Dua belas, tidak diketahui banyak, informasi dari orang Kabandungan, orang keturunan Jepang yang tidak pulang ke negeri turun-temurun. Â Orang Kabandungan hanya mengenal nama Yura. Perempuan, usianya mungkin 22 tahunan, baru bergabung dengan komplotan ini enam bulan lalu. Cocok. Â Masih muda, Yura mahir ilmu pengobatan, dia belajar otodidak. Orang Kabandungan sering dibantunya berobat. Â Dia berfungsi sebagai tenaga medis.
Tiga belas, Mak Eti, 60 tahun, pemilik warung Sunda di satu-satunya pasar tersisa di Kabandungan. Hidup sendirian, tetapi Purbaendah sering mampir ke tempat dia kalau main ke Kabandungan.
Dedi Cumi melihat laporan virtual itu yang disajikannya. Wajahnya tidak percaya profil mereka yang pergi dengan Manuk Dadali. Komplit dengan fotonya. Tujuh laki-laki dan enam perempuan.
"Reda, Made dan Robin sih meyakinkan, lainnya seperti rombongan wisatawan, anak alay, istilah berabada-abad lalu, Â dengan kondisi kejiawan labil," ujar Dedi. "Yura ini cantik sekali sebagai tenaga medis, bisa antri pria kalau dia praktik dokter."
Samuel menahan gelinya. Aku tahu dia ingin bercerita dengan mudahnya 'para wisatawan yang katanya berjiwa labil' itu lolos dari penjagaan pasukan gabungan Titanium dan Pasir Batang yang dilengkapi teknologi canggih. Tapi dia segan sama anggota Dewan Preanger itu, yang tidak suka didebat.
Masalahnya, sebelah kami  teteh Ira dan teteh Mayang tidak suka  cucu mereka dianggap enteng. Anggota Dewan Preanger dan hampir seluruh warga koloni manusia di sana tidak pernah berperang dan hidup bagai di surga. Kecuali melawan mahluk Bolo dan sejenisnya, yang hanya berpikir untuk makan dengan tingkat kecerdasan rendah.
"Kang Dedi, Kanaya itu lebih dari dua puluh tahun ditempa kerasnya hidup survival dan tidak hidup di zona nyaman seperti kita di Preanger.  Raya tidak bisa dianggap enteng, dia juga sepuluh tahun survival di belantara Bumi yang peradabannya runtuh. Dia juga mengalami keras hidup di angkasa. dan aing kira, Yura  juga begitu dia harus bertahan hidup di Kabandungan." Mayang protes.
"Bagus dan Purbaendah membuat rencana dengan rapi dan mengecoh kami. Â Aing juga tidak meremehkan Zia, tomboi itu dan dua anak buah Purbaendah pasti jauh lebih pintar sekarang,"tambah Ira.
Dedi Cumi menerimanya sebagai masukan. Walau kami tahu dia tidak mengubah opininya. Tetapi sebagai anggota dewan dia kerap kukuh pada pendiriannya.
"Tanya anggota Dewan Terhormat, Kakak abdi punya dua perwira lain dan dua puluh prajurit loyalisnya, tetapi kok hanya dua yang disebut. Ke mana yang lain?" tanya Purbasari.
"Nggak mau kali diajak wisata. Mereka mungkin masih keliaran di Bandung," jawab Dedi.