"Sendiko Meneer!" seorang laki-laki berpakaian putih-putih berlari-lari.
Saking terburu-burunya, blangkonnya jatuh dan dengan cekatan ia memungut kembali. Aneh mengapa baru datang sekarang?"
"Sendiko Meneer! Saya sedang sibuk mengerahkan orang-orang kampung buat bikin bagus kampung kami untuk menyambut hari jadi Kota Praja Malang!" ujar kepala kampung bernama Atmo itu.
Saya geli dibuatnya bercampur amarah. Pasti ada sesuatu yang bakal dia terima dari Belanda-belanda itu. Tampangnya juga tidak menunjukan rasa bersalah. Sementara pejabat Belanda yang tingginya hampir dua kali kepala kampung itu wajahnya memerah.
"Hanya saja tiga rumah Mbalelo yang tidak mau. Itu rumahnya Pak Amat, Pak Jono dan itu Pak Edo," ujar Atmo. "Saya tidak tahu mereka kena pes."
Saya jijik mendengar penuturannya. Seperti yang saya duga pejabat Belanda itu meninggalkannya. Dia diikuti seorang Belanda berpakaian putih-putih yang saya kenal sebagai salah seorang onderneimer, pemilik perkebunan tebu di Pasuruan. Jelas dia khawatir sekali. Bukan kasihan pada para kromo, tetapi khawatir kalau wabah ini terus berkecamuk, produksi tebu bisa terganggu.
"Inlander mau makan gaji buta saja!" umpat pejabat itu.
Atmo kini tidak bisa tidur. Begitu juga pejabat Belanda itu. Pageblug ini menciutkan nyali para pejabat mulai Wong Jowo hingga Wong Londo yang ditingkat Asisten Residen sekalipun. Januari lalu ada dua Asisten Residen, dua Wedana di Singosari dan dua Asisten Wedana dicopot dari jabatannya.
Mereka dinilai kurang melayani dokter-dokter yang memberantas pes. Kalau saya mau akan lebih banyak pejabat yang dicopot. Tinggal lapor saja pada dokter Bernard atau Te Vogel sekalian. Saya punya daftarnya, mana yang kerja, mana yang tidak. Â Baik Londo maupun pejabat pribumi.
Pes bukan hanya penyakit yang menular pada manusia, tetapi juga pada pangkat. Syukur hanya diturunkan, kalau lebih dari itu? Hingga ada istilah pangkat mengkerut karena pes*
Lalu saya memberikan Rini pada Atmo, karena saya ingin membantu petugas Dinas Pes yang sedang menandu seorang perempuan setengah baya yang sedang tertular, tetapi masih hidup.