Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bangka Memerlukan Zona Khusus Buaya

22 Agustus 2024   07:30 Diperbarui: 22 Agustus 2024   20:40 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Evakuasi buaya oleh Alobi | Foto: Alobi Babel via bangka.tribunnews.com

Konflik buaya dengan manusia di Bangka Belitung makin marak akibat meluasnya penambangan timah illegal. Aktivis penyelamatan satwa minta disediakan zona khusus konservasi buaya.

Bagi mereka yang pernah menonton film Laskar Pelangi pasti ingat adegan ketika salah seorang tokohnya Lintang harus naik sepeda dari kampungnya menuju sekolah harus melalui kawasan yang dilalui buaya (crocodylus porosus). Hal ini masuk akal karena Lintang tinggal di kampung nelayan dekat muara sungai tempat habitat buaya.

Hanya saja hingga era 1970-an itu konflik antara buaya dan manusia tidak semarak 2000-an. Menurut sejarawan sekaligus budayawan setempat Akhmad Elvian seperti dikutip dari artikel yang ditulis Bayu Nanda di Historia pada 24 Januari 2024. Konflik baru terjadi jika puaka (raja buaya) mengusir buaya hingga pindah ke habitat manusia. Namun jika buaya menyerang manusia, maka buaya itu menyerahkan diri untuk dihukum mati.

Cerita Ahkmad Elvian mengingkatkan saya pada cerita hubungan harimau dan manusia di ranah Minang. Harimau mendapat kedudukan baik bahkan terkait dengan keberadaan manusia harimau yang dianggap pelindung satu kaum. 

Konflik manusia dan harimau baru semakin marak ketika habitat harimau terdesak oleh kepentingan komersial dan perluas pemukiman masuk ke daerah jelajah harimau. Itu sebabnya ternak warga bahkan manusia sendiri jadi korban.

Begitu juga dengan buaya di Bangka di mana tambang timah terutama secara illegal (inkovensional) merambah dan merusak habitat buaya. Rusaknya habitat hewan amfibi ini, membuat buaya "mengungsi" ke areal di mana manusia bermukim. Namun serangan terbesar justru terjadi di daerah di mana ada tempat penambangan timah illegal.

Hal tu dibenarkan oleh penelitian yang dilakukan Randi Syafutra dan kawan-kawan dalam Jurnal Konservasi dan Sumber Daya Alam Concerva Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung pada 2023 yang menganalisis 60 persen dari 12 konflik merupakan kawasan yang ada tambang timah inkonvensional.

Korban teranyar seorang lansia bernama Sukawit diserang buaya pada 18 Agustus 2024 ketika sedang menambang timah sekitar pukul 18.00 di Desa Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah. 

Nah, menurut Manager Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Endi R Yusuf, buaya Bangka adalah hewan nocturnal yang aktif menjelang malam dan beristirahat pada siang hari.

Alobi mencatat sejak Januari hingga Agustus 2024 tujuh orang meninggal dunia dan empat orang luka-luka imbas konflik manusia dengan buaya. Penyebabnya memang terkait penambangan timah. Konflik jenis ini mulai marak sejak 2005.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun