Gigin menggeleng. "Aku sangat kenal dengan dia. Anak buahnya melukai aku. Â Subarja. Â Dia kini tangan kanannya, sudah jadi Patih. Â Juga tukang kudanya, Jumhana, sudah jadi perwiranya."
"Yang disuruh mencium kakinya? Kok bisa budak jadi perwira?" tanya aku.
Gigin sudah sebulan di ibu kota menyusup sebagai mata-mata, menyamar. Informasinya akurat. "Purbaendah tidak pernah ada di ibu kota sejak enam bulan ini. Â Semua perwira utamanya ikut dia ke Kabandungan. Purbararang tidak bisa melarang, walau tidak setuju atas sikapnya. Â Dia menukar wilayah yang dipimpinnya di kidul dengan Kabandungan. Â Itu sejak ada orang asing lain menemuinya. Kami dengar kabar dia juga dari kahyangan."
"Apa?" Ambu terperanjat. Begitu juga Samuel Wanggai.
Aku tidak karena sudah menduga.
"Apa orang dari Titanium juga, siapa? Dari masa depan juga kah?" ujar Sersan Malik.
"Bisa dari koloni di planet lain. Tetapi dari Titanium juga kuat. Orang itu yang memperngaruhi Purbaendah untuk tidak menyerang Cupu Mandalayu. Kemungkinan orang itu sudah ada sebelum Ambu datang dan dia mungkin yang menyelamatkan aku dan Purbaleuwih," terang aku. "Tembakan high voltase dari dia begitu akurat. Dia dengan cerdik menunggu aku menembak, hingga mengira yang melumpuhkan Baktanshar dan anak buahnya aku dan Prubaleuwih."
"Itu artinya orang itu mengenal anjeun. Bisa jadi Purbaendah sendiri mendukung?"kata Ambu.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi di Kabandungan yang membuat kakak anjeun mengubah niatnya atau memang punya niat yang lain?"
Purbasari menggeleng. "Tapi sejak awal Purbaendah hanya mau bantu menggulingkan aku dari tahta. Ketika aku diusir, dia malah melihat aku dengan sebuah benda entah dari mana dan memberi aku makan. Benda yang kerap ada di kamarnya."
"Mengapa anjeun tidak cerita?" Aku juga penasaran.