Argentina adalah salah satu negara di Amerika Latin yang punya riwayat kelam di bawah diktator militer. Di antara para ditaktor, yang paling menonjol  adalah Jorge Rafael Videla (1976-1981) yang merebut kekuasaan dengan kudeta.  Junta militer pimpinannya merupakan yang paling kejam menurut film Buenos Aires 1977 yang saya tonton di Jakarta International Film Festival (Jiffest) 12 Desember 2007.  Kesan saya pada film ini dicatat di Diary, yang ulasan singkatnya ada di bawah ini. Tentunya namanya catatan harian diperlukan editing.Â
Sebetulnya penguasa penggantinya Leopoldo Galtieri walau hanya berkuasa sekira setahun (1981-1982), namun dia pernah membuat langkah yang mencengangkan dunia. Â Argentina menantang perang Inggris dengan menyerang Falkland (Malvinas) dengan alasan nasionalisme, tetapi sebetulnya mengalihkan perhatian rakyat Argentina terhadap masalah ekonomi.Â
Hasilnya malah  blunder. Hanya dalam berapa minggu Inggris bisa merebut kembali Falkland, Argentina keok.  Sejarah juga mencatat Evita Peron istri dari Presiden Peron, yang kedua-duanya jadi ikon sejarah.  Kisah kehidupan Evita juga pernah diangkat ke layar lebar dan lagunya "Don't Cry For Me" Argentina jadi ikonik dan budaya populer mendunia.
Review Buenos Aires 1977Â
Apa permintaan terakhirmu Guiilermo? Jika kau ingin membunuhku, Aku ingin ihat wajahmu. Â Dialog dalam Buenos Aires 1977.
Sungguh mengerikan dan sangat menakutkan dari film horor apa pun ketika menyaksikan film karya Israel Andrian Caetano. Bayangkan tokoh utama film ini masuk penjara hanya karena namanya tercantum dalam buku alamat dari seorang anggota gerakan bawah tanah yang ditangkap tentara.Â
Mereka dituduh bagian gerakan anti pemerintah. Â Padahal Tamburrini, salah seorang korban salah tangkap itu hanya pemain sepak bola dari klub kecil.
Bahkan namanya bisa disebut karena itu nama yang dikenal seorang pemuda yang salah culik. Tetapi film yang diangkat dari kisah nyata itu potret Argentina pada masa kejayaannya pada 1970-an. Â Jelas pelanggaran Hak Asasi Manusia. Â Saya nggak habis pikir betapa bodohnya rezim militer kalau salah tangkap.
Buenos Aires 1977 memperlihatkan kebrutalan aparat militer hanya untuk mengorek informasi yang tidak ada pada anak-anak itu. Satu-satunya kegembiraan mereka adalah pada hari Natal 1977. Â Sisanya film ini hanya menggambarkan bagaimana menderita mereka yang ditangkap dan disekap di sebuah rumah besar di tempat terpencil.
Satu-satunya adegan menarik dalam film ini ketika Argentina bertanding sepak bola, para sipir dan tahanan sama-sama bersorak ketika Argentina menang.