Sudah siap belum jika beralih konsumsi menggantikan nasi? Kira-kira pangan apa yang bakal kamu konsumsi untuk memenuhi karbohidrat? Itu pertanyaan pengelola Kompasiana.
Kalau saya pribadi jawab tidak masalah. Siapa takut.  Dalam cerita fiktif saya Novel Koloni juga dimuat Kompasiana  di mana suatu komunitas mengasingkan diri dengan energi hingga pangan mandiri,  kemungkinan itu sudah saya jawab.Â
Ada hari penghuninya makan jagung, kentang, sukun  dengan lauk dan sayur sup udang, ikan yang disesuaikan dengan karbohidratnya. Karena di pulau sulit untuk menanam padi dengan lahan luas, tetapi jagung dan kentang bisa dengan area terbatas. Â
Tetapi itu kan utopia. Bahkan dalam cerita saya nggak perlu uang lagi, karena setiap penghuni dapat makan dan sandang yang cukup. Bahkan tiap keluarga disediakan tempat tinggal. Kuncinya tidak ada manusia yang serakah dan yang penting setiap penghuni bekerja. Â Gagasannya seperti serangga semut, lebah atau rayap. Mulai dari pimpinan hingga terbawah makan yang sama sesuai kebutuhan.
Okelah, itu utopia. Hanya mungkin diterapkan dalam satu territorial kecil yang populasinya tidak terlalu besar. Jadi produksi pangan kaya karbohidrat cukup untuk penghuninya.Â
Sementara untuk tingkat yang lebih besar sulit diwujudkan keadilan seperti itu selama masih ada keserakahan. Apalagi untuk tingkat global.
Mau nggak tuh Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Eropa maju menyuruh  rakyatnya bersedia makan tidak berlebih dan berbagi dengan masyarakat negara berkembang dan miskin? Saya yakin kalau negara-negara besar tidak menghamburkan pangan dan mau berbagi ke negara lain  nggak ada kelaparan seperti di Etophia.
Untuk makan tanpa sisa saja  sulit dilakukan semua orang.  Padahal itu tujuan besarnya  untuk keberlanjutan Bumi. Kalau orang Jakarta saja bersedia makan tanpa sisa, lalu memberikan makan yang layak kepada mereka yang kekurangan makan, nggak akan ada tuh orang kekurangan gizi di Jakarta. Baca: Makan Tanpa sisa       Â
Tapi maksud saya begini, pertama, kalau ingin tidak tergantung siapkan juga alternatif pengganti beras secara masif. Kalau kentang, ya produksinya juga harus cukup.  Kalau mau jagung juga produksinya cukup. Singkong pun boleh silahkan produksi cukup.  Jangan sudah lebih sulit didapat, harganya lebih mahal pula daripada beras.
Misalnya bisa nggak 2 kilogram kentang harganya lebih murah dari 1 kg beras?  Karena hitungan karbohidrat itu untuk  150 gram nasi putih itu baru setara dengan 300 gram kentang. Jadi produk yang tersedia harus dua kali. Lima kilogram beras untuk seminggu bagi lima orang untuk tiga hari, ya harus sediakan  10 kilogram kentang. Sumber: KumparanÂ