Saya suka hiking di bukit atau gunung yang pendek  dengan durasi 2- 4 jam untuk healing  secara solo, laporannya kerap saya tulis di Kompasiana. Tetapi saya tidak pernah mendaki gunung yang sebenarnya karena dua hal.
Pertama  durasinya di atas enam jam dan saya punya kendala kesehatan darah rendah hingga tidak sembarangan mendaki.  Untuk solo hiking saja, saya rutin jogging paling sedikit tiga kali seminggu selama 30-60 menit, paling sedikit  satu bulan sebelum kegiatan. Kalau mampu saya lakukan, kalau gagal nafas sesak, ya tidak.
Kedua, saya tidak pernah ikut  organisasi pencinta alam di SMA atau kuliah. Kalau untuk mendaki tidak bisa solo hiking dan harus beberapa orang, paling tidak dua di antara ekspert, bukan "kemaren sore" yang baru mendaki berapa gunung saja. Dari berapa refrensi formasi mendaki itu yang paling depan dan yang paling belakang yang bertindak sebagai sweeper adalah ekspert.
Kalau ini dilakukan kecil kemungkinan  kejadian pendaki hilang seperti Naomi Daviola di Gunung Slamet. Sampai saat ini saya tidak habis pikir bagaimana formasi pendakian waktu di Gunung Slamet berapa waktu lalu.
Ya, memang sekalipun hiking saya setuju bahwa kearifan lokal harus dipatuhi, tidak boleh membuang sampah atau sesuatu di sepanjang perjalanan di bukit atau gunung, simpan saja sampah itu di tas atau kantung. Sekalipun itu tempat wisata. Saya percaya kalau baik dengan alam, maka alam pun akan baik dengan saya.Â
Nah, beberapa film terkait pendakian gunung yang beredar di bioskop beberapa bulan terakhir ini, saya memilih Petaka di Gunung Gede, karena itu gunung Gede-Pangrango termasuk yang sering didaki, tetapi bukan gunung yang gampang dijelajahi.
Sebelum menonton film ini, saya baca banyak referensi tentang jalur pendakian dan tanya-tanya soal Gunung Gede dan penyebab salah seorang tokoh yang bernama Ita (Adzana Ashel) diganggu penunggu gunung karena menstruasi. Apa, iya perempuan yang mens tidak boleh mendaki gunung?
Evy Sylviani Suryatmana, senior organisasi pencinta Wanadri membantah hal itu. "Di Wanadri sih perempuan sedang haid tetap bisa mendaki gunung. Kita pendidikan dasar aja sebulan pastinya sudah terlatih meski datang bulan," ujar Evi ketika saya konfirmasi beberapa waktu lalu.
Hanya, kata Teteh Evy, di beberapa gunung memang ada  petugas yang melarang perempuan haid mendaki,. Bagi pencinata alam seperti dia itu adalah  kearifan lokal yang harus dipatuhi.
"Contoh seperti di Gunung Agung, Bali  karena dianggap gunung suci. Kita kan harus menghormati adat istiadat setempat.  Tapi kalau tidak ada larangan tsb, kita tetap bisa mendaki," ujar Evi.