Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cinta Pada Orangtua, Budaya Palembang, Beberapa Catatan untuk Film “Ada Surga Di Rumahmu”

4 April 2015   21:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:32 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14281566512073143617

[caption id="attachment_407663" align="aligncenter" width="300" caption="Adegan dalam film Ada Surga di rumahmu. Husein Alaats dan Nina septiani (kredit foto Muvila.com)"][/caption]

Seorang ibu selalu berani mati demi sepuluh anaknya, tapi sepuluh anak belum tentu berani mati demi seorang ibunya.” Demikian Ustaz Athar (Ust. Al Abshy) kepada Ramadhan (Husein “idol”  Alatas) di ujung ajalnya.  Petuah yang sebetulnya senafas dengan opening scene film “Ada Surga di Rumahmu”, yaitu ketika Ramadhan kecil diminta ceramah di langgar oleh ustaz-nya.  Tidak tanggung-tanggung  ceramah itu bsia didengar warga kampungnya di kawasan Ulu Kota Palembang.  Ceramahnya tentang  tentang Uwais Al-Qarni. Ramadhan kecil  memberikan ceramah yang bisa didengar penduduk sebuah kawasan Ulu Palembang.

Salah satu petikan  cemarah Mamad (panggilan Ramadhan) :   Ketika Abdullah bin Umar melihat seorang menggendong ibunya untuk tawaf di Ka’bah dan ke manapun sang ibu ingin, orang tersebut sempat bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatan ini mungkinkah aku sudah membalas jasa ibuku?” Abdullah bin Umar menjawab:  “Belum. Setetes (keringatnya) pun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu.”  Ceramah ini langsung menyentuh Nayla kecil yang kelak jatuh hati pada Mamad.

Pesan dari film tentang bakti kepada orangtua mengalir tanpa menggurui atau cerewet seperti kebanyakan sinetron religi di televisi.  Sutradara Aditya Gumay mampu meramunya dengan memasukan adegan jenaka kebandelan para santri, termasuk Ramadhan kecil  yang begitu  manusiawi seperti lazimnya anak-anak seumurnya.   Film ini menjadi inspiratif sekali  menjelang ending cerita dalam ceramah Ramadhan di stasiun televisi yang membuat air mata pun  menitik.

Soal  cinta orangtua pada anaknya bukan hanya diakui mereka yang  religius.  Cinta tulus orangtua yang tak tergantikan juga diakui oleh Erich Formm, seorang psikologi sosial, psikoanalis, sosiologi, humanisme, sosialis demokrat dan filsuf berkebangsaan Jerman. Filsuf yang digolongkan sebagai kelompok new left ini pun   menganggap cinta ibu adalah cinta yang paling tulus di antara objek cinta yang lain. Karena cinta ibu adalah sebuah aktivitas memberi tanpa tendensi apapun kecuali melepas anaknya untuk jadi dewasa.

Catatan lain saya berikan untuk film ini adalah lokalitasnya kental.  Lokasi kampung Ramadhan jelas di bagian Ulu, tepatnya tak jauh dari Kampung Kapiten.  Ketika Ramadhan dan Nayla menyeberang ke bagian Ilir, tampak kejauhan  Pasar 16 Ilir diiringi lagu  jadul “Sebiduk Sungai Musi”. Begitu juga dialog-dialognya Palembang benar.  Rumah orangtua Ramadhan merupakan rumah panggung kayu dan ada eceng gondok pernah saya lihat ketika kunjungan ke Palembang beberapa waktu lalu.  Dalam sebuah adegan ketika Ibu Kiki, salah seorang langganan ibunya Ramadhan (Elma Theana) memaki kain songketnya cabik karena mesin jahit milik ibunya Ramadhan sudah tua. Bagi orang Palembang harganya mahal bisa jutaan apalagi songket itu berusia tua.

Ramadhan tidak ditampilkan sebagai sosok hero, sekalipun dia diperlihatkan belajar silat di pesantren. Dalam sebuah adegan ketika Ramadhan diminta Kirana untuk ceramah dalam bakti sosial yang rawan kekerasan, seorang preman tersinggung karena dakwah bahaya miras oleh Ramadhan. Preman itu menyerbu masuk ke langgar dan mengancam Ramadhan. Tetapi tokoh ini sabar dan tidak melawan.  Padahal Ramadhan berhak melakukan bela diri karena preman itu jelas salah dari sudut apa pun karena menerobos masuk  langgar dan perbuatannya tergolong kriminal.

Ustaz Athar juga tidak digambarkan seabgai sosok sempurna. Dalam adegan dia salah menghukum Ramadhan ekcil karena dikiranya kabur dari kamar malam hari  untuk tujuan hura-hura padahal Ramadhan seorang temannya  mendengarkan ceramah  agama di televisi di  sebuah warung, maka ustaz itu minta dipukul tangannya olah Ramadhan dengan Ramadhan oleh penggaris karena takut dimurka Allah di akherat nanti  karena  berbuat zhalim. Juga adegan berikutnya ketika ustaz itu mengakui penyakitnya sebagai salahnya.

Yang juga saya suka  Ada Surga di Rumahmu tidak menampilkan perempuan sebagai sosok harus selalu  di bawah lindungan laki-laki.  Nayla yang berhijab adalah karyawati perusahaan gas negara-yang jadi sponsor film ini.  Ibu Ramadhan ikut mencari nafkah dan Kirana jelas perempuan mandiri.  Bukan saja anak kuliahan tetapi juga berkarir di dunia film dan tanpa harus menanggalkan hijabnya.  Sosok perempuan yang dipilih tokoh utamanya Ramadhan antara Nayla, teman kecilnya atau Kirana (Zee Shahab)  tidak digambarkan mendayu-dayu seperti film Ayat-ayat Cinta, bahkan akhir hubungan segitiga ini pun realistis: konsisten dengan pesan awal film ini.   Tidak ada tokoh antagonis dalam film ini, seperti sejumlah sinetron yang ingin menampilkan kesan religi -padahal memuakan dan menimbulkan tanda Tanya apa iya ada orang sejahat itu.  Ibu Kirana saja yang memandang derajat sosial kelaurga Ramadhan rendah hanya menggerutu pada anaknya mengapa ibu Ramadhan sampai di pestanya. Tetapi dia tetap santun.

Dari Departemen kasting, Husein “idol” Alatas  bermain baik paling tidak sebagai debutan di layar lebar mengesankan. Begitu juga pendatang baru lainnya Nina Septiani.  Elma Theana sebagai ibu bermain baik. Juga sosok teman-teman Ramadhan natural sekali.  Zeezee Shahab tidak terlalu mengesankan saya karena mungkin terlalu sering tampil di sinetron dan FTV. Juga soal kostum jadi catatan saya: mengapa untuk mengesankan seorang itu alim harus kerap  pakai baju kokoh?

Ringkasnya Ada Surga di Rumahmu berkisah tentang Ramadhan  sejak kecil dikirim ke sebuah pesantren karena orang tuanya berharap ia jadi ustaz yang baik. Sewaktu kecil  Ramadhan suka berkelahi sekalipun anak seorang guru mengaji. Ramadhan pun melalui kehidupannya di pesantren dengan cukup lancar, bahkan diangkat jadi salah satu pengajar di pesantren tersebut setelah ia dewasa. Kemudian dia jmulai enuh dan ingin menjadi artis.  Belakangan  Ramadhan menemukan kenyataan yang membuat memaknai perjalanan hidupnya.

Irvan Sjafari

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun