Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Wali Kota Bandung Mendatang: Dilema Kemacetan dan Ruas Jalan

5 Juni 2024   15:06 Diperbarui: 5 Juni 2024   15:07 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Surapati Bandung contoh ruas jalan tidak terlalu besar dengan pedestrian tidak memadai-Foto: Irvan Sjafari

Pada 1960-an Bandung adalah kota yang nyaman, sepi dan menyenangkan untuk tinggal. Jumlah kendaraan bermotor yang lalu lalang tidak banyak, hingga tidak ada kemacetan.  Demikian Ibu saya bercerita ketika dia tinggal di Kota Bandung pada 1960-an, sewaktu menempuh pendidikan di Sekolah Asisten Apoteker di kawasan Pasteur dan kemudian bekerja di Apotek Maya pada sekira 1964.

Untuk pergi ke sekolah, ibu saya naik sepeda sepeda bersama teman-temannya berombongan. Tidak ada kekhawatiran diserempet mobil atau motor. Kalau ke pasar atau nonton bioskop  bisa menggunakan becak atau naik bemo yang baru mulai ada.   Untuk berwisata ke Maribaya, Lembang masih sepi dan lancar. Jangan ditanyakan udaranya yang begitu asri.

Terry Rinayanti, sepupu saya, keponakan ibu saya, menempuh pendidikannya mulai SD, SMP, SMA sekira 1960-an hingga kuliah di ITB Bandung pada 1970-an mengatakan hal yang sama.  Bandung adalah kota  jauh dari kemacetan. 

Pada 1970-an, saya masih berusia SD bersama adik-adik diajak berlibur orangtua saya ke Bandung juga mengalami hal ini. Bandung jauh dari kemacetan. Kalau ingin ke Lembang bisa cepat.  Bahkan saya nyaman berjalan kaki dari rumah kakak ibu di Cicendo ke kawasan Terasana tempat kakak Ibu lainnya, menyeberang jalan  Padjadjaran melintas Pabrik Kina dengan aman. Yang khawatir malah saudara-saudara saya takut ketabrak.   

Ketika kebiasasan berjalan kaki berlanjut dengan rute  melintasi Kebun Kawung hingga Alun-alun atau ke Dago pun jalan kaki hingga 1980-an dan 1990-an awal tidak menemui kemacetan yang parah. Kalau hang out saya melintas Wastu kencana ke purnawarman, lalu Merdeka dan mampir di Gramedia, nggak apa-apa tuh. 

Staf pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Herlina Agustin juga bercerita hal yang sama sewaktu bersekolah hingga kuliah pada pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an, Bandung tidak macet. Hal itu dia katakan pada saya mellaui WA pada 4 Juni 2024. 

Pertanyaannya mengapa sekarang macet?  Semua bercerita di atas, termasuk saya  menuturkan umumnya menyebut bahwa akses tol Cipularang hingga berkembangnya destinasi wisata baru di kawasan Lembang membuat kemacetan parah.  Bahkan yang saya alami ketika naik shuttle travel kemacetan sudah terjadi di jalan tol menjelang masuk Bandung ketika week-end. Itu artinya wisatawan dari Jakarta menyebabnya. Kemacetan parah terjadi sejak 2000-an. 

Kompas edisi 11 Februari 2023 menyebutkan Dinas Perhubungan Kota Bandung merilis data bahwa jumlah kendaraan di kota itu menembus 2,2 juta unit. Dari jumlah itu 1,7 juta di antaranya sepeda motor.  Bagi saya jumlah itu mengejutkan karena populasi kota Bandung saja  sekitar 2,4 juta.   Itu artinya nyaris setiap satu orang punya satu kendaraan. 

Padahal Badan Pusat Statistik Kota Bandung jumlah kendaraan sepeda motor dan skuter pada 2015  mencapai 1,1 juta. Itu artinya ada pertambahan 600 ribu unit.

Sementara infrastrukturnya seperti jalan  tidak bisa mengimbangi dua hal ini, kendaraan pribadi warga Bandung dan jumlahnya semakin banyak ketika waktu week-end tiba.  Yang saya agak bingung jumlah mal cukup banyak di kota ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun