"Kecelakaan. Anjeun jangan paranoid begitu diserang alien," ucap Dedi Cumi dingin.
Itu yang dari  Titanium. Yang tujuh lagi dari Bumi, Purbasari dan orang-orangnya, serta orang Kabandungan mengindetifikasi mereka setelah penelusuran berbulan-bulan.
Awak ketujuh, Purbaendah, 25 tahun dari Pasir Batang, pendidikan tidak jelas, otodidak, tetapi diperkirakan mengusai teknik fisika, teknik mesin, teknik eletro dan telekomunikasi. Â Dia ikut merancang Robot Lutung Kasarung. Tomboi, susah diatur, kerap kabur dari istana, tanpa pengawal berhar-hari. Tetapi kejiawaan stabil.
"Karakter kakakku begitu," desah Purbasari.
Dia menemukan skondannya Maurizia dan Bagus. Â Purbaendah dan Bagus pasangan yang saling melengkapi.
Kedelapan, Raya Purwanti, 35 tahun, diduga dari koloni manusia lain, yang disampaikan kawan Guru Minda dari Kuantum XX. Â Kami sedang melacak datanya, tetapi dari semua informasi, dia pilot sekaligus tentara. Misterius. Â Diprediksi orangnya keras kepala.
Kesembilan Kanaya, 27 tahun, cucu dari Mayang Puja dan Ira Mutiara, anak dari Elang dan Kinanti warga Preanger juga. Â Sangat pintar, pilot dan menurut Kang Gumilar menurun ilmu kemiliterannya pada dia. Â Diperikarakan kondisi kejiawaan labil.
Kesepuluh, Jumhana, 21 tahun, resminya tukang kuda dari Purbaendah, Â tetapi dia tentara serba bisa dan belajar banyak hal.
"Tukang kuda? Ah, yang benar," Dedi Cumi terkejut membaca laporan itu di depan hadirin.
Aku sama sekali tidak meremehkannya, sejak  pertemuan di Ganesha, wajahnya tenang, walau siaga dengan senjata di tangan,  dia tidak 'over acting'. Aku duga dia sellau  sebetulnya ada di dekat kami dengan kamuflasenya mencuri dengar.  Waktu terakhir bertemu di Gedung Indonesia Menggugat dia mengawasi kami tanpa terlihat.
Sebelas, Subarja, kira-kira 23 tahun, prajurit pilihan Purbaendah. Setianya bukan main dan terakhir menjadi perwira utamanya. Cenderung tempramen, main pukul, kalau ada yang mengusik Purbaendah.