Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review “Hijab”: Ketika Hijab Menjadi Budaya Populer

19 Januari 2015   04:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:51 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_391604" align="aligncenter" width="300" caption="Zaskia Adya Mecca dan Tika Bravani dalam "][/caption]

“Hijab sudah menjadi gaya hidup menggantikan sanggul seperti masa Orde Baru”. Pernyataan bagus yang terlontar dalam dialog empat perempuan bersahabat, Sari (Zaskia Adya Mecca), Bia (Carissa Putri), Tata (Tika Bravani) dan Anin (Natasha Rizky) ketika mereka memutuskan untuk membuka toko hijab online paling tidak melontarkan dua keniscayaan dalam masyarakat urban Indonesia saat ini. Pertama hijab atau jilbab (dan busana muslimah keseluruhan) sudah bergeser tidak lagi hanya simbol religius tetapi juga sekaligus kebudayaan populer. Waktu masa Orde Baru citra perempuan memakai jilbab dianggap kukungan, kuno bahkan dicurigai secara politis. Citra itu runtuh sama sekali, perempuan pemakai busana muslimah tak kalah busana lain, modis,trendy, dibuat di butik khusus, ikut event mode bergengsi (seperti Jakarta Fashion Week) bahkan go internasional. Kedua, kedigayaan teknologi telekomunikasi membuat bisnis bisa dijalankan tanpa tatap muka secara fisik.

Tema yang diusung dalam Hijab yang disutradarai Hanung Bramantyo ini benar-benar jitu dan di luar ekspetasi saya benar-benar sempurna. Hijab mengingatkan saya pada film Hanung Bramantyo sebelumnya berjudul Jomblo. Kalau Jomblo mengisahkan persahabatan empat mahasiswaAgus, Dono, Bimo, Olip maka Hijab adalah persahabatan empat cewek-tiga di antaranya berhijab dan berumah tangga yaitu Bia, Sari dan Tata, sementara Anin (yang tidak berhijab) menunda berumah tangga, masih ingin hidup mandiri. Sementara ketiga sahabatnya seperti terkukung dalam rutinitas rumah tangga.

Lewat “opening scene” memikat seperti wawancara untuk video dengan bisnis hijab mereka -yang awalnya tidak bisa saya tebak arahnya ke mana dan bila dirangkai menjadi surprise pada ending film ini-dikupas satu demi satu kharakter personel dan mengapa mereka memakai hijab. Bia, mengaku merasa terjebak ikut cara seminar pemantapan iman dan akhirnya diberi gelar menjadi gadis hidayah, hanya ketika dia hadir kembali di seminar dengan berjilbab. Bia kemudian berjodoh dengan seorang bintang film (Nino Fernandez). Bia punya hobi perancang mode yang kelak bisa membuat busana muslimah menjadi nyaman. Sari punya bakat berbisnis dan memasarkan barang dari Timur Tengah membuatnya mendapatkan suami seorang keturunan Arab(Mike Luckock). Sari sudah memakai jilbab sejak awal.

Tata (karakter yang membuat saya jatuh hati), awalnya aktifis mahasiswa, berkerudung sebetulnya karena botak dan mendapatkan jodoh seorang fotografer (Ananda Omesh). Di antara ketiganya Tata ini yang punya keinginan tidak mau di bawah bayang-bayang suami. Kharakter keempat Anin tergila-gila berbau Prancis dan punya pacar sutradara idealis (diperankan Dion Wiyoko). Anin ini anak orang kaya dan punya jaringan kelas atas. Sinergi keempatnya membuat bisnis online hijab mereka melesat.

[caption id="attachment_391605" align="aligncenter" width="300" caption="Adegan dalam Hijab (kredit foto www.tempo.co.id)"]

1421591783794913153
1421591783794913153
[/caption]

Cara Hanung memperkenalkan tokoh-tokoh sekali lagi mengingatkan pada Jomblo. Saya memberikan aplaus chemistry keempat cewek ini benar-benar hadir seperti sahabat benaran di dunia nyata. Tidak terlihat lagi para karakter ini membaca dialog, semua mengalir seperti percakapan sehari-hari. Karakter para suaminya pun sempurna. Adegan arisan yang mempertemukan keempat pasangan ini juga natural.

Cerita mengalir terus hingga ke konflik bisnis yang mereka jalankan secara geriliya akhirnya tercium para suami-keculi Anin yang disukung pacarnya-terutama penghasilan para isteri ini lebih besar dari suaminya. Para suami semakin terpojok ketika pekerjaan mereka dalam masa sulit. Sebetulnya bagi saya hal yang seperti ini sudah keniscayaan masa sekarang? Apa yang salah? Mungkin memang masih banyak mempersoalkan. Hanung mengemasnya dengan manis. Sejak awal saya dibuat tertawa dan ketika ada adegan yang serius (misalnya ketika anak Tata sakit), ya Hanung juga serius dan membuat saya tersentuh.

Selain tema dan cara berutur Hanung, departemen kasting luar biasa, tetapi sekali lagi saya paling menyukai karakter Tika Bravani. Selain dia, Zaskia Mecca juga menarik-tetapi dia sudah lama menyalami kharakter perempuan berjilbab di rumah produksi Deddy Mizwar- saya suka ketika cara dia bercerita di depan kamera bagaimana ketika dia kepergok suaminya tengah malam berinternet. Soundtrack yang antara lain diisi suara Andien “Let It Be My Way” tepat dan timingnya juga tepat sama halnya ketika film ini melontarkan kapan saatnya bercanda dan kapan saatnya serius. Penampilan Andien di salah satu adegan juga memperkuat film. Ada iklan yang berseliweran, tetapi Hanung mampu mengemasnya pas dengan cerita dan tidak dipaksakan. Keseluruhan saya kira Hijab merupakan film Indonesia yang bagus untuk Januari 2015. Bintang empat untuk Hijab. Seperti yel-yel sebuah iklan produk minuman suplemen: Ruarr Biasa!!

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun