Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hanya Angkutan Kota yang Cocok untuk Transportasi di Depok

15 Juni 2024   18:18 Diperbarui: 15 Juni 2024   18:20 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecuali  jalur lurus Pasarminggu melintasi Lenteng Agung, Margonda hingga Terminal Depok sulit untuk transportasi di luar angkutan kota, karena lebarnya jalan tidak memadai.  Jalur lurus ini pun sudah padat dengan kendaraan pribadi ditambah Transjakarta, minibus dan aneka angkutan kota setiap jam sibuk dan weekend (akhir pekan).

Saya gagal paham bagaimana dulunya strategi pembangunan Depok yang menumpuk di kawasan ini, bisa-bisanya lebih dari dua mal ditambah balai kota dan Kampus UI, Kampus Universitas Pancasila, Universitas Gunadharma, IISIP ditambah perguruan tinggi kecil plus pemukiman ada di jalur Lenteng Agung-Margonda ini. 

Bagaimana ceritanya perjalanan menuju Depok dari Pasarminggu ketika saya masih duduk di bangku SMA, yang sepi pada sore hari dan pulang malam menakutkan menjadi begitu padat setelah 2000-an? Jadi sangat tidak layak kalau masih ditambah dengan apa yang disebut sebagai Autonomous-rail rapid transit (ART) di jalan ini.

Apalagi jalan-jalan lainnya yang lebih kecil, bakal runyam nanti kepadatan jalan.  Angkutan kota satu-satunya transortasi umum yang paling masuk akal ditambah pengurangan kendaraan pribadi  akan mengurnagi kemcaetan, di kota yang sebagian penduduknya sebetulnya hanya untuk tidur karena mereka bekerja di Jakarta. 

Jalur yang padat lainnya ialah menghubungkan antara terminal dan stasiun Depok dengan kawasan Parung juga membuat saya gagal paham karena tidak memperhitungkan adanya pusat perbelanjaan moden dengan klaster pemukiman kelas menengah dengan kapasitas jalan raya.  Di jalur ini juga ada RSUD Depok. 

Tulang punggung angkutan umum ini adalah nomor 03 yang jumlahnya cukup banyak dan hanya ramai pada jam sibuk.  Waktu tempuh perjalanan dari terminal Depok hingga titik Parung Bingung yang menghubungkan Meruyung, Cinere dan Pondok Labu saja membutuhkan waktu satu setengah jam.  Bus besar saya tidak rekomendasikan masuk ke jalur ini, sekalipun diperlebar.

Apalagi jalur Parung Bingung-Pondok Labu dengan tulang punggung Angkutan Kota 102 juga macet terutama di kawasan Cinere.  Pemerintah Kota Depok dan pengembang tampaknya dari awal hanya menghitungkan yang penting laku dulu kalau nanti macet persoalan mendatang. 

Jadi tidak mungkin ada bus besar sampai ke Cinere.  Transjakarta  ukuran mikrobis masih mungkin sampai Pondok Labu mungkin sampai Mal Cinere.  Tetapi setelah itu akan akan menambah kepadatan.   

Ya, jadi solusinya angkutan umum kota ini yang diperbaiki.  Pemkot Depok bisa mencontoh Pemkot Bogor di bawah Bima Arya yang memperbaiki kualitas angkutan kotanya dengan memperkenalkan Program Angkot Listrik yang bernama Biskita. 

Angkutan umum ini akan meregenerasi angkutan umum lama yang sudah di atas 20 tahun, yang saya kira memang tempat karena selain berdampak lingkungan juga bisa pada keselamatan.  Tentunya mobil baru, sebetulnya regenerasi juga dilakukan Jaklingko yang sudah menggusur sejumlah rute angkutan umum kota KWK dan Mikrolet.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun