"Guru lagi menghadap Tuhan Guru," jawabku.
"Hiyang?"
"Seperti itulah..." Aku malas menjelaskannya. Â Lalu aku memberinya minum dan makanan dari perbelakanku. Setelah aku memanaskannya dengan kompor kecil. Anak itu mengamati dengan rasa ingin tahu.
Dadung menerimanya. Rasanya lezat bagi dia. Ayam beku bercampur nasi dan kentang yang dipanaskan oleh kompor kecil. Â Anak itu sepertinya belum makan sejak pagi. Tentunya dia saya ajarkan mencuci tangan dulu.
"Harusnya ratu kami Purbasari. Dia orangnya baik. Hanya saja kakaknya Purbararang tidak suka. Dia merebut tahta dengan bantuan seorang penyihir dari negeri lain. Itu cerita abah sebelum dia dibunuh tentaranya Indrajaya."
Anak itu bisa menjelaskan dengan baik. Â Tetapi itu suara Hiyang. Rupanya dia menterjemahkannya melalui pikiran.
"Penyihir dari negeri lain?"
" Di sini namanya Nyi Ronde. Dia datang dari benua lain sejak puluhan tahun. Kata Abah dia punya senjata yang bisa menghanguskan manusia. Lebih dari senjata Akang tadi..."
Pantas saja Purbaendah punya kekuatan sebangun dengan orang-orang Titanium. Apa iya Nyi Ronde orang Atlantis.
"Nyi Ronde punya pasukan dari negeri lain dengan senjata mengerikan. Â Abah saya dibunuh dengan kejam. Tubuhnya hancur di depan saya."
Mungkin orang Atlantis masih ada. Aku memeluk anak yang sudah tidak berdaya itu.