"Dulu sebelum peristiwa tsunami, orang yang mengambil telur penyu akan meninggalkan sebagan untuk ditimbun, Mereka tahu soal telur penyu. Namun kini kearifan lokal itu diabaikan pencurian telur merebak," ungkap Dedi.
Lanjut dia, relawan Aroen Meubanja  harus bertahan dengan  10 orang personel. Mereka tidak pernah digaji atau diberi intensif lainnya sejak  2012 sampai dengan detik ini.
Tim Konservasi Aroen Meubanja melakukan berbagai kegiatan, seperti melakukan patroli rutin saat musim peneluran tiba, merelokasi telur temuan dan melepas liarkan kembali ke laut
Menurut pria kelahiran 1971 ini, tim juga melakukan pendampingan mahasiswa magang, penelitian dan mengajak mahasiswa mengamati musim penyu tiba. Mereka juga mendampingi wisatawan dalam luar negeri. Selain itu Dedi dan kawan-kawan mengadakan sosialisasi ke berbagai  sekolah dan kampus.
Konservsi berbasis masyarakat ini setidaknya bisa menekan sedikit angka perburuan telur. Sekalipun hanya tamat SMA, Dedi merasa bangga bisa tampil orang yang level pendidikan formalnya lebih baik. Dia berharap bisa mengembalikan kearifan lokal melalui orang terdidik ini.
Di laman instagramnnya Tim Aroen Meubanja pada Februari 2024 memperlihatkan kebersamaan dengan anak-anak TK Tut Wuri Handayani Panga melepas liar tukik jenis penyu belimbing sebanyak 27 ekor dan penyu lekang 83 ekor. Sosialisasi ini merupakan contoh bahwa kecintaan terhadap satwa harus dididik sejak dini.
Pelepasan tukik itu sebagai bentuk pelestarian dalam menjaga kepunahan binatang langka tersebut.
Cara lain ialah menjaga kebersihan pantai dengan mengumpulkan sampah. Pasalnya sampah juga mempunyai potensi melukai penyu. Pantai dan laut adalah rumah bagi penyu. Kalau keduanya bersih, maka ikut berkontribusi menyelamatkan spesies ini.
Dedi yakin bahwa manusia dan penyu bisa hidup berdampingan.
Irvan Sjafari