Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Iga Mawarni: Jazz Itu Musik Skill dan Spontanitas (Catatan Harian Pribadi 1999-2001)

12 Maret 2017   13:03 Diperbarui: 12 Maret 2017   13:08 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wawancara dengan Iga Mawarni 18 Desember 1998 untuk Majalah Sinar. Wawancara mengenai kesehatan. Wawancara di Kantornya Imaji Cipta Seni di Kalibata Indah. Iga pernah mengelola perusahaan advertising. Pada waktu itu Iga Mawarni baru saja meluncurkan album keduanya “Iga Lagi” Foto diambil Tutang Muchtar pada 20 Desember 1998 di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Dear Kompasianer, memanfaatkan momentum Hari Musik Nasional, Kompasiana memberikan topik siapa artis atau musisi Idola cukup menantang untuk ikut berpartsipasi. Sebetulnya sosok yang pernah saya tulis  di blog, seperti Andien, Sheirina, Yura Yunita  adalah  penyanyi favorit saya.  Tetapi biasanya saya menulis review ketika menyaksikan pertunjukkan mereka langsung atau rilis album.  

Sebagai jurnalis saya sebetulnya kerap melakukan wawancara dengan selebritis, termasuk di anatara kebetulan penyanyi favorit.  Saya punya kebiasaan merekam wawancara dengan narasumber yang saya suka sebagai pribadi.  Wawancara itu ditranskrip dan kemudian didokumentasikan  di catatan harian.  Kebiasaan menulis diary sudah saya lakukan sejak kelas II SMP.  Namun tidak semuanya bisa dipublikasikan. 

Salah satu tulisan untuk Hari Musik Nasional ini saya mempublikasikan hasil liputan dan wawancara saya dengan Iga Mawarni, penyanyi Jazz perempuan  pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Penyanyi kelahiran Bogor 24 Juli 1973 ini  adalah salah satu dari penyanyi favorit saya.    Warna suara dari alumni Diploma Bahasa Belanda Fakultas Sastra UI (sekarang FIB UI) ini khas berat, tetapi lembut.  Lagunya enak didengar pada saat mau tidur atau  ingin menenangkan pikiran saat lagi dalam tekanan kerja. 

Yang menarik passion Iga pada Jazz, bisa dipertanggungjawabkan, bukan asal memilih genre jazz. Sekalipun hanya   menelurukan dua album, yaitu "Kasmaran" dan "Iga lagi", tetapi Iga membuktikan bahwa penyanyi yang memilih jazz mempunyai intelektual dan wawasan. Putri Solo dan sangat jawanis ini menulis beberapa lagu untuk album, suatu hal yang saya suka dari penyanyi jazz.  Berikut kesan saya pada Iga  Mawarni yang saya kutip dari catatan harian saya pada 1999-2001).

Pada 1 November 2000, pukul 14: 45 di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia Depok saya bertemu Iga Mawarni untuk bahan menulis Jazz Goes to Campus. Waktu itu saya  menjadi reporter untuk sebuah media online dan diberi tanggungjawab mengisi Rubrik Kampus.   Iga Mawarni sedang hamil pada waktu itu adalah pengisi acara diskusi budaya soal batik bersama desainer Carmanita. 

Berikut wawancara disajikan secara utuh tentang wawasan pada jazz (untuk media online hanya diambil cuplikan sebagai salah satu sumber untuk tulisan   mengenai  Jazz Goes to Campus.

Irvan : Tanggal 12 November mendatang kembali diselenggarakan  Jazz Goes to Campus. Menurut Iga sampai seberapa jauh minat anak muda kampus terhadap acara itu?

Iga: Tahun lalu (1999) itu penuh sekali. Aku lihat antusiasnya bagus. Justru di kampus yang jadi sorotan semua musisi  karena masyarakat intelektual yang bisa bikin jazz dituntut sedikit bisa berpikir. Tidak sekadar menikmati, tetapi dia ikut berpikir.  Di sini saya melihat justru tempat kampus sebagai audience-nya karena mereka menikmati,menilai dan berapresiasi. Aku sendiri waktu itu jadi penyanyi bukan penonton.   

Irvan: Bagi Iga apa sih daya “magis” Jazz itu sendiri?

Iga:  Skill. Lihat musik jazz dibanding musik lain terasa personil jazz masing-masing punya skill. Skill itu yang bisa membuat mereka bertemu tanpa pakai aturan.  Misalnya begini, Musisi Jazz itu seorang gitaris, lalu ketemu orang yang bukan dari grup-nya, dia entah dari mana, tetaoi Jamzz-seasion ternyata jadi.  Tanpa mereka harus janjian harus begini: No! Siapa pun bisa mulai dan siapa pun bisa mengakhiri.  Lagu itu bisa selesai. 

Sementara musisi (genre) lain kalau mereka tidak tahu lagunya, mereka kalau nggak hafal lagunya tidak mau main, karena mereka tidak punya skill yang cukup untuk bermain dan berimprovisasi.  Musisi rock dan pop itu harus janjian dulu: Eh, main lagu ini kok. Pemusik lin di kampus dicampur dengan jazz di Jamzz Seassion yang bisa hidup adalah jazz.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun