Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

(Review) “Kakak”, Horor Hantu “Baik-baik”

11 November 2015   18:51 Diperbarui: 11 November 2015   19:10 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Laudya Cynthia Bella dalam "Kakak" (kredit foto Muvila)"][/caption]

 

Entah apa yang merasuki saya untuk memilih menonton film  horor “Kakak”  besutan  Ivander Tedjasukmana  ketika memasuki gedung bioskop di salah satu kawasan Depok. Benar-benar iseng. Hanya ada 30 an penonton pada pertunjukan kedua pada Minggu 8 November 2015, sementara dua studio lain yang memutar  “Spectre” dan “Air Mata Surga” terisi paling tidak dua pertiganya.  Memang saya merencanakan sekalipun film horor Indonesia rata-rata menjadi bahan bully di dunia maya, tetapi saya selalu secara acak menonton dua film horor Indonesia sebagai sampel dalam setahun.

Opening scene mirip adegan sinetron atau FTV  seorang anak perempuan umur sekitar 7 tahun tewas karena suatu penyakit. Ibunya histeris dan mengucapkan dialog sinetron: dokter tolong dokter, lalu suami dan isteri saling menyalahkan. Anak perempuan itu dipanggil kakak.   Adegan beralih  ke  Kirana (Laudya Cynthia Bella)  bersandar di tanggul  dan darah mengalir di antara dua pahanya.

Saya sebagai penoton langsung menangkapnya keguguran dan suara  Adi (Surya Saputra) di ponsel cerdasnya cukup mengisyaratkan kepanikan.  Cerita bergulir Kirana sudah tiga kali keguguran dan Adi memutuskan untuk pindah dari rumah orangtuanya ke rumah baru: bisa ditebak  rumah tempat anak itu meninggal.

Saya tadinya menebak bahwa “Kakak” akan sama dengan horror yang berbudget murah dan menjadi murahan setelah melihat tiga adegan pertama berturut-turut.  Saya  mengira film  horror ini menyuguhkan cewek seksi yang ketakutan, sosok hantu yang menyeramkan dan kematian para tokoh-tokohnya. 

Ternyata tebakan saya  meleset  sama sekali lewat dua adegan ketika sosok tidak terlihat menolong kirana tidak jatuh dari kursi  ketika membetulkan lampu, ketika Kirana mencari alat bantu asma-nya menggelinding sendiri dan akhirnya  Kirana yang awalnya ketakutan  bersahabat dengan sosok bernama “Kakak” (Yafi Tesa Zahara).  Sementara Sang Suami mulanya takut atas kehadiran penunggu rumah itu, akhirnya mau kompromi.

Persoalannya muncul hantu yang tadi bersahabat menjadi teror ketika ibu dan adik Adi menginap di rumah itu karena Kirana hamil dan harus dijaga kesehatannya.  Keduanya secara tak sengaja “memproklamirkan perang” dengan membakar foto-foto  dan boneka milik  “Kakak” yang tertinggal di kamarnya (saya bertanya  mengapa pemilik rumah yang lama lalai membawa barang-barang kenangan anaknya.   Apa  untuk menghilangkan trauma?). Alasannya benda-benda itu berdebu  dan bisa mengganggu kesehatan Kirana yang mempunyai asma.  Di sisi lain Adi khawatir “Kakak” tidak  bisa menerima kehamilan isterinya. Untungnya  Ivander Tedjasukmana mengakhiri film ini secara brilian dan tidak ecek-ecek.

“Kakak” adalah film terakhir Laudya Cynthia Bella  sebelum mengenakan hijab. Hanya saja ditayangkan terlambat.   Ketika posternya muncul  saya sudah menduga  tidak mungkin filmini dibuat  sesudah “Surga yang Tidak Dirindukan”.   Jadi sebetulnya ia tidak perlu repot-repot bikin konferensi pers, panik karena mengira dia akan dituduh melepas hijab demi film.  Aktingnya dalam “Kakak” natural sekali, bagaimana wajahnya ketakutan, bagaimana memasang lampu, bagaimana ia bercakap-cakap dengan sosok tak terlihat seperti benar-benar.  

Satu adegan ketika Bella bermain bola dengan sosok tak terlihat tampak jenaka, tetapi sebetulnya  mengerikan kalau  saya misalnya melihatnya sendiri.  Juga adegan suara Bella  menegur kenakalan “Kakak” menggoda tukang ledeng dengan bola dan ekspresi  wajah tukang ledeng setengah ketakutan menarik.   Memang dara kelahiran Bandung 24 Februari 1988 pantas diganjar piala dalam Festival Film Bandung  lewat “Surga yang Tak Dirindukan”. Chemistry-nya dengan Surya Saputra  benar-benar suami isteri.  “Kakak” adalah perpisahan yang manis untuk Bella  untuk hijrah dengan visi baru karirnya di dunia hiburan.

Secara keseluruhan plot cerita menarik.  Beberapa adegan penampakan hantu anak kecil  masih klise mirip film horor Jepang atau Thailand. Begitu juga tata  suara beberapa kali berlebihan.  Meskipun begitu saya mengakui  “Kakak” memang di atas rata-rata film horor  Indonesia dengan sinematografi sederhana.  Bikin film horor tidak harus mematikan tokoh-tokohnya.  Baju Kirana yang berganti setiap  hari dan bukan itu-itu saja  membuktikan sutradara cermat atas detail.    Selipan adegan romantik dan komedi menjadi ceritanya utuh.    Saya paling  suka tidak ada lagi adegan cewek mandi diganggu seperti banyak film horor Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun