang manusia sehat juga bukan hal yang baru berdesakan, saling memanjat beramai-ramai mengingatkan saya pada War of Z, Brad Pitt.
Kelebihannya hanya pada drama manusia, siapa yang egois, siapa yang mau berkorban untuk menolong cukup menonjol dalam film ini dan tidak tampak lebay. Â Hanya sedikit dari para penumpang kereta yang tiba di Busan mengingatkan pada berapa film zombie hollywood lainnya. Siapa yang bakal selamat dan siapa yang menjadi korban dengan mudah bisa ditebak.
Interchangebercerita tentang fotografer forensik Adam (Iedel Idris) trauma menyaksikan pembunuhan sadis yang membuatnya berhalusinasi. Dia mengundurkan diri hingga diminta kembali oleh seorang detektif polisi untuk ikut penyelidikan pembunuhan berantai yang sebangun yang pernah disaksikan Adam.
Adam kemudian menemukan bahwa  pembunuhan itu mungkin ritual pembebasan roh yang terterangkap dalam kaca negatif seorang fotografer Inggris 100 tahun yang lalu. Keterlibatan tetangganya Iva (Prisia Nasution) menggiring Adam pada pengalaman spiritual yang menakutkan, termasuk pertemuannya dengan tokoh misterius Belian (Nicholas Saputra).
Pertarungan antara detektif Man dengan Belian dan metamofoforsis sejumah karakter menjadi burung enggang digambarkan cukup menarik, tak kalah dengan film Hollywood. Adegan-adegan ini menjadi favorit saya. Â Akting Nicholas Saputra dalam film ini menjadi luar biasa di mata saya karena dia memainkan karakter di wilayah abu-abu menjadi nilai lebih lainnya.
Interchange adalah film Malaysia yang paling berkesan menurut saya. Film ini boleh dibilang film post modern-nya Malaysia. Â
Sejak itu penduduk desa termasuk putri sang pemburu harus mempertahankan diri. Keberadaan harimau mengundang para petualang dari China dengan jurus kungfu-nya dan dari Eropa yang menggunakan senapan modern. Â Belakangan diketahui bahwa harimau siluman itu bisa siapa saja dan berhubungan dengan orang berilmu.
Settingnya mungkin era 1950-an  atau 1960-an dilihat cara berpakaian orang kota dan mobil yang digunakan. Wilayahnya adalah perbatasan Siam dengan Kamboja yang disebut dalam film ini sebagai Khmer.  Film ini begitu menegangkan penuh kejutan dan alurnya benar-benar tidak bisa ditebak. Saya juga karakter anak gadis ABG dari tokoh utamanya yang berburu tak kalah dengan laki-laki.