Belahan Afrika bagian selatan merupakan contoh bagaimana populasi gajah stabil. Jumlah gajah di kawasan ini meningkat 5% Â sejak 2016 menjadi hampir 228.000 ekor pada 2023. Â
Gajah-gajah tersebut banyak ditemukan di kawasan konservasi besar, yang disebut Kawasan Konservasi Trans-Frontier Kavango Zambezi, atau KAZA.
KAZA mencakup wilayah seluas 520.000 kilometer persegi di Angola, Botswana, Namibia, Zambia, dan Zimbabwe dan merupakan rumah bagi populasi gajah terbesar di dunia, seperti dikutip dari VOA.Â
Beberapa wilayah telah menunjukkan kemungkinan peningkatan jumlah gajah, sebagian besar tetap stabil, sementara di beberapa wilayah, jumlah gajah berpotensi menurun.
Namun, ia menyampaikan kekhawatirannya mengenai jumlah gajah mati yang ditemui saat penghitungan suara. Lebih dari 26.000 bangkai dilaporkan.
Pada 2019, Botswana mencatat lebih dari 300 kematian akibat gajah meminum air yang terkontaminasi bakteri.
Malven Karidozo, mewakili Kelompok Pakar Afrika, mengatakan survei tersebut menegaskan prediksi awal mereka mengenai jumlah gajah di Afrika bagian selatan.
"Hasil ini mengkonfirmasi laporan awal tren populasi African Elephant Specialist Group yang stabil hingga meningkat," kata Karidozo.
Gajah Perlu Tempat Berpindah
Hanya saja sebuah studi baru yang dirilis  Jurnal Science Advances pada 5 Januari 2024  mengingatkan solusi jangka panjang bagi kelangsungan hidup gajah tidak hanya memerlukan perlindungan kawasan.
Solusi itu juga harus terkait dengan  keterhubungan agar populasinya stabil secara alami, kata tim peneliti internasional.
Meskipun demikian tim peneliti mengapresiasi lLangkah-langkah konservasi telah berhasil menghentikan penurunan populasi gajah sabana Afrika di seluruh Afrika bagian selatan. Sekalipun polanya berbeda-beda di setiap wilayah.
Studi mereka, menghitung tingkat pertumbuhan lebih dari 100 populasi gajah di Afrika bagian selatan antara 1995 dan 2020, yang mencakup sekitar 70% populasi gajah sabana global.
"Yang penting adalah Anda memerlukan gabungan wilayah dengan populasi inti yang lebih stabil dan terhubung dengan wilayah penyangga yang lebih bervariasi," kata penulis utama Ryan Huang, seorang peraih Ph.D, sekarang melakukan penelitian pascadoktoral di CERU.
Lanjut Huang, wilayah penyanggah ini menyerap imigran gajah  ketika populasi inti menjadi terlalu tinggi.  Selain itu  wilayah penyangga ini juga menyediakan rute pelarian ketika gajah menghadapi kondisi lingkungan yang buruk atau ancaman lain seperti perburuan liar.
Menghubungkan kawasan lindung dengan kawasan tempat migrasi berarti gajah dapat bebas keluar masuk. Hal ini memungkinkan keseimbangan alam terjadi tanpa campur tangan manusia, sehingga para pelestari lingkungan tidak dapat menggunakan sumber daya mereka yang terbatas untuk menjaga keseimbangan.
"Menyerukan taman penghubung bukanlah sesuatu yang baru. Banyak yang telah melakukannya," kata Huang.
Penulis lainnya Celest Mar mahasiswa doktoral di Aarhus University di Denmark  menyampaikan menghubungkan kawasan lindung sangat penting bagi kelangsungan hidup gajah sabana Afrika dan banyak spesies hewan dan tumbuhan lainnya.
"Populasi yang memiliki lebih banyak pilihan untuk berpindah tempat tinggal akan lebih sehat dan stabil, hal ini penting mengingat masa depan yang tidak pasti akibat perubahan iklim," kata Mar.
Rekan penulis Rob Guldemond, Direktur Conservation Ecological Research Unit (CERU) di Universitas Pretoria, Afrika Selatan menyatakan temuan ini adalah analisis paling komprehensif mengenai tingkat pertumbuhan populasi mamalia besar di dunia.
Secara keseluruhan, hasil survei ini positif: Jumlah gajah saat ini sama dengan jumlah gajah pada 25 tahun yang lalu.
