Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

(Tokoh Jabar1950-an) Daeng Soetigna: Bermain Angklung Karena Seorang Pengemis

10 Februari 2016   21:16 Diperbarui: 10 Februari 2016   22:32 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber foto: Tropen Museum"][/caption]Wajah laki-laki yang usianya sudah menginjak setengah abad tidak menunjukkan tanda kelelahan. Ruang Yayasan Pusat Kebudayaan di Jalan Naripan pada Minggu pagi 27 Juli 1958 menjadi saksi buah perjuangan laki-laki bernama Daeng Soetigna ketika diangkat menjadi Kepala Jawatan Kebudayaan Jawa Barat. Serah terima jabatan dari Kepala Jawatan Lama Oemaj Marta Koesema yang memasuki usia pensiun pada 1 Juli 1958 kepada Daeng Soetigna dihadiri oleh Oesman Joedakoesoemah, Kepala Jawatan Kebudayaan Pusat dan Kepala Perwakilan Kementerian PPK untuk Jawa Barat Djusar Kartasubrata.

Pengangkatannya sebagai Kepala Jawatan Kebudayaan Jawa Barat adalah pengakuannya sebagai budayawan terkemuka di Jawa Barat masa itu. Menurut Oesman sosok Daeng Soetigna diharapkan mampu menjalin hubungan erat antara jawatan ini dengan masyarakat serta badan-badan kesenian lainnya. “Daeng Soetigna meneruskan kemajuan di lapangan kesenian,” katanya kepada para wartawan yang hadir.

Kelahiran Pameungpreuk, Garut 13 Mei 1908 yang bernama lengkap Mas Daeng Soetigna mewarisi bakat mendidik dari ayahnya Mas Kartaatmadja dan bakat seni dari ibunya Nyi Raden Ratna Soerastri. Nama Daeng diambil dari seorang sahabat ayahnya yang datang dari Makassar karena terkesan pada kecerdasannya. Sang ayah bekerja sebagai Mantri Guru di Pangandaran, Ciamis Selatan hingga Daeng Soetigna melewatkan masa kecilnya di daerah itu. Pada masa itu tidak ada sekolah antara Parigi dan Cijulang hingga Kartaatmadja membuka sekolah.

Daeng Soetigna melewatkan masa pendidikannya di HIS Garut sekitar 1918 hingga 1921 dan kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Raja (Kweekschool) di Bandung pada 1922 dan lulus pada 1928. Pertama kali mengajar di Cianjur kemudian ke Kuningan mengajar HIS. Daeng mengajar menyanyi dan olahraga untuk semua kelas. Dia juga mengajar Ilmu Bumi dan menggambar untuk kelas IV ke atas. Di luar kelas ia memndirikan dan membina kepanduan.

Pada waktu membina kepanduan ini Daeng (dia lebih karib dipanggil Encle) memperkenalkan angklung dan band harmonika kepada para pandu. Di rumahnya ia juga melatih Band Mandolin. Namun dia sendiri mendapatkan inspirasi bermain angklung dari seorang pengemis yang datang ke rumahnya membawa angklung buncis pada tahun 1930-an. Dia kemudian membeli angklung itu dan belajar dari pengemis itu. Daeng terus belajar, dia bertemu seorang bernama Djaja belajar mencari suara dari bambu. Berkat keuletannya Daeng menyusun not balok. Dia bisa membuat angklung yang bertangga nada diatonis. Bekalnya membuat angklung diatonis berawal dari kepiawaiannya menguasai beberapa alat musik yang berasal dari Barat, seperti gitar dan juga piano. Pada 1938 itu Daeng mampu memainkan lagu-lagu Eropa dengan angklung.

Pada 1948, Daeng pindah ke Bandung dan menjadi kepala sekolah SD, dan diperbantukan pada Jawatan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat. Dua tahun kemudian ia menjadi penilik sekolah dan diperbantukan pada kursus-kursus di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Keterampilannya memainkan angklung ditunjukkannya pada 12 November 1946 dalam perundingan Linggarjati di depan tamu mancanegara. Daeng Soetigna bersama rombongannya diundang ke istana, yang menjemputnya Sutan Syahrir. Soekarno terkesan dan mengunjungi Kuningan. Sejak itu Daeng dan rombongannya kerap tampil di upacara kenegaraan. Daeng juga pernah menunjukkan kemampuannya bermain angklung ketika dia menuntaskan lagu ciptaan Johan Strauss “An Der Schonen Blauen Donau” pad Mei 1947 di Bandung. Daeng dan tim angklungnya ikut mengisi acara Konferensi Asia Afrika April 1955.

Pada 1955 Daeng mendapatkan kesempatan belajar di Australia dalam rangka Colombo Plan. Daeng belajar setengah tahun di Sydney College namun ilmu yang diinginnya justru datang dari seorang Rusia bernama Igor Hemelnitsky (1920-1987). Sekalipun orang ini tidak berkewarganegaraan, namun Igor ini sudah tersohor di New South Wales sebagai ahli dan guru musik. Pianis putra dari musisi asal Kiev, Rusia Alexander Hmelnitsky (1891-1965) ini yang mengakui bahwa angklung bisa menjadi alat musik yang sama pentingnya dengan alat musik lain.

Agak sulit bagi penulis menemukan karya Daeng Soetigna pada 1950-an. Penelusuran saya di perpustakaan nasional hanya menemukan buku setebal 48 halaman berjudul “Gembiran Bernjanji”. Buku pelajaran menyanyi ini diterbitkan Ganaco NV Bandung 1956, ditulis oleh Daeng Soetigna bersama A.H. Harahap. Isi buku ini 14 syair lagu bersama not baloknya yang ditujukan pada pelajar Sekolah Rakyat pada masa itu. Lagu pertamanya adalah Indonesia Raya, sisanya lagu yang benar-benar untuk anak-anak bila disimak liriknya.

Lirik lagu ini benar-benar mencerminkan dunia anak sekolah masa itu. Misalnya lagu “Mari Berolahraga”, liriknya: Ajuh mari berolahraga/bermain kasti/bermain bola/petang pagi setiap hari/beramai-ramai riangkan hati. Pada masa itu 1950-an olahraga yang popular bagi anak Sekolah Rakyat adalah bermain sepakbola atau kasti. Lagu lain yang menarik bagi penulis ialah “Garudaku” tentang maskapai penerbangan Garuda pada masa itu sudah menjadi kebanggaan. Simak liriknya: Garudaku, Garudaku/bawalah kami naik terbang/ terbanglah jauh di angkasa/senang-senang bersuka ria.

Sejarah kemudian mencatat bahwa peran dan pengaruh Daeng Soetigna hingga saat ini. Namun tulisan saya hanya membahas Daeng Soetigna pada era 1950-an sebagai orang yang berpangaruh di Jawa Barat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun