Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Kemarin", Dokumenter Humanis Personel Seventeen

9 Desember 2020   16:52 Diperbarui: 9 Desember 2020   17:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto:Kompas

Kemarin engkau masih ada di sini/Bersamaku menikmati rasa ini/Berharap semua takkan pernah berakhir/Bersamamu/Bersamamu.

Penggalan lirik lagu dari  Band  Seventeen bertajuk "Kemarin"  yang diciptakan almarhum Herman Sikumbang ini pada 2016 bercerita tentang perasaan seseorang akibat kehilangan orang yang ia sayangi secara mendadak.  Kisah lagu ini menjadi  salah satu bagian  yang menarik dalam film semi dokumenter bertajuk "Kemarin".

"Liriknya seperti tentang orang meninggal dan apa bisa diganti?" demikian ucap Ifan dalam sebuah dialog.  Entah lagu itu sebuah firasat atau tidak, sejarah mencatat pada 22 Desember 2018 saat mengisi acara   family gathering PT PLN di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten terjadi erupsi Gunung Krakatau yang diikuti tsunami.

Bencana ini terjadi pada saat Seventeen membawakan lagu kedua dan gelombang air menyapu panggung dari arah belakang.  Tiga personel, Muhammad Awal Purbani (Bani), Herman Sikumbang dan Windu Andi Darmawan (Andi) meninggal dalam kejadian itu.  Hanya Rieifan (Ifan) Fajarsyah yang selamat.

Selain tiga personel,  istri Ifan, Dylan Sahara, Road Manager Oky Wijaya dan seorang crew bernama Ujang juga meninggal. Bisa dibayangkan pukulan psikologis yang dialami Ifan dan itu tergambarkan dengan baik dalam film dokumenter ini.

Sutradara Upie Guava mengatakan, butuh waktu setengah tahun untuk menggarap film semi dokumenter ini.  Menurut Upie, kamera pribadi milik Andi yang ditemukan sangat membantu dalam menguatkan jalan cerita. "Ifan pribadi juga diikuti kamera selama berbulan-bulan. Untuk merekam aktivitas dan kondisi sesungguhnya yang dia alami setelah kejadian tsunami," katanya.

Adanya rekaman gambar itu menjadi kekuatan utama film semi dokumenter ini dan tentunya juga teknik CGI sinematografinya membuatnya terasa mencekam. Bagian dari bencana bahkan bisa ditarik empat jam sebelum bencana terjadi, ketika berapa personel dan anak-anaknya bercengkerma di kolam renang.

Kekuatan ini memberikan nuansa humanis, mengingatkan saya pada film bencana tsunami bersetting Thailand besutan Hollywood bertajuk The Imposible (2012) dan Hafalan Shalat Delisha (2011) tentang bencana tunami di Aceh.  Bagaimana pun manusia adalah mahluk sosial, yang membuat sebuah bencana kematian atau kehilangan meninggalkan kenangan yang sulit dilupakan.

Ketika saya menyaksikan "Kemarin" juga baru tahu  bahwa Tuhan melindungi istri dan anak-anak sejumlah personel yang tidak ikut menonton dan tinggal dalam kamar. Entah mengapa mereka memilih di dalam kamar.  

Ifan sendiri juga menceritakan dia sama sekali tidak kepikiran bahkan ada tsunami. Begitu juga wajah para penonton begitu riang, sama sekali tidak menduga apa yang terjadi. Cerita Ifan  dengan terbata-bata soal berada di tengah laut seperti diaduk dalam blender menambah kesan dramatis.

"Aku tidak tahu Allah  membiarkan aku hidup!Mimpi Kita berakhir pada 22 Desember," ucap Ifan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun