Hernandez mengundang kami untuk ganti berkunjung tahun depan. Â Dia membawa lima belas anak remaja bermain bola dengan nama Barca. Â Menurut dia, sepak bola membuat semangat untuk meneruskan hidup menyala. Oh, ya setahu kami hanya dua klub sepak bola di Bumi, sementara hanya Persib dan Barca.
Tiga hari kemudian, Â anak-anak Persib bertanding dengan anak-anak Barca di stadion Siliwangi. Untuk pertama kali warga Bandung dan Pasir Batang juga orang-orang Barcelona menonton pertandingan sepak bola sesungguhnya setalah terhenti berapa ratus tahun.
"Jujur, saya mau menangis," ucap Salena, anak muda seusia aku dan Purbasari ikut menonton. "Kalian percaya anak-anak adalah masa depan."
Saudara-saudara Kesebelasan Persib mengenakan kostum kesayangannya Biru putih. Sementara Kesebelasan Barca  mengenakan kostum kuning strip merah telah menempati sudut masing-masing. Pertandingan dipimpin wasit Mahendra Singh.
"Itu dari India, dia kemari enam bulan lalu setelah mendengar ada kehidupan normal," kata Rianto.
Aku diam saja. Fans Barca dan Fans Persib duduk berdampingan. Purbasari di sebelahku menggendong bayi laki-laki kami. Â Salena dengan bahasa Indonesia terpatah-patah memperhatikannya. Â Dia tahu Purbasari adalah ratu dan di tempatnya ada juga ratu yang jadi simbol bahwa peradaban masih ada.
"Siapa namanya?"
"......Wanara," jawab Purbasari.
"Yang kasih usul nama itu....patihnya, Uwak Barata...." aku menimpali.
Selena mengangguk.
Suara kami  tenggelam oleh gegap gempita penoton. Apalagi nama pemain diperkenalkan, Persib dipimpin Kaptennya Dadung Baladewa dan Barca dipimpin Marco Suarez. Setelah lagu kebangsaan Indonesia dan Spanyol diikuti Mars Persib dan Mars Barca dan wasit meniup peluitnya.