Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Review “Rahasia Imperia” Sekuel Kedua dari “Trilogi Millenium”-nya Indonesia.

8 Oktober 2014   03:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:58 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14126883891450909648

[caption id="attachment_364788" align="aligncenter" width="300" caption="Rahasia Imperia (Kredit Foto Irvan Sjafari)"][/caption]

JudulNovel:Rahasia Imperia

Penulis:Akmal Nasery Basral

Penerbit: Jakarta, Kompas Gramedia, 2014, 432 halaman

Rated :**** (Excellent)

Bagi saya cukup menarik bila seorang jurnalis punya cerita tentang petualangan jurnalis pula.Swedia punya seorang Stieg Larson, penulis trilogy “Millenium, masing-masing The Girl with Dragon Tattoo, The Girl with Played The Fire, dan The Girl Kicked The Hornets ‘ Nest.Plot ceritanya tentang seorang wartawan usia 40 tahunan Mikael Blomkvist, memecahkan beberapa kasus kriminal dibantu seorang hacker cewek berusia 24 tahun, Lisbeth Salander.

Kasus yang diinvestigasi oleh Blomkvist berkaitan dengan sejarah politik seperti gerakan Neo Nazi, kekerasan terhadap perempuan, hingga kejahatan kerah putih. Disebut “Trilogi Millenium” karena nama Millenium diambil dari majalah tempat jurnalis ini bekerja. Ketiga novel ini sudah diangkat ke layar lebar dan menjadi bagian tontonan favorit saya. Mungkin karena saya juga jurnalis.

Akmal Nasery Basral, mantan wartawan Tempo beberapa waktu lalu merilisnovelnya “Rahasia Imperia” yang merupakan sekuel dari “Ilusi Imperia” (2005)merupakan bagian dari trilogi pula kalau tidak ada aral melintang berjudul “Coda Imperia”.Tokoh utamanya jurnalis fresh graduated FISIP UI Wikan Larasati, (Akmal ini lulusan FISIP UI juga,maka saya menduga Mikael Blomkvist mewakili Larson dalam bersikap dengan segala “ideologi”-nya, begitu juga Wikan Larasati mewakili Akmal). Tentunya teriakan Wikan ketika mendapat penugasan dari atasannya ketika berada di Kontanz, Jerman adalah sikap Akmal ketika menjadi jurnalis:

Belum sempat Wikan menjawab terdengar suara ganggang telepon diletakkan di seberang. Komunikasi terputus. Gadis itu melonjak gembira dengan tangan terkepal ke udara: Yes! Tak ada profesi semenarik jurnalis (halaman 10).Teriakan Wikan adalah teriakan Akmal, juga secara tersirat juga diungkapkan Stieg Larsson melalui Mikael Blomkvist(saya membacadua novel Akmal juga secara subyektif setuju: saya cinta profesi ini).

“Rahasia Imperia”dibuka dengan kehadiran Wikan Larasati di kota kecil Konstanz, Jerman di mana patung Imperia berada. Sosok yang dijadikan patung itubukan tokoh penting, Imperia seorang pelacur Italia yang hidup di abad 14. Perempuan ini mampu menggenggam Kaisar sekaligus Paus dalam gengamannya (halaman 416). Di pelataran patung ini Wikan bertemu Melanie Capricia disingkat MC, seorang diva terkemuka (yang merupakan tokoh kunci dalam sekuel pertamanya) dan manajernya Adeliamengungkap misteri terbunuhnya pengacara flamboyan Rangga Tohjaya.Kalau saya mengintepretasikan bahwa MC adalah Imperia yang menggenggam media dan orang berkuasa di tangannya dalam sekuel pertamanya.

Wikan kemudian meneruskan investigasinya hingga kemudian dia mengetahuiMC dan Adel ditemukan tewas dibunuh di dua tempat berbeda. Melanie Capricia (MC) ditemukan tewas di kawasan dekat Masjid Yavuz Sultan Selim, Mannheim. Sementara Adelditemukanmati di daerah wisata Lindenhof,pada hari yang sama. Keduanyakunci dalam kasus Rangga. Kegigihannya mengendus kasus ini membuat Wikan berpetualang di berbagai kota di Jerman hingga Istambul Turki.Wikan dibantu oleh seniornya di Majalah Dimensi,( majalah tempat Wikan menjadi jurnalis),Mieske Tjondronegoro Zimmerman yang memang tinggal di Eropa.Wartawati yang diceritakan punya kemampuan ESP (Extra Sensory Perception) berhadapan dengan persoalan kriminal yang lebih pelik melibatkan Mafia Albania, Neo Nazi, serta mengendusbahwarangakaian pembunuhan itu berkaitan berkaitan dengan pencurian benda pubakala.Kerja kerasnya menyingkap tabir kasus ini membuat Wikan kehilangan nyawanya.

Isu Global

Membaca “Ilusi Imperia” dan “Rahasia Imperia”membuat saya merinding, bukan karena resiko yang dihadapi oleh jurnalis, tetapi bagaimana bila kasus yang diungkapkan seorang jurnalis yang dihadapi itu justru melihatkan tokoh yang harusnya melindungi profesi jurnalis yang di lapangan.Kelebihan Akmal dalam dua novel ini sangat menguasai detail-detail sejarah yang berkaitan dengan setting dan kharakter ceritanya (karena saya kira risetnya cukup dalam). Pengetahuan Akmal soal musik (karena cukup lama meliput bidang ini)tampak dalam kedua novel ini.

Hanya saja penuturan dalam “Ilusi Imperia” bolak-balik, sementara dalam “Rahasia Imperia” cukup runtut.Akmal juga menguasai geografis, sosial kultural, kosa kota Jerman dengan baik (diterapkan pada hal yang tepat).Saya menduga si penulis tahu sekali soalkota Konstanzdan beberapa kota lain di Jerman. Bahkan Akmal mampu menyajikan kuliner setempat dengan baik seolah-olah saya benar-benar sedang reportase sebagai Wikan di kota-kota itu.

Kalau Stieg Larsson menjadikan Lisbeth Salander sebagai sosok yang dibelanya, yaitu perwakilan perempuan yang menjadi korban kekerasan hingga perkosaan, maka Akmal dalam “Ilusi Imperia” dan “Rahasia imperia” menjadikan Melanie Capricia sebagai sosok yang dianggapnya korban. Seorang artis adalah manusia biasa, hanya infotainment yang menjadikannya luar biasa. Percakapan Wikan dengan ahli forensik Dr. Baertchisangat menarik.

Ahli forensik itu menyebut bahwa orang-orang yang berkecimpung di dunia musik dan hiburan tergolongrentan terhadap perselingkuhan. Bukan pada keamanan hubungan emosional, melainkan penyaluran kebutuhan seksual.Wikan menjawab: Itu sebabnya perkawinan selebritas banyak yang gagal. Namun dokter itu juga menyebut bahwa profesi jurnalis punya resiko seperti itu.

Wikan tersenyum.”Wah, terus terangsaya mendengarnya antara khawatir dan senangDok,” katanya. “Seperti penyairbesar di negara saya. ‘karena dosa kita dewasa’.”

“ Siapayang menulis begitu kata?” tanya lyvia.

“ Subagio Sastrowardoyo kalau tidak keliru.” (halaman 138). Pernyataan yang membuat saya juga tersenyum.

Sikap Wikan sendiri bagaimana terhadap seks bebas, ketika ditanya Stefan Zimmerman (putra dari Meiske) bhawa jurnalis (sekalipun di Timur) memiliki kehidupan bebas?

“ Kalau hanya ingin seks cari ditempat lain. Tak perlu ada ikatan emosional dan special cukup dengan modal uang, silahkan cari jenis perempaun yang dikhendaki? (halaman 31). Sekalipun sebagian jurnalis hidup di dunia abu-abu, tetapi tokoh Wikan punya sikap tegas. Sikapsi penulis tentunya. Saya juga tersenyum membacanya.

Akmal juga menghadirkan tokoh-tokoh blasteran dalam novel ini. Ada Rakesh, pacar Stefan yang lahir dari peranakan ayah Italia, Ibu India, sementara Stefan sendiri ayah Jerman dan ibu Jawa-ningrat.Menjadi gay adalah keniscayaan bukan sebagai sebagai hal hitam putih, sikap yang sama diperlihatkan oleh Dee dalam novel Supernova-nya.Sebagai catatan Dee juga banyak menghadirkan tokoh-tokoh blasteran.Tampaknya sudah ada beberapa penulis novel Indonesia menjadi “globalis”.

Selebihnya saya setuju dengan ulasan Leila Chudoiri (seniornya Akmal di Tempo yang juga penulis sastra )dalalan acara diskusi buku “Rahasia Imperia” di sebuah mal di Jakarta beberapa waktu yang lalu, yang antara lain menyatakanantar sekuel pertama dan sekuel kedua terlalu lama , yaitu sembilan tahun secara tak sadar membaut penulisnya juag memasukan perubahan sikapnya. Wikan dalam sekuel kedua menjadi religius, digambarkan sholat,berdoa, di beberapa bagian, padahal di sekuel pertama tidak terungkap.

Menurut Leila,Akmal juga menjelaskan sesuatu yang tak perlu seperti Neo Nazi atau soal muslim yang menyukai lagu gereja, smeentara justru istilah-istilah ruang redaksi tidak dijelaskan pada pembaca, seperti boks, follow up story, cover both sides, round up.Akmal seperti merasa pembacanya adalah jurnalis juga.Akmal juga kerap memakai hingga memakai istilah pop culture (memang jagonya Akmal) seperti wajahnya mirip Elvis Presley. Saya sepakat denagn Leila novel detektif ini cukup baik karena tokoh utamanya bukan polisi.

Catatan saya Leila Chudoiri ini adalah penulis skenario sinetron televise “Dunia Tanpa Koma” yang pernah disiarkan salah satu stasiun televise swasta. Sientron ini mengungkapkankehidupan jurnalis, juga wartawati juga fresh graduated bernama Raya Maryadi yang diperankan dnegan baik oleh Dian Sastrowardoyo. Apa yang digambarkan juga sifatnya thriller, mengungkap jaringan narkoba dan perkosaan yang pelik.

Saya menyambut baik kehadiran “Ilusi Imperia” dan “Rahasia Imperia” mengisi kelangkan novel-novel bergenre thriller di Indonesia.Stieg Larsson membuat saya terpukau dengan Trilogi Milleniumnya, maka Akmal muncul dengan trilogi-nya, saya menyebutnya sebagai “Trilogi Dimensi”, tetapi paling tidak ini diprediksi menjadi “Trilogi Millenium”-nya Indonesia. Bravo.

Irvan Sjafari

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun