Kalau seandainya  hasil quick count itu sebangun dengan real count dalam pemelihan umum legislatif 2024 (Pileg 2024) maka hanya 8 atau paling banyak 9 dari 18 partai yang lolos dari ambang batas parlemen  yaitu 4% suara untuk menempatkan wakilnya di Senayan. Â
Hasil quick count Litbang Kompas per 15 Februari 2024  pukul 15.43 WIB menempatkan ada empat partai politik  yang memperoleh suara di atas 10 persen  dalam Pileg 2024. Baca: KompasÂ
Ketiga partai itu masing-masing PDI-Perjuangan 16,29%, Partai Golkar 14,65%, Partai Gerindra 13,55% dan  Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB (10,83 persen) menempati tiga teratas Pileg 2024 menurut quick count.
Sementara empat partai antara 5 hingga 10 persen, yaitu  Partai Nasdem dengan angka 9,75 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  8,45 persen, Partai Demokrat: 7,61 persen dan PAN 7,06%.
Sisanya di bawah 5%, termasuk PPP mendapatkan 3,91% Â walau masih unggul menembus 4%. Â Yang lain Perindo, PSI, Hanura, PBB , Partai Buruh dan sejumlah partai baru sulit untuk lolos.
Bagi saya hasil ini menimbulkan tanda tanya terutama untuk partai baru, seperi Partai Ummat, Partai Buruh, Partai Gelora, Partai Garuda dan PKN,  seperti terlalu  terburu-buru untuk bertarung pada Pemilu 2024? Â
Beberapa di antara partai baru  ini didirikan tokoh-tokoh yang sakit hati terhadap partai mereka sebelumnya.  Mereka tidak sabar untuk ikut bertarung dan tampaknya terkait dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Â
Saya punya kesan partai-partai baru ini tidak membangun basis konstituen, serta platform yang kuat dulu.  Basis Partai Ummat itu mau mengambil massa PAN atau Gelora mau mengambil masa PKS? Iya, nggak bisa buru-buru seperti itu.
Partai Buruh dan Partai Hijau Harusnya Ada di Parlemen
Tetapi di antara partai yang kemungkinan tidak lolos, yang menarik ialah Partai Buruh seharusnya mendapat basis massa yang bagus karena jumlah buruh Indonesia begitu besar, kalau pengertiannya bukan buruh pabrik. Sayangnya persepsi yang ada di sebaian masyarakat  yang disebu buruh  itu yang kerja di pabrik.  Sementara karyawan dan pegawai kantoran tidak mau disebut buruh.