Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pageblug

7 Maret 2021   14:45 Diperbarui: 12 Maret 2021   16:01 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tolong mandikan dia, beri pakaian dan makan. Saya mau urus pasien yang masih hidup," ucap saya.

Prapto menurut. Dia membawa Rini ke dokar dan kemudian berlalu.

Kemudian saya mengikuti petugas Dinas Pes melalui kendaran ambulan tentunya menjaga jarak. Saya mengawasi dengan masker.

Pasien itu juga ditutup mulutnya agar tidak batuk sembarangan. Kami menuju barak pes yang tertular ke luar kota, tepatnya di dekat Lawang. Bisa setengah jam ke barak pes.

Yang dimaksud barak ialah bangunan bambu berbilik-bilik berukuran besar. Letaknya di tanah lapang dan dipagar. Sebetulnya tanpa pagar  dan dijagapun, begal paling bodoh sekalipun tidak bakal ada yang berminat mengambil kesempatan. Empat tahun  sudah cukup memberi waktu Wong Malang jera berbuat sembrono.

Saya dan rombongan Dinas Pes tiba di lokasi menjelang tengah hari. Berapa petugas menghampiri saya ketika kami tiba. "Maaf, barak untuk Inlander sudah penuh!" ujar petugas yang Wong Jowo itu.

"Apa maksudmu, barak untuk inlander sudah penuh? Memang ada barak lain?" Saya agak gusar mendengar jawaban yang tidak menyenangkan sejak pagi. Tapi saya tak membutuhkan jawaban karena di dinding sebuah bangunan yang disebut barak itu, ada tulisan besar Voor Inlander.

Begitu saya masuk perut terasa mual, baunya lebih busuk dibandingkan dengan bau dari gubuk tadi. Lantainya dari tanah dan becek. Baunya dari 20-30 pasien di atas balai-balai darurat. Bau badan yang tak pernah mandi dan suara batuk-batuk terdengar bersahut-sahutan.

Lalu saya ke barak lain. Di sana ada huruf besar Voor European. Sama besarnya tapi hanya ada dua pasien. Tak tercium bau busuk. Terawat baik. Lantainya tidak kumuh sepeti barak untuk Bumi Putera.

"Nah, di sini kosong!" teriak saya memanggil para petugas Dinas Pes untuk menandu perempuan setengah baya tadi ke tempat ini. Saya tak peduli aturan-aturan ini untuk Eropa, ini untuk Timur Jauh dan ini untuk Bumi Putera.

"Jangan dokter, ini untuk meneer-meneer itu," kata Yono, petugas pes yang tadi pagi sudah menyebalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun