Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ma Petite Histoire (5) Penyanyi Cilik Indonesia dan Lagu Anak 1970-an: Analisis dari Dokumentasi Pribadi

9 November 2014   01:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14154445081570368840

[caption id="attachment_373321" align="aligncenter" width="300" caption="Chicha Koeswoyo tahun 1990-an (kiri) dan 1970-an (kanan) (kredit foto Dokumen pribadi/repro foto Chicha koeswojo, Agung Chandra)"][/caption]

Saya pernah punya pengalaman lucu bin konyol waktu kecil.Saya ingat persisnya tahun berapa, tetapi mungkin sekitar 1978 atau 1979, saya diajak seorang sepupu perempuan dari kakak ibu saya yang tinggal di Cipanas Kebayoran Baru.Waktu itu saya masih duduk di bangku SD kelas empat atau kelas lima(kalau tidak salah ingat)dan sepupu sayadi kelas dua.Sepupu saya ingin main ke rumah idolanya (kebetulan salah satu idola saya juga waktu itu): Ira Maya Sopha yang tinggal tak jauh dari rumah kakak ibu saya tinggal, tepatnya di Jalan Ciniru. Umumnya anak-anak mengenalIra karena operette Cinderella yang digagas Maria Tanzil dengan Sanggar Shangri La-nya.

Saya juga menyukai operette itu walau pun seingat saya pemeran Cinderella awalnya adalah Paulina Djackman, sementara Ira Maya memerankan Ibu Peri. Di tengah pertunjukkan operette (saat break) di Balai Sidang itu Ira Maya menyanyikan lagu : “Aku dan PonY”sambil membawa boneka.Aku terkesan dengan lagu itu karenadibawakan denganlucu dan perempuan sekali (menurut saya waktu itu). Sayang saya tidak bisa menemukan lagu itu lagi di Youtube dan kasetnya pun hilang waktu pindah-pindah rumah.Setelah itu muncul Cinderella muncul dalam berbagai versi, termasuk di layar lebar hingga 1980-an awal.

Kembali ke petualangan saya dan seorang dari sepupu saya mengetuk pintu pagar Ira Maya dan memanggil Ira.Hal yang lazim bagi dia dikunjungi penggemarnya. Ketika Ira keluar dari pintu-saya waktu itu pemalu- malah lari.Sepupu saya terkekeh-kekeh, mau dikenalkan dengan idola kok lari. Akhirnya hanya sepupu saya yang bertemu Ira Maya. Menurut cerita sepupu saya Iranya malah ingin tahu siapa yang lari itu.

Ira Maya Sopha adalah salah satu dari gelombang penyanyi cilik 1970-an.Tetapi sebetulnya gelombang era ini diawali oleh Chicha Koeswoyo. Penyanyi bernama asli Mirza Riadianimelejit lewat tembangnya” Helly”. Sebelum kemunculan Chicha, saya hanya kenal satu penyanyi cilik Heintje dari Belanda karena pernah menonton filmnya diajak Tante (kakak ibu yang lain yang tinggal di Bandung) saya waktu kanak-anak awal 1970-an. Sayangnya saya tidak mengerti isi lagu-lagu yang dibawakannya maunya apa. Yang saya hanya ingat hanya “Mama” mendayu-dayu. Belakangan saya baru tahu bahwa 1950-an sebetulnya di Indonesia sudah ada penyanyi cilik. Ahmad Albar yang kemudian menjadi rocker ketika dewasa, sewaktu kecil membawakan lagu soundtrack dari film “ Djenderal Kantjil” (1958).

Helly dengan cepat menjadi populerpada masa itu.Liriknya sederhana dibawakan dengan ceriah karena memang berasal dari keluarga penyanyi Koes Bersaudara.Syairnya mudah diingat karena terekam diotak: Aku punya anjing kecil/kuberi nama Helly/ia senang berlari-lari/Sambil menari-nari/ helly guk..guk..guk/kemari, ayo lari-lari. Anak-anak mudah menangkap: anjingkalau menyalak guk, guk,guk. Anjing adalah hewan yang bisa menjadi kawan manusia.

Saya sendiribarubertemu Chicha Koeswoyo di rumahnya di Haji Nawi pada 16 Oktober1996 ketika hendak menulis sebuah artikel tentang penyanyi cilik ini untuk sebuah majalah berita dan Ira Maya Sopha pada 1998 di sebuah kafe di Semanggi tentang bisnisnya di kala krismon. Ira Maya tertawa mendengar cerita saya.

Selain Chicha dan Ira, terdapatnama Joan Tanamal, Diana Papilaya, Vien Is Hariyantoserta Bobby Sandora Muchsin yang kasetnya saya koleksi.Terdapat nama lain Adi Bing Slamet,Dina Mariana, Nourma Yunita, serta adik Chicha sendiri Helen Koeswoyo dan sepupunya Sari Yok Koeswoyo. Sayang saya tidak pernah memiliki kaset mereka.Kemudian ada sejumlah operette seperti “Pinokio, Putri Duyung” dari sanggar Shangri-La juga yang kebanyakan lagunya dari luar tetapi syairnya di Indonesiakan seperti halnya pada Operette Cinderella. Saya hanya membahas beberapa penyanyi (dan beberapa lagu mereka) yang punya kaitan emosional pada saya waktu kecil. Juga lagu-lagu yang pernah saya dengar waktu kecil di Taman Kanak-anak maupun SD.

Chicha Koeswoyo

Dalam wawancaranya dengan saya Chicha bercerita bakatnya ditemukan bukan oleh ayahnya, Nomo tetapi pamannya Tony Koeswoyo (sudah almarhum pada 1996). Ayahnya mulanya tidak mengizinkan.Rupanya Tony terkesan ketika Chicha berumursatu tahun, dua tahun, dia selalu main gitar yang membuat Chicha ikut menyanyi dan menari. Sang ayah akhirnya menyerah dan dia diuji cobakan membawa jingle pasta gigi Deligent. Teryata bisa.

Helly itu kebetulan adalah anjing kita sendiri. Coba saja dikembangkan. Ayah saya bikin dan Alhamdullilah Gol! Disukai dan digemari oleh anak-anak. Lalu kenapa anak-anak sampai hafal, soalnya tidak terlalu banyak pengadaptasian dari luar.1

Menurut cerita Chicha lagi album itu terjual lebih dari seratus ribu kopi (angka yang besar masa itu). Angka itu belum termasuk kaset yang dibajak.Helly sendiri ketika mati dikuburkan dengan ceremony. Menurut Chicha lagi inspirasi lagunya datang dari lingkungan terdekat, lagu “Adiku Manis” dari Helen.Lagu “Si Paul”, ternyata sosok sahabat ayahnya, Doel Kamdi. Orangnya memang lucu menurut Chicha. Kupunya teman namanya Si Paul/ Orangnya lucu dan suka bergaul/lihatlah teman lagaknya membaca/ Dengarlah dia mengeja kata-kata/ b a..ba b..i..bi… Liriknya sederhana dan jenaka.

Saya sendiri sebetulnya terkesan dengan lagu “Taman Mini”.Lagu itu terbaik menurut saya yang pernah dibawakan Chicha karena sarat pengetahuan sosial dan edukasinya untuk anak usia SD.Menurut perempuan kelahiran 1 Mei 1968 ini, dia sudah duduk di bangku kelas 4 SD ketika lagu itu keluar. Liriknya sederhana dan berisi buat anak-anak: Komodo dari mana?/ dari Nusa Tenggara/Cendrawasih di mana?/ Irian lah adanya/ Anoa dari mana?/Sulawesi adanya?/Mutiara di mana?/Maluku lah tempatnya…

Lagu “Taman Mini” cukup mempunyai kesulitan tinggi untuk anak-anak karena berubah iramanya dengan lantang di bait ketiga danke empat. Saya pernah mendengar penyanyi cilik era berikutnya membawakan lagu sjeumlah lagu Chicha, seperti“Hely, Kelinciku”,tetapi tidak lagu ini.Lagu lainnya yang mengesankan ketika Chicha menyanyikan lagu Koes Plus “Bis Sekolah”yang liriknya dirubah sesuai anak-anak. Sebetulnya nuansa 1960-an, tetapi masih relevan untuk 1970-an. Sayang saya tidak memiliki kaset yang memuat lagu itu. Chicha sendiri punya komentar terhadap lagu itu.

Waktu itu kebetulan sudah pakai kaoroegrafer. Waktu itu umur 11 tahun, sudah agak genit..belajar pada Tante Titiek (Qadarsih atau Puspa? Tidak diterangkan dengan jelas)

Menurut Majalah Gadispada era itu Tahun 1976 praktis menjadi tahunnya Chicha, sekalipun pada tahun itu sudah muncul Bobby Sandhora Muchsin,Diana Papilaya, Santi Sardi, Vien Is Haryanto, Yoan Tanamal, Debby Rhoma Irama dan Adi Bing Slamet. Sebagian besra muncul dari anak-anak penyanyi juga. Dalam sebuah artikelnya majalah itu meramalkan 1977 terjadi persaingan kuat. 2Pada 1976 itu jugadirilis film anak-anak bertajuk Chicha dengan bintang Chicha Koeswoyo yang menjadi film anak-anak yang mendapat penghargaan.Ira Maya Sopha dan Nourma Yunita belum mencuat masa itu.

Sejarah kemudian membuktikan bahwa yang terjadi para penyanyi cilik ini sama kuat, bahkan kerap bersinergi.Chicha berduet dengan Adi, Ira Maya dengan Adi.Adanya acara Papiko yang digagas oleh Titiek Puspa di TVRI setiap menjelang lebaran pada 1970-an ikut memperkuat eksistensi para penyanyi cilik ini.

Total Chicha merekam hampir 30 volume, diciptakan oleh Nomo ayahnya sendiri. Selain menyi Chicha menguasai Tari Jawa, balet dan piano. Chicha tak pernah terganggu dengan penggemarnya. Di mana saja dia berada selalu ada yang mengenalnya, dan mereka itu dianggap teman semuanya. Tahun-tahun pertama sejak kemunculannya rumahnya sering diserbu penggemar yang ingin melihat muka Chicha. Telefon tak pernah berdering, begitu juga surat-surat yang datang.Semua dilayani sebatas kemampuannya. Artinya kalau tidak mengganggu jadwal belajar dan istirahatnya.Surat yang datang jumlahnya banyak bahkan pernah sampai berjumlah dua ribu3

Selain Chicha penyanyi cilik yang muncul dari keluarga seniman yang menarik perhatian saya ialah Vien Is Haryanto. Penyanyi bernama asliVien Adiyantimemikat lewat lagunya Bebek-bebekku.Liriknya polos dan lugu tentang perilaku hewan cepat ditangkap anak-anak seusianya. Liriknya, sederhana: Bebek-bebekku mari ke mari/ ikutlah aku ke kebun bibi/ di sana banyak kesukaanmu/ cacing ayng gemun/ayo diserbu/ berebut, berebut sungguh ramainya/kwek..kwek bersuka ria…

Vien mulai menyanyi pada 1975. Perempuan kelahiran 1969 diajak ayahnya Is Haryanto yang tergabung dalam Favourite’s Group masuk rekaman. Lagunya diciptakan oleh sang ayah.Sayang sulit mencari lagu-lagu Vien. Pada 1990-an dia muncul bersama putri-putri dari personel Favourite’s Group yang bernama Young Favourite mendaur ulang lagu-lagu ayah mereka. Walaugrup ini tidak bertahan lama, saya malah sempat menjadi penggemar mereka.

Ira Maya Sopha dan Diana Papilaya

Kekuatan penyanyianak-anak1970-an menurut saya ada pada tiga hal. Pertama lagu itudibawakan memang dengan cara anak-anak, baikbusana yang dinekannya ketika tampil di televisi, maupun di depan publik. Berbeda dengan sejak 1990-an anak-anak seperti tidak di dunianya, melainkan dunia dewasa. Pada 1970-an anak-anak dalam memakai kostum tidka adapemaksaan. Chicha tampil dengan pribaidnya, rambut dipita, Diana Papilaya dengan rempelnya, Joan Tanamal dengan kepang dua.

Kedua, lagu yang dibawakanjugapas untuk dunia anak-anak.Ira Maya Sopha ketika membawakan lagu “Aku dan Pony”jelas menunjukkanbahwa “aku anak perempuan suka bermain boneka dan menyanyangi bonekaku, aku selalu bersama bonekaku”.

Ira Maya bersama Adi Bing Slamet pernah membawakan lagu bertema alam yang menyentuh saya waktu masih kanak-kanak. Judulnya “ Burung Bernyanyi”. Liriknya kerap masih teringat di kepala. Burung-burung bernyanyi riang/ Tinggi di atas dahan/menyambut fajar akan datang/ dengan penuh harapan/ burung-burung bersiul senang/ sangat senang riang gembira menyambut pagi kan menjelang/menerangi dunia/Hanya saja seiring berlalunya waktu selama puluhan tahun, sempat membuat saya pernah rancu dan keliru dengan lagu tentang alam dari Rita Ruby Hartland atau Franky Sahilatuayang nafasnya sama. Artinya pesandari lagu “Burung Bernyanyi” juga bisa ditujukan untuk orang dewasa yang rindu pada alam perdesaan yang masih asri.4

Ada sebuah lagu dari Ira Maya yang identik dengan sejarah Jakarta 1970-an, yaitu “Abang Helicak”. Lagu itu dibawakan bersama Usman Bersaudara.Pada masa itu helicak adalah kendaraan yang diluncurkan agar orang Jakarta meninggalkan becak oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Menariknya lagu itu bercerita tentang seorang anak bernama Maya tinggal di Ciniru 7 (Kebayoran Baru) , memang tempat tinggal Ira masa anak-anak, minta diantar ke sekolahnya di Jalan Garuda.

Usman Bersaudara ini yang menemukan bakat menyanyi dari perempuan kelahiran 21 Maret 1968 pada 1976. Album perdanannya memang “Abang Helicak”.Sebelumnya waktu duduk di kelas 2 SD, Ira juga menjadi pemenang lomba menyanyi tingkat SD se-Kotamadya Jakarta Selatan. Namun barupada 1978 ketika album Cinderella keluar, dia menjadi fenomenal. Album itu terjual satu juta keeping.5 Yang menarik bagi saya ialah Ira Maya Sopha adalah penyayi cilik era itu yang bukan datang dari keluarga yang bukan penyanyi.

Diana Papilaya juga bukan penyanyi clik yang datang dari keluarga seniman. Sewaktu masih duduk di bangku SD kelahiran Januari 1967 ini memang sudah hobi menyanyi, bergabung dengan kelompok menyanyi di TVRI.Yang mengasuh kelompok itu adalah Ibu Sud, pencipta lagu anak-anak masa itu. Diana kemudian bergabung dengan Bina Vokalia yang diasuh Pranadjaja, mantan Bintang Radio tahun 1950-an. Bakatnya ditemukan Amandores, seorang musisi masa itu dan mengajaknya rekaman pada 1976, sewaktu Diana duduk di kelas 4 SD.6

Sebetulnya saya tidak tertarik terjun ke pro. Saya memang punya hobi menyanyi. Lalu ada yang ajak. Waktu kecil kan waktu masih kosong. Papa saya pikir kasih kegiatan positif. Saya diizinkan rekeman.

Saya sendiri waktu kecilterpikat dengan lagu “Paman dari Mana”, lagu ini begitu jenaka dan menghibur, apalagiproduser melibatkan komedian masa itu Hamid Arief (juga melibatkan Ratmi).Simak liriknya yang masih tergiang di kepala saya: Paman dari Mana/Paman dari Betawi/Paman bawa apa?/ Sebuah lemari/ lemari minta kunci/kuncinya dari tukang/Tukang minta uang/uangnya dari Raja…Lagu ini mengingatkan saya pada lirik lagu “Sang Bango” dari Benyamin Sueb, lelucon sebab akibat yang kalau diteruskan tidak akan ada habisnya.

Seperti halnya penyanyi cilik seangkatannya, lirik lagu Diana Papilaya mempunyai pesan yang dalam. Lagu “Om Tante Siapa”, mengajarkan untuk waspada pada orang yang tidak dikenal, lebih-lebih bula orangtua tidak di rumah. Begitu juga lagu “Bis Kota” agar tidak naik bis sembarangan, naik dari pintu depan dan turun dari pintu belakang.

Diana Papilaya menyanyi sekitar 20 album.Karirnya di luar menyanyi cukup pesat. Ketika saya temui pada 1990-an dia meniti karir sebagai desain interior.Sarjana arsitektur lulusan Universitas Triskati ini juga membintangi film yang bertajuk sama dengan namanya “ “Diana” pada 1977. Seperti halnya kawan-kawan seangkatannya Diana tampil tidak dengan make up tebal seperti penyanyi cilik pada era berikutnya.

Lagu Anak-anak 1970-an

Saya melewati Taman kanak-kanak dengan lagu-lagu yang bersifat gembira. Di antaranya lagu yang punya alunan moderato, perlahan, tetapi tidak mendayu berjudulBurung Kutilang.Saya liriknya yang sederhana benar-benar ingin mengajak bermain.Di pucuk pohon cempaka/burung kutilang berbunyi/bersiul-siul sepanjang pagi/dengan tak jemu-jemu/mengangguk-angguk sambil berseru/tri-li-li-li-li-li/ Sambil berloncat-loncatan/paruhnya s’lalu terbuka/digeleng-gelengkan kepalanya/menentang lagit biru/tandanya suka ia bersru/tri-li-li-li .

Lagu lain yang saya ingat dan paling saya hafalkalau tidak saya judulnya Lagu gembira:Bernyanyi kita bernyanyi/ Karena bergirang hati/ Bersorak, bertepuk, berarak-arak /Bersorak, bertepuk, berarak-arak/
Bersiul kita bersiul /Tandanya kita berkumpul/ Bersorak, bertepuk, berarak-arak/ Bersorak, bertepuk, berarak-arak
.Ketika kawan-kawan waktu TK menyanyikan lagu ini tanpa terasa saya ikut bertepuk atau menari.

Pencipta lagu-lagu itu ialah Bintang soedibyo atau lebih dikenal dengan Ibu Soed.Perempuan bernama asli Saridjah Nung ini lahir di Sukabumi, 26 Maret 1908.Semasa kecilnya perempuan lahir dari keluarga Bugis-Makassar ini diangkat anak oleh Prof.Dr. Mr J.F Kramer, pensiunan Vice President Hooge President Rechtshaf.Dari ayah angkatnya inilah Saridjahmendapat pelajaran snei suara, music dan menggesek biola.Pada 1929 ia mulai mencoret-coret lagu.Ia menyukai lagu dengan pemakaian obyek alam dalam syair-syairnya.

Lagu “Burung Kutilang” tercipta ketika ia sedang bermenung di jendela rumahnya, seekor burung kutilang hinggap di Pohon cempaka yang sama-sama berwrana kuning. Kekagumannya muncul dan dalam lima belas menit lagu itu tercipta dan membuatnya dipanggil ‘Ibu Ketilang” (dulu namanya Ketilang). “Anak-anak lebih cocok dengan lagu-lagu yang berirama riang,” kata Ibu Soed dalam sbeuah wawancara dengan majalah Zaman pada 1980-an.7

Kebanyakan lagu-lagu Ibu Soed tercipta sebelum 1970-an.Periode antara 1950 hingga 1960-an akhir hanya ada radio sebagai hiburan, ketikaguru-guru (di sekolah tertentu) masih terpengaruh didikan belanda.Pencipta lagu anak-anak lainnya setelah Ibu Soed dan cukup beruntung memperoleh pendidikan musik yang baik ialah A.T.Mahmud (Masagus Abdullah Mahmud.Pria kelahiran atau Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, Palembang, Sumatera Selatan, 3 Februari 1930. Mahmud masuk Sekolah Rakyat(SD) ketika tinggal di Sembilan Ilir. Setahun kemudian, setelah berumur 7 tahun, ia dipindahkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) 24 Ilir.

Pada waktu sekolah di HIS ini, AT Mahmud mendapatkan guru musik yang mengajar memebrikan kesan padanya. Sang Guru memperkenalkan urutan nada do rendah sampai do tinggi dengan kata-kata do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an. Setelah murid menguasai tinggi urutan nada dengan baik, naik dan turun, melalui latihan dengan kata-kata, guru mengganti kata-kata dengan notasi.AT Mhamud mengenyam pendidikan di Sidney dan IKIP serta bertugas di Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan yang membuat bakatnya tumbuh subur. AT Mahmud banyak mendapat inspirasi dari anaknya Rika, serta lingkungan sekitarnya.8

Seperti lagu ciptaan Ibu Soed, lagunya juga mengajarkan kegembiraan pada anak-anak.Yang paling saya sukai adalah “Anak Gembala”, “Ambilkan Bulan Bu”, “Mendaki Gunung” serta “Pemandangan”. Bagi saya lagu-lagu itu selain gembira juga menawarkan nuansa perdesaan dan kecintaan terhadap alam yang begitu kuat. Khususnya “Ambilkan Bulan Bu” metaphor sekali.Itu bila diingat sekarang. Tetapi masa kecil mendengarkan lagu itu menenangkan.

TVRI berdiri pada 1962, baru memberikan pengaruh pada 1970-an sebagai hiburan. A.T. Mahmud, memberikan konstribusipada TVRI untuk anak-anak, yaitu program “Ayo Menyanyi” pada 1968 dan “Lagu Pilihanku” pada 1969. Pelan-pelan TVRI mulai merangsang munculnya penyanyi cilik. Diana Papilayaadalah produk program ini.Populer televisi berwarna pada pertengahan 1970-an membuat anak-anak semakin betah di depan televisi. . Gelombang penyanyi cilik ini muncultepat pada waktunya dengan menawarkan lagu-lagu yang nilai hiburannya tinggi.

Menurut Ibu Kasur lagu-lagu yang dibawakan pada masa Chicha dulu betul-betul untuk anak-anak. Gayanya pun sesuai untuk anak-anak.Sementara pada periode 1990-an lebih banyak lagu hiburan, yang membuat para ibu guru menjadi tidak berani mengajarkan di depan kelas.Lagu-lagu pada 1990-an ikut tren seperti Yoko (tokoh drai serial kung fu “Return of The condor Heroe’s”), Rase terbang, Sailor Moon.Sementara lagu karya Ibu Sud, AT Mahmud juga Pak Kasur, sampai kapan pun anak ikut bernyanyi. Untuk memberikan lagu khusus untuk anak harus diperhatikan umurnya.9

Lagi-lagi televisi yang merubah selera anak-anak terhadap lagu.Di satu sisi televisi ketika televisi swasta marah dan kuat- sementara TVRIkehilangan pengaruhnya -memberikan kesempatan boomingnya penyanyi cilik gelombang kedua pada 1990-an dan gelombang ketiga 2000-an, tetapi di sisi lain tidak diimbangi dengan terciptanya lagu anak-anak yang pas dengan usia anak-anak,bahkan yang terjadi belakangan ini penyanyi anak-anak tidak terlalu berbeda dengan penyanyi dewasa.

Irvan Sjafari

CatatatanKaki.

1.Wawancara dengan Mirza Riadiani (Chicha)16 Oktober 1996. Transkrip didokumentasikan penulis.

2.Gadis Nomor 33/27 Desember 1976 “1977 Lampu Kuning untuk Chicha Koeswoyo” .

3.Hai No.30 Tahun ke V 1981. “Chicha: Siapa yang Mencuci Rambutnya”

4.Dalam wawancaranyadengan Endri Kurniati di JCC pada 31 Agustus 1996 untuk Majalah “Sinar” (transkrip saya dokumentasikan), Ira menyebutkan bahwa kharakter suara si anak pada masanya menjadi pertimbangan dalam memilih lagu. “Suara sayaitu lembut. Saya nggak bisa teriak-teriak. Dina Mariana itu melengking tinggi. Chicha Koeswoyo, suaranya halus seperti saya, tetapi ia lebih ceriah. Saya ke arah yang lembut, liriknya pada kesan bunga-bungaan.

5.http://www.tabloidnova.com/Nova/Selebriti/Album-Selebriti/Ira-Maya-Sopha-Diramal-Jadi-Penyanyi-Sejak-Dalam-Kandungan-1/diakses pada 7 November 2014.

6.Wawancara dengan Diana Papilaya tertanggal 24 Oktober 1996 di kantornya PT Intermas Pasific.Transkrip wawancara didokumentasikan.Lihat juga http://josechoalinge-situs.blogspot.com/2013/01/diana-papilaya.htmldiakses pada 8 November 2014 sebagai bandingan .Sayangnya waktu wawancara itu saya tidak mengejar siapa Armandores dan sumber dari situs di atas juga tidak menjelaskan.

7.“Ibu Sud Bintang Anak-anak” dalam Zaman nomor 38/Tahun IV/25 Juni 1983

8.http://carikabar.com/inspirasi/157-tokoh/1624-at-mahmud-lagu-anak-ciptaaanya-tetap-inspiratifdiakses pada 8 November 2014

9.Wawancara dengan Ibu Kasur di Cikini V, Jakarta 21 Oktober 1996. Transkrip wawancara didokumentasikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun