"Jangan apa-apa yang ada di  media sosial itu dipercaya," sahut Raya Fitri (Luthesa) menanggapi ucapan ibunya tentang kejadian yang menjadi viral.
Salah satu dialog di dalam "Virgin The Series" yang cukup menohok bagi dan merupakan salah satu poin yang menjadi catatan dalam serial streaming  Disney Hotstar.  Serial yang mengingatkan saya pada film layarnya "Virgin : Ketika Keperawanan Dipertanyakan" (2004).
Sama-sama tentang kehidupan dunia remaja  yang tidak selalu manis, berada di dunia abu-abu, hanya saja pada waktu film yang mempopulerkan Laudya Cynthia Bella ke dunia blantika film Indonesia, media sosial belum berjaya.
"Virgin "yang disutradarai oleh Hanny Saputra sebetulnya bukan film untuk penonton remaja, tetapi untuk lebih dewasa. Tetapi kalau pun remaja menonton orangtua bisa menemani hingga bisa mendapat masukan dari anak remajanya.Â
Film ini kontroversial memang karena dalam film ini ada adegan menjual keperawanan di toilet mal, siswi SMA membolos dan permainan putar botol, buka baju, serta mengumbar kata-kata kasar, hingga siswi SMU merokok dan membolos. Â "Virgin" menurut saya memperlihatkan adanya perubahan nilai yang orangtua sering abai.
Ketika saya memutuskan untuk mengikuti "Virgin The Series"saya berharap menyaksikan intepretasi baru dari versi layar lebarnya, bagaimana keperawanan dipertanyakan di tengah budaya patriaki yang masih kukuh.
Seolah-olah kalau tidak perawan (karena hubungan seksual di luar nikah) perempuan itu bersalah, lalu laki-laki yang tidak perjaka lagi bagaimana? Bagaimana keperawanan itu bisa menjadi komoditas perdagangan dan menjadi bagian era kapitalisme. Tentu saja pembelinya laki-laki.
Kalau dalam versi layar lebarnya berakhir dengan "kemenangan" patriaki, tokoh Kettie (Anggie) hamil di luar nikah. Stella (Ardina Rasti) kawannya harus merelakan keperawanannya untuk mengganti hilangnya mobil VW mewah yang mereka pinjam untuk senang-senang.
Sekalipun tokoh utama Biyan (Laudya Cynthia Bella) berhasil mempertahankan keperawanannya, dari seorang predator seks yang luluh oleh ucapannya. Â Tetap saja yang membuat keputusan mau memperawani atau tidak adalah laki-laki. Â
Saya tidak menggugat moralitas. Tetapi menurut saya moralitas itu harus dijunjung sama-sama, baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan. Kalau keperawanan masih dianggap penting, ya laki-laki juga menjaga keperjakaannya hanya mau melakukan hubungan seksual dalam pernikahan.