Â
Agresi Pertama Belanda pada 21 Juli 1947 sudah berlangsung hampr empat bulan. Militer Republik Indoensia merasa perlu membuat kejutan dengan melakukan penyelusupan, di antaranya dengan cara yang tak disangka oleh pasukan Belanda. Pada 16 Oktober 1947 di Yogyakarta  sekitar pukul 23.50 sebanyak empat belas pemuda dengan pakaian sederhana cukup dan bersenjata meninggalkan Hotel Tugu menuju Lapangan Maguwo. Mereka dipimpin seorang perwira menengah yang usianya belum mencapai 30 tahun. Â
Â
Perwira itu adalah Tjilik Riwut, ia memimpin para pemda asal Kalimantan yang menjadi paratroop dengan tujuan Kalimantan.   Pada  17 Oktober 1947 jam 02.30 Dakota RI-002 yang membawa mereka berangkat dari Lapangan Udara Meguwo Yogyakarta. Dalm bukunya Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan (kemudian diperbaharui Nila Riwut terbitan Yogyakarta, Galang Press, 2007 Tjilik Riwut menulis:
Â
Jam 07.00 tept kami melayang di atas bukit dan di seelah utaranya kurang lebih lima mil ada ladang kasar  yang di mana-mana masih ada tonggak-tonggak bekas tebangan pohin besar dan beberapa rumah panggung di celah hutan luas, Kalimantan Selatan. Di sanalah para anggota para troop diterjunkan, Mula-mila kami berputar sekali untuk melihat keadaan di bawah, sekitar dan arah angin, terdengarlah bel satu kali, lima orang satu per satu terjun ke bawah.
Â
Ke empat paratroop itu akhirnya terjun semua. Buku Sejarah Sosial Palangka Raya yang ditulis oleh JID Patianom dan H.J. Ulaen menyebutkan nama Tjilik Riwut sebagai rombongan ke II Tentara ekspedisi 96 yang masuk ke Kalimantan dari Jawa untuk menghadapi Belanda. Dia memimpin Operasi penerjunan Pasukan Payung yang pertama kali dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik indonesia (17 Oktober 1947), tepatnya di Desa Sambi, Pangkalanbun. Kalimantan. Dengan pasukan MN 1001 Brigade Mobil. Pendaratan itu disambut oleh rakyat kampung Sambi, Riam dan Panahan. Tentara Belanda segera mengerahui dan mengadakan pengepungan dan penyeruan sehingga tiga anggota pasukan payung, Kapten Udara Harry Aryadi Sumantri, Letnan Muda Iskandar dan Sersan Mayor Kosasih gugur.
Â
Awalnya Jurnalis
Dia kerap menyatakan dirinya sebagai orang hutan. Lelaki berdarah Suku Dayak kelahiran Kasongan, Katingan, Kalimantan Tengah 2 Februari 1918 tumbuh besar di hutan belantara Kalimantan. Tjilik Riwut, demikian namanya. Dia adalah salah seorang tokoh perjuangan kemerdekaan di bumi Kalimantan. Masa sekolah Tjilik Riwut lebih banyak dihabiskan di luar desanya, Kasongan, sebuah desa yang terletak di propinsi Kalimantan Tengah.