"Ini sebuah kemenangan konservasi yang langka di saat planet ini dengan cepat kehilangan keanekaragaman hayati," kata Guldemond seperti dikutip dari  Science Daily.Â
Pola Tidak Konsisten
Hanya saja pola keberhasilan konservasi  tidak konsisten antar wilayah. Beberapa daerah, seperti Tanzania bagian selatan, Zambia bagian timur, dan Zimbabwe bagian utara, mengalami penurunan drastis akibat perburuan gading ilegal.
Sebaliknya, populasi di wilayah lain seperti Botswana utara mengalami peningkatan pesat.
"Pertumbuhan yang tidak terkendali belum tentu merupakan hal yang baik," kata  rekan penulis lainnya Stuart Pimm, guru besar Konservasi Doris Duke di Duke University di North Carolina.
Pimm mengatakan, populasi yang meningkat pesat dapat melampaui batas dan merusak lingkungan lokal serta sulit dikelola, sehingga menimbulkan ancaman terhadap stabilitas jangka panjang.
Selain mendokumentasikan tingkat pertumbuhan lokal, tim juga melihat ciri-ciri populasi lokal untuk mengidentifikasi apa yang membuat mereka stabil, yaitu tidak bertambah atau menurun.
Populasi gajah di taman yang terlindungi dengan baik namun terisolasi, terkadang disebut "benteng konservasi", tumbuh dengan cepat tanpa adanya ancaman namun tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Gajah-gajah ini mungkin memerlukan intervensi konservasi di masa depan, seperti translokasi atau pengendalian kelahiran, yang merupakan upaya yang mahal dan intensif.
Tim menemukan bahwa populasi paling stabil terjadi di wilayah inti yang luas dan dikelilingi oleh zona penyangga.
Kawasan inti ditentukan oleh tingkat perlindungan lingkungan yang kuat dan dampak manusia yang minimal.
Sedangkan kawasan penyangga memungkinkan beberapa kegiatan seperti pertanian berkelanjutan, kehutanan, atau perburuan trofi.
Pada kesempatan berbeda, sewaktu jadi juurnalis di Koridor saya pernah mewawancarai  Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Wisnu Nurcahyo, dan tim mengembangkan strategi untuk menjaga dan menyelamatkan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dari ancaman kepunahan. Upaya konservasi dilakukan bersama dengan sejumlah mitra.
Gajah itu punya habitat. Akhir-akhir ini habitat terganggu oleh aktivitas manusia. Padahal gajah punya wilayah untuk mereka mencari makan, mencari minum, mencari tempat mandi.
"Insting itu bertahun-tahun dimiliki gajah. Kalau nggak diganggu, gajah itu baik-baik saja. Dalam hal ini masyarakatlah yang mengganggu habitat gajah," ujar Wisnu kata Koridor berapa waktu lalu.
Wisnu menuturkan bahwa ancaman itu justru datang dari luar. Hewan ternak yang masuk hutan menularkan penyakit pada gajah dan juga ada manusia. Ini juga menjadi ancaman bagi gajah terutama yang masih muda.
"Persoalan lain ialah penyempitan habitat yang membuat gajah kawin sedarah. Misalnya, ibu gajah kawin dengan anaknya atau sebaliknya anak gajah kawin dengan bapaknya, yang membuat terjadinya abortus dan penurunan kualitas kelahiran gajah," paparnya.
Situs Wildlifesos menuturkan migrasi gajah merupakan respon adaptif terhadap musim, ketersediaan makanan dan habitat.
Hewan berkulit tebal ini bergantung pada isyarat lingkungan, seperti curah hujan atau kekeringan, untuk memulai perjalanan migrasi mereka menuju iklim yang lebih sesuai.
Selain itu, migrasi juga bervariasi tergantung jumlah kawanan gajah -- kelompok yang lebih besar cenderung bermigrasi lebih lama dibandingkan kelompok yang lebih kecil.
Migrasi gajah Asia terpanjang yang tercatat di Tiongkok yang disebutkan di atas disebabkan oleh fakta bahwa daerah asalnya telah mengalami periode kekeringan berkepanjangan dan akhirnya kehilangan cukup makanan.
Irvan Sjafari
Sumber Foto: Â Wildlifesos. https://wildlifesos.org/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI