Menur (Nungki Kusumastuti) kemudian terpukau dan menjadikannya jadi penari ronggeng.  Kebetulan Pak Marto (Agus Wibowo), lurah desa itu ingin mengundang kembali keempat mahasiswa itu  untuk membeirkan penghargaan.  Kincir angin yang dibangun mendatangkan kemakmuran.
Empat mahasiswa itu kembali. Itu juga jadi pertanyaan, mengapa mereka mau kembali ke tempat yang ada kejadian mengubah hidup mereka? Yang jadi pertanyaan juga mengapa orang desa tidak lapor polisi menyelidiki hilangnya warga mereka?
Kalau ada yang tidak mau bagaimana? Lalu mengapa mereka tidak membawa orang lain untuk berjaga? Supir mislanya atau teman yang lain. Memang diceritakan salah seorang di antara mereka sukses, yang lain tidak jadi manut pada yang sukses.  Â
Masa sih? Tujuh Tahun itu bisa membuat orang berubah dan tidak akan sama, jaringan setiap orang akan berubah.
Okelah, ini mungkin maksudnya biar arwah Sulastri bisa mendapatkan keadilan dan keempatnya harus ada. Â Jadilah Ronggeng Kematian menjadi cerita horor detektif yang berbalut budaya dan memang menjadikannya berbeda dengan KKN Desa Penari. Â Jadi biar hantu Sulastri mengungkapkannya.
Bahkan akhir cerita pun mengundang pertanyaan dalam diri saya, kok begini ya?  Masih masuk akal KKN Desa Penari di mana orang yang bersalah mendapatkan hukuman atas pelanggaran etika mereka pada kearifan lokal.  Namun bagaimana pun juga cara Verdi memberikan ending cukup tidak bisa ditebak.
Cara bertutur Verdi cukup menarik lambat hingga bagi yang tidak biasa akan terasa membosankan, namun memang cukup  menarik untuk menggiring penonton menuju puncak di akhir cerita.
Ada tokoh lain Hadi (Chicco Kurniawan) pacar Larasati, seorang pegawai kelurahan, putra Marto dan Wongso (Muhammad Affandi Suryo), seorang warga yang punya ketebelakangan mental yang tadinya saya kira tempelan saja, namun di tengah cerita mempunyai peran yang menentukan.
Bagaimana dengan jump scare atau sosok hantu Sulastri? Lumayan sekalipun masih biasa dalam film horor Indonesia apalagi negara lain. Â Dari Departemen kasting rata-rata lumayan, Revaldo mungkin lebih menonjol. Â Claresta Taufan, yang di luar film saya tahu adalah Si Karateka Cantik cukup menarik perempuan desa
Catatan lain baik KKN Desa Penari maupun Ronggeng Kematian, lemah pada cerita bagaimana proses KKN, bagaimana persiapan mereka dari kampus? Lalu kalau ada masalah dosen atau pembimbing mereka tidak turun tangan.  Seperti yang saya tulis di atas apa iya mahasiswa mau KKN tidak tahu soal kearifan lokal?